1. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ عَدُوِّى وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَآءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِٱلْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا۟ بِمَا جَآءَكُم مِّنَ ٱلْحَقِّ يُخْرِجُونَ ٱلرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَن تُؤْمِنُوا۟ بِٱللَّهِ رَبِّكُمْ إِن كُنتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَٰدًا فِى سَبِيلِى وَٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِى ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِم بِٱلْمَوَدَّةِ وَأَنَا۠ أَعْلَمُ بِمَآ أَخْفَيْتُمْ وَمَآ أَعْلَنتُمْ ۚ وَمَن يَفْعَلْهُ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ
yā ayyuhallażīna āmanụ lā tattakhiżụ ‘aduwwī wa ‘aduwwakum auliyā`a tulqụna ilaihim bil-mawaddati wa qad kafarụ bimā jā`akum minal-ḥaqq, yukhrijụnar-rasụla wa iyyākum an tu`minụ billāhi rabbikum, ing kuntum kharajtum jihādan fī sabīlī wabtigā`a marḍātī tusirrụna ilaihim bil-mawaddati wa ana a’lamu bimā akhfaitum wa mā a’lantum, wa may yaf’al-hu mingkum fa qad ḍalla sawā`as-sabīl
1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Tafsir :
Sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Abu Thalib, ia berkata:
بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالْمِقْدَادَ فَقَالَ: (ائْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ فَإِنَّ بِهَا ظَعِينَةً مَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوهُ مِنْهَا) فَانْطَلَقْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا، فَإِذَا نَحْنُ بِالْمَرْأَةِ، فَقُلْنَا: أَخْرِجِي الْكِتَابَ، فَقَالَتْ: مَا مَعِي كِتَابٌ. فَقُلْنَا: لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَتُلْقِيَنَّ الثِّيَابَ، فَأَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا. فَأَتَيْنَا بِهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا فِيهِ: مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ … إِلَى نَاسٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (يَا حَاطِبُ مَا هَذَا؟ قَالَ لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مُلْصَقًا فِي قُرَيْشٍ قَالَ سُفْيَانُ: كَانَ حَلِيفًا لَهُمْ، وَلَمْ يَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهَا وَكَانَ مِمَّنْ كَانَ مَعَكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُونَ بِهَا أَهْلِيهِمْ، فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي ذَلِكَ مِنَ النَّسَبِ فِيهِمْ أَنْ أَتَّخِذَ فِيهِمْ يَدًا يَحْمُونَ بِهَا قَرَابَتِي، وَلَمْ أَفْعَلْهُ كُفْرًا وَلَا ارْتِدَادًا عَنْ دِينِي، وَلَا رِضًا بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْإِسْلَامِ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (صَدَقَ). فَقَالَ عُمَرُ: دَعْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ أَضْرِبْ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ. فَقَالَ: (إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللَّهَ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ) فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِياءَ. قِيلَ: اسْمُ الْمَرْأَةِ سَارَّةُ مِنْ مَوَالِي قُرَيْشٍ. وَكَانَ فِي الْكِتَابِ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَوَجَّهَ إِلَيْكُمْ بِجَيْشٍ كَاللَّيْلِ يَسِيرُ كَالسَّيْلِ، وَأُقْسِمُ بِاللَّهِ لَوْ لَمْ يَسِرْ إِلَيْكُمْ إِلَّا وَحْدَهُ لَأَظْفَرَهُ اللَّهُ بِكُمْ، وَأَنْجَزَ لَهُ مَوْعِدَهُ فِيكُمْ، فَإِنَّ اللَّهَ وَلِيُّهُ وَنَاصِرُهُ
“Rasulullah ﷺ mengutus kami yaitu aku, Az-Zubair, dan Al-Miqdad, beliau berkata, “Datangilah Raudhata Khokh([1]), di sana ada seorang wanita yang membawa sebuah surat maka ambillah surat tersebut darinya”. Ali berkata: kami pun berangkat menunggangi kuda, tiba-tiba kami bertemu wanita tersebut, kami pun berkata: ‘Keluarkan surat!”, wanita tersebut menjawab, ‘Tidak ada surat bersamaku’. Maka kami pun berkata: “Hendaknya kamu keluarkan surat tersebut atau kami akan menelanjangimu!”. Maka dia pun mengeluarkan dari kepangannya. Lalu kami membawa surat tersebut kepada Nabi ﷺ, dan ternyata itu surat dari Hatib bin Abi Balta’ah yang di dalamnya ditujukan kepada kaum musyrikin penduduk Makkah bahwa dia memberikan kabar kepada mereka rencana Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ bertanya kepada Hatib, “Wahai Hatib! Apa ini?”