8. لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
lā yan-hākumullāhu ‘anillażīna lam yuqātilụkum fid-dīni wa lam yukhrijụkum min diyārikum an tabarrụhum wa tuqsiṭū ilaihim, innallāha yuḥibbul-muqsiṭīn
8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Tafsir :
Ayat ini menjelaskan bahwasanya orang-orang kafir itu bermacam-macam. Diantara mereka ada yang menjadi musuh agama islam dan kaum muslimin, bahkan ada yang mengambil tindakan fisik dengan mengusir mereka sebagaimana yang telah disebutkan pada permulaan ayat dari surat ini,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.” (QS. Al-Mumtahanah: 1)
Melalui ayat ini Allah menjelaskan tentang orang-orang kafir yang menjadi musuh Allah. Dan mereka ini merupakan orang kafir model pertama yang kita terkadang ber- wala’ (loyal) kepada mereka. Adapun orang kafir model kedua adalah mereka bukan termasuk orang kafir harbiy, tidak memusuhi ataupun mengusir kaum muslimin. Maka, tidak mengapa bagi kaum muslimin untuk berbuat baik kepada mereka.
Karenanya, pada zaman Nabi ada orang-orang kafir yang bersekutu dengan beliau. Seperti kaum musyrikin dari Kabilah Khuza’ah, mereka bersekutu dengan Nabi. Mereka bersepakat untuk tidak membantu seorangpun yang menyerang kaum muslimin. Bahkan, mereka ingin agar kaum muslimin mengalahkan Quraisy. Padahal, kabilah Khuza’ah merupakan orang-orang kafir. Selain kabilah Khuza’ah ada juga kabilah yang lain, yaitu kabilah Bani Al-Harits bin Ka’ab dan Kabilah Muzainah. Ini adalah tiga kabilah kaum musyrikin. Akan tetapi mereka bersekutu dan condong kepada kaum muslimin, karena mereka tidak suka dengan orang-orang Quraisy. Maka, Allah tidak melarang Nabi, para sahabat dan kaum muslimin untuk berbuat baik kepada kabilah-kabilah ini. Dikarenakan mereka tidak memusuhi dan mengusir kaum muslimin dari negeri mereka. ([1])
Disebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah berkaitan dengan kisah ibu Asma’ binti Abu Bakr yang bernama Qutailah. Dia dinikahi oleh Abu Bakr di zaman jahiliyyah, kemudian diceraikannya. Dan dari pernikahan tersebut Abu Bakr memiliki seorang putri yaitu Asma’ binti Abu Bakr. Dia dicerai dalam keadaan musyrik dan terus musyrik sampai pada tahun 6 hijriyah. Yaitu ketika terjadi Sulhul Hudaibiyyah (Perjanjian Hudaibiyyah) yang merupakan masa kedamaian dan gencatan senjata selama sepuluh tahun. Kemudian, masa tersebut berakhir dengan pengkhianatan orang-orang Quraisy, karena mereka menyerang sekutu kaum muslimin, yaitu kabilah Khuza’ah. Akhirnya, dari kejadian tersebut Nabi menyerang mereka. Intinya, pada masa perdamaian tersebut, kaum muslimin dan kaum musyrikin boleh saling berinteraksi. Orang-orang kafir Makkah boleh memasuki kota Madinah. Begitu juga sebaliknya dengan kaum muslimin Madinah boleh memasuki kota Makkah. Pada saat itu, Qutailah datang menuju kota Madinah hendak bertemu dengan Asma’ binti Abu Bakr dengan membawa hadiah dan berbuat baik kepada putrinya, bahkan disebutkan bahwa Qutailah membawakan cincin atau emas yang akan diberikan kepada putrinya. Awalnya, Asma’ binti Abu Bakr tidak ingin menerimanya, dikarenakan ibunya adalah orang musyrik. Maka, dia bertanya kepada Nabi, “Bolehkah aku menyambung silaturahim dengan ibuku ini?” Kemudian Nabi bersabda,
نَعَمْ، صِلِي أُمَّكِ
“Sambunglah silaturahim dengan ibumu.”([2])
Setelah itu turunlah firman Allah ini([3]),
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Ayat ini sekaligus menjadi dalil bahwa tidak mengapa bagi seorang muslim berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memusuhi agama islam dan kaum muslimin.([4])
Kemudian firman Allah,
وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Kata القِسْط menurut para ahli tafsir menafsirkan bahwa kalian tidak dilarang untuk berbuat adil kepada mereka. Adapun sebagian ulama lain menafsirkan bahwa kalian tidak mengapa memberikan قِسْطًا مِنَ المَال yaitu sebagian harta kalian kepada orang-orang kafir([5]). Artinya tidak mengapa bagi seorang muslim memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang kafir yang baik. Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil. Jika mereka berbuat baik kepada kita, maka kita balas mereka dengan kebaikan pula. Tidak ada masalahnya kita memberikan hadiah kepada mereka, selama mereka bukan orang-orang kafir harbiy yang memusuhi atau menyerang agama Allah.
_____________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 28/152
([3]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 18/59