3. ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ ءَامَنُوا۟ ثُمَّ كَفَرُوا۟ فَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ
żālika bi`annahum āmanụ ṡumma kafarụ fa ṭubi’a ‘alā qulụbihim fa hum lā yafqahụn
3. Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.
Tafsir :
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ada dua penafsiran dalam kata ذَلِكَ “yang demikian itu” ([1]):
Pertama:“yang demikian itu” maksudnya adalah Allah membongkar keburukan dan kedustaan mereka karena mereka beriman kemudian mereka kafir kemudian Allah kunci hati mereka.
Kedua: “yang demikian itu” maksudnya adalah perbuatan mereka yang sangat buruk([2]), yaitu mereka mudah berdusta karena mereka telah beriman kemudian mereka kafir lalu Allah kunci hati mereka.
Dan para ulama juga menyebutkan penafsiran آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا “mereka telah beriman kemudian menjadi kafir” ([3]):
Pertama: mereka pura-pura beriman secara zhahir namun hakikatnya mereka kafir secara batin.
Kedua: di antara mereka terdapat orang-orang yang benar-benar beriman, namun karena mereka tergoda oleh kekufuran dan kesyirikan akhirnya mereka murtad walaupun status zhahir mereka tetap orang yang beriman jadilah mereka orang munafik, akan tetapi Allah mengetahui kekufuran mereka tersebut.
Dan perlu diperhatikan bahwa kebanyakan khilaf/perbedaan para ulama dalam masalah tafsir adalah khilaf tanawwu’ yaitu perbedaan sudut pandang akan tetapi tidak kontradiktif, berbeda dengan khilaf dalam masalah fikih karena khilaf di dalamnya adalah khilaf tadhod yaitu khilaf yang kontradiktif.
Dikarenakan mereka beriman kemudian mereka kafir akhirnya Allah mengunci hati-hati mereka, inilah sebabnya mengapa mereka tidak beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu dikarenakan hati mereka telah dikunci oleh Allah. Maka kita perhatikan bahwa sejatinya mereka mendapatkan kenikmatan yang sangat banyak, mereka bisa langsung melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka hadir langsung di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka langsung mendengar bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka langsung shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka langsung melihat betapa mulianya akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka melihat langsung bagaimana mukjizat berupa ayat-ayat al-Quran turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka juga langsung menghadiri perang-perang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi semua itu tidak menyebabkan mereka beriman. Intinya segala sebab yang harusnya membuat mereka beriman sudah ada namun mereka tetap tidak mau beriman, ini menunjukkan bahwasanya hidayah hanya berada di tangan Allah subhanahu wa ta’ala. Bisa jadi pada zaman sekarang ada seseorang tinggal di Madinah, atau bahkan kuliah di Madinah atau Makkah kemudian belajar aqidah dan segala sesuatu dari sana namun ketika kembali ke negaranya ia sesat, ia membela orang Syiah, dan ia membela orang kafir, dan ini sangat mungkin untuk bisa terjadi karena hidayah semata-mata ada di tangan Allah. Dan yang lebih parah dari itu adalah orang-orang munafik di zaman Rasulullah, karena mereka belajar langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan shalat berjamaah langsung bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka hanya berat untuk melaksanakan shalat subuh dan shalat isya, adapun selainnya mereka shalat di masjid secara berjamaah. Mengapa mereka hanya meninggalkan shalat isya dan subuh?, karena di waktu shalat isya dan subuh kondisinya gelap, sehingga ketika mereka tidak menghadirinya maka tidak akan diketahui. Dan mereka juga bahkan ikut berjihad bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Bani Musthaliq dan mereka melihat akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi semua itu tidak menjadikan mereka beriman, itu semua disebabkan karena Allah subhanahu wa ta’ala telah mengunci hati-hati mereka.
Kemudian Allah mengatakan فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ “Kemudian mereka tidak memahami”, maksudnya mereka tidak mengerti apa yang terbaik untuk mereka([4]). Mereka orang munafik tidak mengerti bahwa jika mereka beriman dengan sungguh-sungguh maka ini lebih baik bagi mereka di dunia maupun akhirat, namun mereka menyangka bahwa jika mereka menjadi munafik mereka lebih selamat, namun nyatanya mereka lebih terpuruk. Mereka menyangka bahwa suatu saat Islam akan kalah maka mereka hanya tinggal bergabung bersama orang kafir. Oleh karenanya Allah mengatakan tentang mereka bahwasanya mereka tidak memahami bahwasanya keimanan yang sesungguhnya itulah keselamatan untuk mereka.
________________
Footnote :
([1]) Lihat: Al-Muharror Al-Wajiz Fii Tafsiir Aal-Kitaabil Aziiz 5/312
([2]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 28/237