([2]) Dia pun menjawab: janganlah engkau tergesa-gesa dalam menilaiku wahai Rasulullah, aku dahulu adalah orang yang bukan dari Quraisy namun aku tinggal bersama mereka seakan-akan aku satu suku dengan mereka([3]), berbeda dengan orang-orang muhajirin yang bersamamu yang mereka memiliki kerabat-kerabat yang melindungi keluarga mereka, dan ketika aku tidak memiliki nasab dari mereka aku menyukai untuk membantu mereka agar mereka melindungi kerabatku, dan aku tidak melakukannya karena kekufuran atau murtad dari agamaku, dan bukan juga karena ridha dengan kekufuran”. Lalu Rasulullah ﷺ berkata, “Dia benar”, maka ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah biarkan aku memenggal kepala orang munafik ini”, Rasulullah ﷺ menjawab, “Sesungguhnya dia (Hatib) pernah ikut perang Badar, tidakkah engkau tahu, bisa jadi Allah ﷻ telah melihat para peserta perang Badar dan berfirman: lakukanlah apa yang kalian kehendaki sungguh aku telah mengampuni dosa-dosa kalian”. Maka turunkan ayat {Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman-teman setia}.” ([4])
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Umar menangis setelah mendengar jawaban Nabi ﷺ tentang peserta perang Badar([5]). Di sini yang perlu kita perhatikan bahwa Hatib bin Abi Balta’ah diampuni dosa-dosanya karena dia pernang mengikuti perang Badar, padahal perang Badar terjadi pada tahun 2 H sedangkan fathu Makkah terjadi pada tahun 8 H, jadi 6 tahun setelah perang Badar dia melakukan dosa besar yaitu dia membongkar rahasia kaum muslimin kepada orang musyrikin namun dosa-dosanya diampuni oleh Allah ﷻ, hal ini dikarenakan pahala yang pernah dia lakukan pada perang Badar sangat istimewa sehingga meleburkan dosa-dosa yang ia lakukan setelah perang Badr. Orang yang pernah ikut perang Badar maka akan di nisbatkan kepada dia menjadi al-Badry, berbeda dengan perang yang lain tidak ada nisbat perang tersebut kepada pesertanya seperti perang Uhud maka tidak ada nisbat uhudy kepada pesertanya, begitu juga perang khondaq tidak ada nisbat khondaqy kepada pesertanya, begitu juga perang khoibar tidak ada nisbat khoibary kepada pesertanya, dan juga perang-perang yang lainnya. Hal ini dikarenakan perang Badar adalah perang yang sangat istimewa yang disebut juga dengan yaumul furqon (hari pembeda), perang pertama yang besar antara kaum muslimin dengan orang-orang musyrik maka peserta perang Badar adalah orang-orang yang istimewa di sisi Allah ﷻ. Oleh karenanya di antara aqidah ahlus sunnah adalah terdapat hal-hal yang bisa menghapuskan dosa-dosa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan sekitar 10 sebab dihapuskannya dosa-dosa, salah satunya adalah tobat([6]), namun terhapusnya dosa-dosa bukan hanya tobat saja akan tetapi ada sebab-sebab yang lain di antaranya yaitu الْحَسَنَاتُ الْمَاحِيَةُ amalan-amalan saleh yang bisa menghapuskan dosa-dosa, maka semakin banyak orang melakukan amalan saleh maka itu bisa saja menghapuskan dosa-dosa meskipun tanpa tobat, sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan
{وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ}
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” QS. Hud: 114
Dan juga sebagaimana yang Rasulullah ﷺ sabdakan,
«مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ»
“Siapa yang haji dan tidak berkata kotor dan berbuat fasik, maka akan kembali seperti hari dilahirkan dari ibunya.” ([7])
Dan banyak hadits-hadits lainnya yang menjelaskan bahwa amalan saleh bisa menghapuskan dosa walaupun dia tidak bertobat, hal ini dikarenakan tobat adalah sebab dihapuskanya dosa maka begitu juga amalan saleh adalah sebab dihapusnya dosa. Oleh karenanya para ulama mengibaratkan amalan saleh seperti air dan mengibaratkan dosa seperti najis, kalau seandainya air sangat banyak maka najis tersebut tidak akan mempengaruhi kesucian air, sebagaimana yang disabdakan Nabi ﷺ
«إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ»
“jika air sudah mencapai 2 qullah (volume yang banyak sekitar 200 liter) maka tidak akan membawa najis.” ([8])
Maksudnya jika ada najis yang datang sedikit-sedikit maka akan tidak mempengaruhi kesucian air yang banyak. Maka bisa kita bayangkan, Hatib bin Abi Balta’ah telah melakukan dosa besar, akan tetapi karena agungnya amal saleh dalam perang Badar, maka doa tersebut tidak dianggap oleh Allah ﷻ, bahkan para peserta perang Badar dijamin surga, karena dalam riwayat di atas disebutkan firman Allah ﷻ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ “lakukanlah apa yang kalian kehendaki sungguh aku telah mengampuni dosa-dosa kalian”, mendengar pernyataan Nabi ﷺ tersebut ‘Umar pun menangis, para ulama mengatakan bahwa ‘Umar menangis karena dia juga ikut perang Badar maka dia pun berharap mendapatkan kemuliaan dari perang Badar, apabila Hatib yang telah melakukan dosa besar saja dimaafkan oleh Allah ﷻ, maka apalagi Umar, tentu ia lebih berhadap diampuni oleh Allah.
