8. فَـَٔامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلنُّورِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلْنَا ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
fa āminụ billāhi wa rasụlihī wan-nụrillażī anzalnā, wallāhu bimā ta’malụna khabīr
8. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Tafsir:
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa manusia jika telah mengetahui bahwa mereka akan dibangkitkan dan diminta pertanggung jawabannya maka hendaknya mereka beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hendaknya mereka beriman kepada Rasul-Nya, dan hendaknya mereka beriman kepada cahaya yang Allah subhanahu wa ta’ala turunkan yaitu maksudnya adalah Al-Quran([1]).
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menyifati Al-Quran dengan cahaya dikarenakan Al-Quran بَيِّنٌ بِذَاتِهِ و مُبَيّنٌ لِغَيْرِهِ (al-Qur’an sendiri jelas dan al-Qur’an adalah penjelas bagi yang lainnya). Yaitu secara dzatnya al-Qur’an itu jelas sebagaimana cahaya dan dia memberi penerangan kepada yang lainnya. Al-Quran disifati dengan cahaya karena dengan cahaya tersebut kita bisa berjalan di dalam kegelapan. Ini adalah gambaran bahwasanya dunia ini penuh dengan kegelapan, banyaknya kemaksiatan, banyaknya syubhat, dan banyak pemikiran yang menyimpang. Maka kita butuh dengan cahaya yang bisa menerangi di tengah kegelapan yang gelap gulit. Tidak ada jalan yang menjadi terang dan jelas kecuali dengan Al-Quran. Jika ada seseorang mencari cahaya selain Al-Quran maka dia akan tersesat. Karena tidak ada cahaya kecuali cahaya Al-Quran dan tidak ada petunjuk kecuali petunjuk Al-Quran. Jangankan teori-teori, bahkan kitab suci umat lain tidak boleh dibaca jika ingin mencari cahaya dan petunjuk, sebagaimana yang dikisahkan dalam kisah Umar bin al-Khotthob yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah,
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أَهْلِ الْكُتُبِ، فَقَرَأَهُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ، وَقَالَ: «أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً»
“bahwasanya ‘Umar bin khatab menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab, lalu dia membacakannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi Shallallah ‘alaihi wa sallam marah dan bersabda: “Apakah engkau merasa ragu, wahai Umar bin Khaththab? Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh saya datang kepada kalian dengan membawa agama yang putih bersih.” ([2])
Hadits ini menunjukkan haramnya seorang muslim mencari petunjuk dengan selain al-Quran, adapun jika seseorang membacanya dalam rangka untuk menjelaskan bahwa ada kesamaan isinya dengan Al-Quran, atau untuk menjelaskan bahwa di dalamnya ada penyimpangan maka ini hukumnya boleh. Adapun membaca kitab suci lain untuk mencari hidayah maka haram hukumnya, cukup al-Quran sebagai kitab yang memberikan petunjuk, tidak perlu Taurat, Injil, filsafat siapa pun, dan yang lainnya.
Perbedaan Khobir Dan ‘Alim
Al-‘Aliim artinya Allah maha mengetahui segalanya baik yang besar maupun yang kecil dan detail, adapun Al-Khobiir khusus untuk ilmu terhadap hal-hal yang detail([3]). Jadi Allah adalah al-Khobir yang mengetahui hal-hal yang diperbuat oleh seseorang yang orang lain tidak mengetahuinya, atau yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, atau dilakukan di tengah kegelapan. Setiap lafal yang diucapkan maka Allah subhanahu wa ta’ala mengetahuinya secara detail dan tercatat secara detail. Setiap lirikan mata yang dilepaskan semua itu tercatat dengan detail. Allah berfirman tentang pandangan seseorang,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” QS. An-Nur: 30
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa Allah mengetahui secara detail setiap lirikan manusia, dan Allah subhanahu wa ta’ala tentu akan catat setiap lirikan tersebut.
_________
Footnote:
([1]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 28/273
([2]) HR. Ahmad no. 15156, dan hadits ini dikatakan sanadnya lemah karena lemahnya Mujalid Ibnu Sa’id, walaupun sanadnya lemah namun hadits ini dihasankan oleh al-Albani sebagaimana yang beliau jelaskan panjang lebar dalam kitabnya Irwa-ul ghalil 6/34-38
([3]) Lihat: As-Showa’iqul Mursalah 2/492, at-Tahrir wat-Tanwir 22/310, dan Tafsir As-Sa’di hal: 945