1. يَٰٓأَيُّهَا ٱلْمُزَّمِّلُ
yā ayyuhal-muzzammil
1. Hai orang yang berselimut (Muhammad).
Tafsir :
Secara umum ada dua tafsiran terkait ayat ini yaitu ada yang menafsirkan secara hakiki, dan ada yang menafsirkan secara majazi. Penafsiran hakiki maksudnya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang memakai selimut. Adapun yang penafsiran majazi maksudnya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala memanggil Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diselimuti dengan syariat, Alquran, atau kenabian. Adapun makna hakiki, jika kita bisa membawa makna ayat ini kepadanya maka ini yang lebih utama.
Dan benar-benar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berselimut. Di antaranya adalah ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang ketakutan sebagaimana hadits yang menceritakan tentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang didatangi oleh malaikat Jibril. Ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketakutan dan gemetar turun dari gua Hira menuju istrinya Khadijah radhiallahu ‘anha dan berkata,
زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي، فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ
“Selimuti aku, selimuti aku!” Beliau pun diselimuti hingga hilang ketakutannya.”([1])
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits sering disebutkan tidur dalam keadaan berselimut. Maka secara dzahir ayat ini ditafsirkan dengan penafsiran hakiki, yaitu ayat ini benar-benar turun tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berselimut.
Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan bahwa panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ayat ini ada dua penafsiran([2]).
Penafsiran pertama adalah Allah Subhanahu wa ta’ala memanggil Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan panggilan yang sedang beliau alami adalah bentuk mulathafah, yaitu kelembutan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena merupakan kebiasaan orang-orang Arab yang ingin berlemah lembut kepada seseorang, maka mereka akan memanggil orang tersebut dengan sebutkan kondisi yang sedang dia alami. Contoh lain dalam hal ini adalah kisah tatkala Fathimah radhiallahu ‘anha sedang ada masalah dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Sahl bin Sa’id menceritakan,
جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي البَيْتِ، فَقَالَ: أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ؟ قَالَتْ: كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ، فَغَاضَبَنِي، فَخَرَجَ، فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِنْسَانٍ: انْظُرْ أَيْنَ هُوَ؟ فَجَاءَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُوَ فِي المَسْجِدِ رَاقِدٌ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ، قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ، وَأَصَابَهُ تُرَابٌ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُهُ عَنْهُ، وَيَقُولُ: قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah Fatimah namun Ali tidak ada di rumah. Beliau lalu bertanya: ‘Kemana putra pamanmu?’ Fatimah menjawab, ‘Antara aku dan dia terjadi sesuatu hingga dia marah kepadaku, lalu dia pergi dan tidak tidur siang di rumahku’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seseorang: ‘Carilah, dimana dia’. Kemudian orang itu kembali dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia ada di masjid sedang tidur’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya, ketika itu Ali sedang berbaring sementara kain selendangnya jatuh di sisinya hingga ia terkena pasir. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkannya seraya berkata, ‘Bangunlah wahai Abu Thurab, banugnlah Abu Thurab’.”([3])
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memanggil Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dengan kondisinya saat itu yang penuh dengan pasir, beliau memanggilnya dengan sebutan “Bangunlah Wahai Abu Thurab”.
Demikian pula dalam suatu hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggil Hudzaifah radhiallahu ‘anhu dengan berkata,
قُمْ يَا نَوْمَانُ
“Bangunlah wahai orang yang sedang tidur.”([4])
Oleh karenanya ayat ini menunjukkan bahwa tatkala Allah Subhanahu wa ta’ala ingin memerintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perintah yang berat, yaitu wajibnya shalat malam, maka Allah Subhanahu wa ta’ala memanggil Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kelembutan dengan mengatakan,
يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad).”
Penafsiran kedua adalah ayat ini sebagai peringatan. Ketika Allah Subhanahu wa ta’ala memanggil dengan menyebutkan sifat “Wahai orang-orang yang berselimut”, maka panggilan ini juga bisa berlaku bagi orang selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu umatnya yang berselimut untuk bangun shalat malam. Karena ayat ini secara dzahir tidak mengkhususkan penyebutan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melainkan kepada manusia secara umumnya. Oleh karenanya bagi siapapun yang tidur berselimut hendaknya mengingat ayat ini, karena Nabi kita pernah berselimut dan dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk bangun shalat malam([5]).
_______________________________
Footnote :
([1]) HR. Bukhari no. 3, Muslim no. 160
([2]) Tafsir Al-Qurthuby (19/33)