29. هَلَكَ عَنِّى سُلْطَٰنِيَهْ
halaka ‘annī sulṭāniyah
29. Telah hilang kekuasaanku daripadaku”.
Tafsir :
Dia yang dahulunya presiden, dia yang dahulunya raja, dia yang dahulunya pejabat, dia yang dahulunya orang terkaya, tetapi semua kekuasaannya tersebut juga sama sekali tidak bermanfaat baginya di akhirat. Ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat, seluruh jabatan dan kekuasaannya ditanggalkan, yang jadi raja dan penguasa pada hari itu hanyalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Bahkan pada hari itu Allah Subhanahu wa ta’ala akan berfirman,
“Akulah Raja, mana yang mengaku raja dibumi?”([1])
Akan tetapi pada waktu itu tidak ada yang mengangkat kepala, mereka semua takut kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya dia sadar pada waktu itu bahwa kekuasaannya sama sekali tidak bermanfaat.
Pada ayat ini terdapat penjelasan bahwa Allah juga mengadzab mereka pada perasaan mereka, dan isyarat bahwa adzab ruhani (perasaan) itu lebih menyakitkan bagi orang-orang kafir. ([2])
Dan sungguh merananya orang-orang yang membangkang, sebelum badan mereka di adzab, mereka telah diadzab perasaan mereka terlebih dahulu.
Karenanya handaknya seseorang berpikir terlebih dahulu sebelum berkata dan bertindak agar tidak tersiksa pada hari kiamat kelak. Sungguh indah apa yang dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri:
” رَحِمَ اللهُ عَبْدًا وَقَفَ عِنْدَ هَمِّهِ، فَإِنَّ أَحَدًا لَا يَعْمَلُ حَتَّى يَهِمَّ، فَإِنْ كَانَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَضَى، وَإِنْ كَانَ لِغَيْرِ اللهِ أَمْسَكَ “
“Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak untuk berfikir sebelum mengerjakan keinginannya, dan sungguh seseorang tidak akan berbuat kecuali dia sebelumnya memiliki keinginan, dan jika ia merasa perbuatan itu untuk Allah azza wa jalla (kebaikan) maka ia melanjutkannya (melakukannya), dan jika ia dapati ternyata amalan itu tidak untuk Allah azza wa jalla (bukan kebaikan atau dia hanya sia-sia) maka ia berhenti dan tidak melakukannya” ([3])
__________________________
Footnote :