5. بَلْ يُرِيدُ ٱلْإِنسَٰنُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُۥ
bal yurīdul-insānu liyafjura amāmah
5. Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
Tafsir :
Ada beberapa tafsiran para ulama tentang ayat ini. Di antara penafsiran para ulama bahwa ayat ini bercerita tentang sifat manusia, yaitu manusia seakan-akan berkata “Saya akan bermaksiat, dan saya akan bertaubat nanti”. Sehingga tatkala dia telah berniat untuk taubat dikemudian hari maka dia berani untuk bermaksiat saat ini([1]). Dia menyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Pengampun, sehingga dia berani bermaksiat. Hal seperti ini sebagaimana saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihissalam ingin membunuh Nabi Yusuf ‘alaihissalam, mereka mengatakan,
اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.” (QS. Yusuf : 9)
Artinya mereka memerintahkan untuk membunuh Nabi Yusuf ‘alaihissalam, setelah itu baru bertaubat([2]). Dan betapa banyak orang yang melakukan maksiat, di antara yang memotivasi mereka untuk bermaksiat adalah bisikan syaithan bahwa tidak mengapa bermaksiat karena setelah itu bisa bertaubat sebelum meninggal. Akan tetapi yang banyak terjadi adalah seseorang meninggal sebelum dia sempat untuk bertaubat.
Di antara tafsiran yang lain dan penafsiran ini dikuatkan oleh para ulama, yaitu maksudnya adalah orang-orang musyrikin mendustakan hari kiamat yang ada di depannya([3]). Sehingga mereka berbuat fajir dan tidak peduli karena tidak meyakini hari kiamat. Akhirnya mereka berani berbuat zina, membunuh, main judi, bersikap zalim, dan berkata apa pun yang mereka kehendaki. ([4])
Oleh karenanya benar suatu ungkapan bahwasanya perkara yang paling mudah untuk membuat seseorang meninggalkan maksiat dan kemungkaran adalah keyakinan seseorang tentang adanya hari kiamat. Yaitu dia yakin bahwa seluruh perkataannya, lirikan matanya, semua yang didengar, dan apa-apa yang terbetik di dalam hati, akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat kelak. Maka jika seseorang yakin akan adanya hari kiamat, maka dia akan berhati-hati dalam berbicara, berhati-hati dalam mengumbar pandangannya. Akan tetapi jika iman seseorang kurang terhadap hari kiamat, meskipun dia Islam, maka dia pasti akan nekat berbuat maksiat. Karena tidaklah seseorang berani berbuat maksiat kecuali imannya kurang.
___________________________
Footnote :
([1]) Tafsir Ath-Thabariy 24/53, Al-Kassyaf Li Az-Zamakhsyariy 4/660, Tafsir Al-Baghawiy 8/281, Tafsir Al-Qurthubiy 19/95 dan Tafsir Ibnu Katsir 8/276.
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 4/218.
([3]) Tafsir Ath-Thabariy 24/53, Tafsir Al-Baghawiy 8/281, Tafsir Al-Qurthubiy 19/95, Tafsir Ibnu Katsir 8/276, At-Tafsir Al-Ma’tsur 22/452
([4]) Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/403.