Dalam ayat pertama ini Allah ﷻ menyebutkan “wahai orang-orang yang beriman” dan ayat ini turun untuk menegur Hatib bin Abi Balta’ah karena dia telah melakukan dosa besar akan tetapi Allah ﷻ masih menamakannya sebagai orang yang beriman, dan Hatib bahagia dengan teguran ini karena Allah ﷻ masih menamakannya sebagai orang yang beriman. ([9])
Kemudian firman Allah ﷻ,
لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
“Janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman-teman setia”
Tidak pantas orang-orang yang beriman kepada Allah ﷻ membantu orang-orang yang kafir kepada Allah ﷻ, bukan sekedar kafir akan tapi musuh-musuh Allah ﷻ, bahkan mereka juga musuh-musuh kalian. Dan dalam ayat ini juga Allah ﷻ menegur orang-orang beriman untuk menjadikan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh orang-orang yang beriman sebagai teman dekat dengan memberikan berita-berita kepada mereka karena rasa cinta kepada mereka. Sebagian Ulama seperti Thahir bin ‘Asyur mengatakan تُلْقُونَ berasal dari kata الْإِلْقَاءُ yaitu melempar, maksudnya isyarat bahwasanya jangan kalian melempar berita kepada orang-orang kafir musuh-musuh Allah ﷻ yang kalian tidak renungkan apa dampak buruk seandainya kabar tersebut diketahui oleh mereka([10]), oleh karenanya Allah ﷻ menggunakan istilah تُلْقُونَ (melemparkan) yaitu mereka mengucapkan, mengutarakan, atau menulis tanpa direnungkan terlebih dahulu dampak akibat yang buruk, yang hal tersebut hanya dilakukan sekedar karena rasa cinta kepada mereka.
Kemudian firman Allah ﷻ,
وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ
“padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepada kalian. Mereka mengusir Rasul dan kalian”
Dan bagaimana mungkin kalian bisa memberikan berita kepada mereka sementara mereka telah mengingkari kepada ayat-ayat yang telah Aku turunkan yang datang kepada kalian berupa kebenaran dan semuanya mereka ingkari. Bahkan lebih dari itu, Allah ﷻ menyebutkan يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ “Mereka mengusir Rasul dan kalian”, dan يُخْرِجُونَ i’rabnya adalah sebagai jumlah haaliyah dari dhomir yang berada dalam kata كَفَرُوا yaitu wawul jama’ah, yaitu mereka telah kafir kepada kebenaran yang turun kepada kalian bahkan bukan hanya sebatas kafir saja namun mereka juga mengusir utusan-Ku yaitu Nabi Muhammad ﷺ dan juga kalian. Dan sebagian ulama mengatakan bahwa يُخْرِجُونَ “pengusiran” tersebut menggunakan fi’il mudhari’ agar nampak seakan-akan pengusiran tersebut masih hangat padahal sudah terjadi 8 tahun yang lalu namun Allah ﷻ tidak menggunakan fi’il madhi dengan mengatakan أَخْرَجُوْا الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ (telah mengusir Rasul dan kalian) akan tetapi Allah ﷻ menggunakan fi’l mudhari’ (kata kerja untuk menunjukkan waktu yang sedang terjadi) yang fungsinya dikatakan oleh para ulama agar perkara tersebut hadir kembali diingatan orang-orang yang beriman bahwasanya orang-orang kafir yang mereka bantu adalah orang-orang yang sangat jahat dan jangan sampai perkara tersebut dilupakan([11]) yaitu mereka telah kafir, mencoba membunuh Nabi ﷺ, mengusir Nabi ﷺ dan kalian dan juga mereka pernah mencoba membunuh kalian maka bagaimana mungkin tiba-tiba kalian memberikan sebuah berita kepada mereka yang dapat membehayakan kaum muslimin ?!.
