5. وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ ٱللَّهِ لَوَّوْا۟ رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُم مُّسْتَكْبِرُونَ
wa iżā qīla lahum ta’ālau yastagfir lakum rasụlullāhi lawwau ru`ụsahum wa ra`aitahum yaṣuddụna wa hum mustakbirụn
5. Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri.
Tafsir :
Dalam ayat ini terdapat kisah yang hampir sama dengan kisah Zaid bin Arqam di atas, hanya saja ini kisah Jabir bin Abdillah, ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ، فَكَسَعَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ، رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا لَلْأَنْصَارِ، وَقَالَ الْمُهَاجِرِيُّ: يَا لَلْمُهَاجِرِينَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ؟» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ كَسَعَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ، رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: «دَعُوهَا، فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ» فَسَمِعَهَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أُبَيٍّ فَقَالَ: قَدْ فَعَلُوهَا، وَاللهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ. قَالَ عُمَرُ: دَعْنِي أَضْرِبُ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ، فَقَالَ: «دَعْهُ، لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ»
“Kami pernah menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu peperangan. Tiba-tiba seorang sahabat dari kaum Muhajirin memukul atau menendang pantat([1]) seorang sahabat dari kaum Anshar. LaIu sahabat Anshar itu berseru; ‘Hai orang-orang Anshar kemarilah! ‘ Kemudian sahabat Muhajirin itu berseru pula; ‘Hai orang-orang Muhajirin, kemarilah! ‘ Mendengar seruan-seruan seperti itu, Rasulullah pun berkata: ‘Mengapa kalian masih menggunakan cara-cara panggilan jahiliah? ‘ Para sahabat berkata; ‘Ya Rasulullah, tadi ada seorang sahabat dari kaum Muhajirin mendorong punggung seorang sahabat dari kaum Anshar.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tinggalkanlah panggilan dengan cara-cara jahiliah, karena yang demikian adalah panggilan yang buruk.’ Ternyata peristiwa itu didengar oleh Abdullah bin Ubay, seorang tokoh munafik, dan berkata; ‘Mereka benar-benar telah melakukannya? Sungguh apabila kita telah kembali ke Madinah, maka orang-orang yang lebih kuat akan dapat mengusir orang-orang yang lebih lemah di sana.’ Mendengar pernyataan itu, Umar berkata; ‘Ya Rasulullah, izinkanlah saya untuk memenggal leher orang munafik ini.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Biarkan dan lepaskanlah ia! Supaya orang-orang tidak berkata bahwasanya Muhammad membunuh sahabatnya.”([2])
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Umar membunuh Abdullah bin Ubay bin Salul karena secara zhahir Abdullah bin Ubay bin Salul adalah termasuk kaum Anshor yaitu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuhnya maka akan menimbulkan citra yang buruk bagi Islam, yaitu tuduhan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri. Jadi hendaknya seseorang tetap menjaga nama baik Islam jangan sampai menjadi seperti orang-orang ISIS yang serampangan membunuh kaum muslimin, membom dan membunuh secara brutal dan membabi buta yang mengakibatkan buruknya citra Islam di mata non muslim. Tentu Abdullah bin Ubay bin Salul seorang gembong munafik sangat pantas untuk dibunuh, akan tetapi ternyata tidak dibunuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam demi menjaga nama baik Islam. Rasulullah tidak ingin agama Islam tercoreng dengan berita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membunuh sahabatnya.
Akhirnya ketika mereka pulang lalu datanglah orang-orang dari kaum Anshar yang satu suku dengan Abdullah bin Ubay bin Salul, dan mereka berkata kepada Abdullah bin Ubay bin Salul: wahai Abdullah bin Ubay bin Salul pergilah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau memohonkan ampunan untukmu. Namun dia enggan dan memalingkan wajahnya seakan-akan dia mengatakan: “untuk apa saya meminta kepada Muhammad untuk memohonkan ampun untukku, karena aku tidaklah bersalah”, dia memalingkan wajahnya dengan penuh kesombongan, juga seakan-akan dia mengatakan: “siapa sih Muhammad? Dia kan pendatang, mengapa aku harus datang kepadanya untuk memohonkan ampun untukku, tidak, aku tidak mau mendatanginya” ([3]). Inilah maksud dari ayat ini, ketika dikatakan kepada mereka untuk datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memohonkan ampunan untuk mereka namun mereka memalingkan wajah mereka.
____________________
Footnote :
([1]) Arti ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bary 8/649, beliau berkata tentang al-kas’u:
وَالْمَشْهُورُ فِيهِ أَنَّهُ ضَرْبُ الدُّبُرِ بِالْيَدِ أَوْ بِالرِّجْلِ
“Dan yang masyhur dalam makna al-kas’u ini adalah memukul dubur (pantat) dengan tangan atau kaki.”
([2]) HR. Bukhori no. 4905 dan Muslim no. 2584, dan ini lafaz muslim