8. وَٱذْكُرِ ٱسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا
ważkurisma rabbika wa tabattal ilaihi tabtīlā
8. Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.
Tafsir :
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ
“Dan sebutlah nama Tuhanmu.”
Sebagian ulama menafsirkan bahwa maksud firman Allah ini adalah,
ادْعُهُ بِأَسْمَائِهِ الْحُسْنَى
“Berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah.”([1])
Sebagian ulama yang lain menyebutkan bahwa maksudnya adalah jangan lupa untuk membaca basmalah di awal hendak shalat agar mendapatkan pertolongan dan kemudahan. Sebagian yang lain mengatakan bahwa maksudnya adalah shalatlah karena Allah Subhanahu wa ta’ala (ikhlas). Ini semua adalah penafsiran para ulama tentang ayat ini([2]).
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala
وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا
“Dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati.”
تَبَتَّلْ maknanya adalah,
الِانْقِطَاعُ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Memutuskan segala hubungan menuju ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”([3])
Sehingga makna ayat ini adalah memutuskan diri dari perkara-perkara lain yang menyibukkan seseorang agar bisa konsentrasi terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala (dalam shalat). Oleh karenanya ini adalah perintah dari Allah Subhanahu wa ta’ala bahwasanya tatkala seseorang sedang shalat malam, maka dia harus benar-benar memutuskan dirinya dengan dunia, kemudian dia sambung kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena urusan dunia bisa menyibukkan diri sehingga tidak bisa fokus kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Ibnul ‘Arabi berkata tentang ayat ini,
وَأَمَّا الْيَوْمُ وَقَدْ مَرِجَتْ عُهُودُ النَّاسِ، وَخَفَّتْ أَمَانَاتُهُمْ، وَاسْتَوْلَى الْحَرَامُ عَلَى الْحُطَامِ، فَالْعُزْلَةُ خَيْرٌ مِنَ الخلطة
“Adapun pada hari ini orang-orang masih mengambil janji, sedangkan amanah mereka telah hilang. Ketika hal-hal kecil telah diliputi oleh perkara-perkara yang haram, maka menyendiri lebih baik daripada bercampur (dengan banyak orang).”([4])
Ibnul ‘Arabi menafsirkan bahwa maksud وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا adalah seseorang berusaha untuk fokus kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Beliau menceritakan kondisinya pada abad ke-6 bahwa telah jarang orang yang amanah, perkara yang haram telah beredar di mana-mana. Maka beliau menyarankan bahwa menyendiri lebih baik daripada bercampur dengan banyak orang.
Kalau seseorang bisa fokus beribadah kepada Allah tanpa melalaikan kewajiban-kewajibannya, tanpa melalaikan hak-hak orang lain maka itulah yang terbaik. Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits,
يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ المُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الجِبَالِ وَمَوَاقِعَ القَطْرِ، يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنَ الفِتَنِ
“Hampir saja terjadi (suatu zaman) di mana harta terbaik seorang muslim adalah kambing yang digembalakannya di puncak gunung dan tempat-tempat terpencil, dia pergi menghindar membawa agamanya disebabkan takut terkena fitnah.”([5])
Ada zaman dimana kita dikelilingi dengan fitnah. Maka jika kita bisa terlepas dari fitnah-fitnah tersebut meskipun dengan menyendiri dan tanpa melalaikan kewajiban kita, maka itu adalah lebih baik. Intinya adalah jangan terlalu banyak pergaulan jika manfaatnya kurang dan jangan terlalu sibuk dengan urusan orang lain, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.”([6])
Maka selama suatu hal tidak ada hubungannya dengan diri kita, maka hendaknya kita menjauh. Lebih baik kita tidak tahu daripada tahu namun terkena fitnah dan berbagai macam problematika, sehingga waktu kita habis dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.
_________________________
Footnote :
([1]) Tafsir Al-Qurthubi 19/43
([3]) Tafsir Al-Qurthubi 19/44
([4]) Ahkamul Qur’an karya Ibnul ‘Aroby 4/332, Tafsir Al-Qurthubi 19/44