Kemudian friman Allah ﷻ,
أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ
“karena kalian beriman kepada Allah, Tuhanmu.”
Dalam firman-Nya ini Allah ﷻ mengingatkan kaum muslimin sebab mereka diusir, tidak ada sebab lain kecuali karena kalian beriman kepada Allah ﷻ([12]). Dan demikian yang sekarang terjadi di mana-mana jika ada orang-orang Islam dimusuhi tidak ada sebab yang lain melainkan karena mereka beriman kepada Allah ﷻ sebagaimana yang Allah firmankan dalam ayat lain,
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” al-Buruj: 8
Dan inilah sebab utama kaum muslimin disiksa dan diusir, adapun alasan penyebutan kaum muslimin dengan teroris atau radikal maka itu hanya sekedar bumbu-bumbu yang mereka berikan. Inti sebenarnya adalah karena kaum muslimin beriman kepada Allah ﷻ dan karena mereka bertauhid, sementara mereka yang lain adalah musyrikin, itu saja sebabnya. Oleh karenanya kita dapati mengapa kaum muslimin dimusuhi di Cina atau Amerika tidak lain dikarenakan mereka beriman kepada Allah ﷻ. Dan penulis pernah suatu saat ketika ditelepon oleh kawan di Amerika tiba-tiba ada orang datang lalu menembak orang Islam tanpa sebab, dan juga seperti kejadian kemarin di Selandia Baru ketika kaum muslimin sedang shalat lalu mereka ditembaki tanpa sebab. Kaum muslimin tidak mengganggu orang atau membunuh orang, dan mereka sibuk beribadah bahkan mereka berakhlak mulia, dan mereka ditembaki di Masjid hanya karena mereka bertauhid, itu intinya. Dan Rasulullah ﷺ tidak memiliki masalah di Makkah, beliau tidak mengganggu mereka, tidak mengambil harta mereka, dan beliau hanya mengingatkan kaum Quraisy agar mereka tidak berbuat syirik. Sehingga dalam ayat ini Allah ﷻ mengingatkan orang-orang yang beriman bahwa mereka diusir karena beriman kepada Allah ﷻ, dan mereka orang-orang-orang yang mengusir kalian adalah musuh-musuh Allah, maka apakah pantas bagi orang yang beriman untuk menjadikan musuh-musuh Allah sebagai wali-wali orang-orang yang beriman?
Kemudian firman Allah ﷻ,
إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
“Jika kalian benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kalian memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang”
Dalam firman-Nya ini Allah ﷻ memberikan syarat, bahwasanya jika kalian selama ini berjihad karena-Ku dan mengharapkan keridhoan-Ku, lalu apakah pantas jika kalian selama ini berjihad karena-Ku dan mengharapkan keridhoan-Ku lantas kalian menjadikan musuh-musuh-Ku sebagai wali-wali kalian([13])? Kemudian kalian berbisik-bisik menyampaikan berita karena rasa cinta kepada mereka.
