6. وَإِذَا ٱلْبِحَارُ سُجِّرَتْ
wa iżal-biḥāru sujjirat
6. dan apabila lautan dijadikan meluap
Tafsir:
Ini juga merupakan perkara yang sangat mengerikan. Makna dari sisi bahasa الْبِحَارُ mencakup seluruh kumpulan air mencakup seperti lautan, selat, sungai, danau dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَّحْجُورًا
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan), yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak bisa ditembus.” (QS Al-Furqan : 53)
Sehingga terkadang sungai juga disebut الْبِحَارُ dalam bahasa arab. Dan kita tahu bahwa sungai terpisah dari lautan. Diantara keduanya ada penghalang sehingga tidak bercampur.
Allah berfirman وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ yaitu “tatkala lautan di-tasjir”. Ini sama dengan firman Allah :
وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ
“Dan demi laut yang dinyalakan” (QS At-Thuur : 6)
Terdapat khilaf tentang makna سُجِّرَتْ di kalangan para ahli tafsir. Ada yang mengatakan artinya أُوقِدَتْ “dinyalakan” dan ada yang mengartikan dengan مُلِئَتْ yaitu “penuh” kemudian meluap keluar dari lautan (Tafsir At-Thobari 21/568).
Kita tahu bahwa air laut di dunia ini menutupi lebih dari 2/3 permukaan bumi ini, lebih dari 70% isinya adalah air laut. Tanah yang kita pijak ini bagiannya kurang dari 30%. Kebanyakannya diisi oleh air dengan berbagai macam jenisnya, ada lautan, ada sungai, ada danau, ada selat, dan lainnya. Pada hari kiamat kelak Allah akan menjadikan air laut tersebut penuh lalu meluap dan kemudian terjadi banjir hebat sehingga para ulama mengatakan bahwa seluruh air akan bersatu. Yang tadinya Allah menjadikan barzakh yaitu adanya pemisah/pembeda antara air laut dan air sungai, maka Allah akan angkat mengangkat barzakh tersebut sehingga bercampurlah dan bersatu padu antara air asin dan air tawar.
Mujahid berkata
فُجِّرَ بَعْضُهَا فِي بَعْضٍ، الْعَذْبُ وَالْمِلْحُ، فَصَارَتِ الْبُحُورُ كُلُّهَا بَحْرًا وَاحِدًا
“Meluap sehingga bercampur satu dengan yang lainnya, yang tawar dengan yang asin, maka jadilah seluruh lautan menjadi satu lautan” (Tafsir Al-Qurthubi 8/346-347)
Ini jika kita bawakan makna سُجِّرَتْ dengan مُلِئَتْ “penuh”
Adapun pendapat yang menyatakan سُجِّرَتْ yang lain kata para ulama adalah أُوقِدَتْ “dinyalakan” sehingga bermakna “tatkala air lautan dinyalakan oleh Allah”.
Ibnu ‘Abbas berkata :
أُوقِدَتْ فَصَارَتْ نَارًا تَضْطَرِمُ
“Lautan dinyalakan hingga menjadi api yang bergejolak” (Tafsir al-Qurthubi 8/346)
Dan sebagian salaf memaknakan سُجِّرَتْ dengan يَبِسَتْ “kering”. Qotadah berkata :
ذَهَبَ مَاؤُهَا فَلَمْ يَبْقَ فِيهَا قَطْرَةٌ
“Kering airnya hingga tidak tersisa meskipun hanya setetes” (Tafsir Al-Baghowi 8/347)
Apabila kita mengompromikan beberapa tafsiran ini maka kondisi air laut pertama kali tatkala terjadi hari kiamat yaitu air laut tersebut akan meluap kemudian meluber lalu bergabung antara air sungai dan air laut, antara air asin dan air tawar, kemudian Allah menyalakan air tersebut, Allah akan membakar air tersebut sehingga yang tadinya berupa lautan air menjadi lautan api. Setlah itu jadilah laut menjadi kering.
Hanya Allah yang mengetahui bagaimana caranya lautan air dibakar. Allah mampu mengubah kondisi yang satu menjadi kondisi yang lain. Seperti apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim ketika Allah menjadikan api yang seharusnya membakar kemudian menjadi dingin dan penyelamat bagi Ibrahim. Allah berfirman :
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
Kami berfirman, “Wahai api! Jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” (QS Al-Anbiya : 69)
Begitupun Allah juga mampu menjadikan air laut menjadi api yang menyala. Oleh karena itu, sebagian ulama menyatakan bahwa air dengan rumus H20 yang tersusun dari hidrogen dan oksigen Allah mampu melepaskan dua molekul tersebut kemudian membakar dua molekul tersebut sehingga menjadi lautan api. Hanya Allah yang mengetahui caranya yang jelas lautan air kelak akan menjadi lautan api, dan ini menambah kengerian dan kedahsyatan hari kiamat.
Perkara-perkara yang terdapat pada 6 ayat di awal ini sebagaimana kata Ubay bin Ka’ab dan juga Ibnu ‘Abbas radiyallahu’anhumaa adalah perkara-perkara yang terjadi di dunia sebelum tiupan sangkakala yang kedua. Kita tahu bahwa hari kiamat terjadi dengan dua tiupan sangkakala. Allah berfirman:
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنظُرُونَ
“Ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (hisab).” (QS Az-Zumar : 68)
Kemudian 6 perkara berikutnya adalah perkara-perkara yang terjadi setelah ditiupkan sangkakala yang ke dua yaitu perkara-perkara yang terjadi di akhirat.