Kemudian firman Allah ﷻ,
وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“dan Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan Dan barang siapa di antara kalian yang melakukannya, maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
Bagaimana mungkin kalian bisa berbisik-bisik dengan menulis surat atau berbisik-bisik kepada mereka menyebarkan rahasia padahal kalian mengetahui bahwa Aku mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan, maka bisik-bisik tersebut tidak ada faedahnya. Seakan-akan dalam ayat ini Allah ﷻ mengatakan, “Wahai Hatib apakah kau ragu jika kau menulis surat secara sembunyi-sembunyi bahwa hal tersebut tidak akan diketahui? padahal Aku maha mengetahui apa yang kau sembunyikan dan yang kau tampakkan dan keduanya tidak ada bedanya bagi-Ku”. Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ “dan Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan”, mengapa Allah ﷻ menyebutkan “yang kalian tampakkan”, bukankah jika Allah ﷻ mengetahui yang disembunyikan maka yang ditampakkan akan jelas lebih tahu?. Para ulama menjelaskan bahwa Allah ﷻ menyebutkan “dan Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan” karena yang disembunyikan dan yang ditampakkan di sisi Allah ﷻ sama tidak ada bedanya([14]), jika kalian berbicara dengan bisik-bisik maupun dengan jelas maka keduanya bagi Allah ﷻ sama karena Allah ﷻ maha tahu. Maka yang melakukan hal tersebut dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Al-Qurthubi berkata,
وَهَذَا كُلُّهُ مُعَاتَبَةٌ لِحَاطِبٍ. وَهُوَ يَدُلُّ عَلَى فَضْلِهِ وَكَرَامَتِهِ وَنَصِيحَتِهِ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِدْقِ إِيمَانِهِ، فَإِنَّ الْمُعَاتَبَةَ لَا تَكُونُ إِلَّا مِنْ مُحِبٍّ لِحَبِيبِهِ
“ini semuanya adalah teguran untuk Hatib, dan ini menunjukkan akan keutamaannya, kemuliannya, nasehat untuk Rasulullah ﷺ, dan kebenaran imannya. Karena teguran tidaklah datang kecuali dari orang yang mencintai kepada yang dicintainya.” ([15])
Hal ini dikarenakan seandainya Hatib bukanlah siapa-siapa di sisi Allah ﷻ maka Allah ﷻ tidak akan menegurnya dengan ayat-ayat yang panjang ini dan Allah ﷻ tidak akan peduli dengannya, dan tatkala Allah ﷻ menurunkan tujuh ayat tentang Hatib maka menunjukkan bahwasanya dia adalah orang yang mulia, sehingga Allah ﷻ menurunkan tujuh ayat untuk menegur Hatib bin Abi Balta’ah. Dari kisah ini kita harus selalu berpikiran positif jika ada orang yang menegur kita, karena ini menunjukkan bahwasanya orang yang menegur adalah orang yang sayang kepada kita. Dan ini juga seperti suami yang menegur istrinya ini menunjukkan bahwa dia sayang kepada istrinya, karena jika dia tidak sayang maka dia tidak akan peduli dan tak acuh terhadap segala apa yang dilakukannya, maka jika ada seseorang menegur anak atau istrinya ini menunjukkan rasa sayang dan rasa pedulinyanya terhadap anak dan istrinya walaupun mungkin terkadang cara menegurnya kurang bagus.
Surah Al-Mumtahanah ini fokus membahas tentang diharamkannya berloyal kepada orang-orang kafir, menolong mereka, atau mencintai mereka karena agama mereka, maka ini tidak diperbolehkan. Oleh karenanya banyak ayat-ayat yang menjelaskan seperti ayat ini,
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(kalian).” QS. Ali Imran: 28
Dan firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang, di luar kalangan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya.” QS. Ali Imran: 118
Dan firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(kalian); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” QS. Al-Maidah:51
_____________________
Footnote :
([1]) Tempat antara Makkah dan Madinah sekitar 12 mil dari kota Madinah
([2]) Membocorkan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ingin memerangi penduduk Makkah adalah suatu kesalahan yang jelas, ini adalah perkara yang genting dan sangat berbahaya, karena biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ingin melakukan perang beliau melakukan tauriyah (tidak terang-terangan contohnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang daerah selatan ternyata beliau berjalan ke arah utara atau ketika beliau seakan-akan berjalan ke arah timur ternyata beliau berjalan ke arah barat) dan ini diperbolehkan dalam peperangan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«الحَرْبُ خَدْعَةٌ»
“Perang adalah tipuan” (HR. Bukhari no 3030)
Kecuali dalam perang Tabuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dengan terang-terangan bahwa beliau akan memerangi Romawi, adapun sisa peperangan yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terang-terangan dan beliau selalu tauriyah. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin memerangi kaum musyrikin Makkah secara tiba-tiba agar mereka tidak memiliki persiapan. Jika Hatib bin Abi Balta’ah menulis surat kepda mereka lalu ketahuan rencana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh mereka maka ini bahaya dan bisa jadi mereka akan mengumpulkan pasukan dan mempersiapkan senjata untuk menghadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang hal ini mungkin tidak terpikirkan oleh Hatib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu.
([3]) Karena dahulu suku-suku saling bersekutu, di antaranya suku Hatib bersekutu dengan suku Quraisy yang berada di Makkah
([4]) Tafsir Al-Qurthubi: 18/50
([5]) Tafsir Ath-Thobary 22/560
([6]) Lihat: Majmu’ Al-Fatawa 7/487
([8]) HR. Ad-Daruquthny no. 17
([9]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 18/52
([10]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 28/134
([11]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 28/135
([12]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 18/53
([13]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 18/53