1. إِذَا ٱلشَّمْسُ كُوِّرَتْ
iżasy-syamsu kuwwirat
1. Apabila matahari digulung.
Tafsir:
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa matahari adalah makhluk yang sangat besar. Para ilmuwan menyatakan bahwasanya diameter matahari 109 kali lebih besar dari diameter bumi. Adapun jarak dari bumi ke matahari menurut mereka sekitar 150 juta km, ini adalah jarak yang sangat jauh. Wallahu a’lam akan kebenarannya. Para ilmuan juga menyatakan bahwa di permukaan matahari terjadi ledakan-ledakan yang besar, dari situlah timbul sinar yang sangat kuat. Meskipun jarak antara bumi dengan matahari sejauh itu tetapi panasnya matahari sampai ke bumi.
Surat At-Takwir adalah surat makiyyah, surat yang diturunkan oleh Allah tatkala Nabi berada di fase mekah menghadapi orang musyrikin yang mengingkari tentang adanya hari kiamat dan hari kebangkitan. Dan matahari adalah makhluk besar yang setiap hari dilihat oleh orang-orang musyrikin. Karenanya Allah menjelaskan bahwa matahari yang selama ini terbit di sebelah timur kemudian terbenam di sebelah barat tidak akan selamanya demikan. Akan ada suatu saat dimana gerakan tersebut akan berubah.
Ayat ini didukung dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
الشَّمْسُ وَالقَمَرُ مُكَوَّرَانِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Matahari dan bulan dilipat pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari no 3200)
Dalam bahasa Arab, makna dari At-takwir berputar pada 3 makna sebagaimana penafsiran para salaf.
Yang pertama at-takwir artinya جَمْعُ بَعْضِ الشَّيْءِ إِلَى بَعْضٍ “Dikumpulkan satu dengan yang lainnya” كَتَكْوِيرِ الْعِمَامَةِ، وَهُوَ لَفُّهَا عَلَى الرَّأْسِ seperti takwiir sorban, yaitu melipatnya dan menggulungnya di kepala. Makna kedua dari takwir adalah إِذَا ذَهَبَ ضَوْءُهَا dzahaba dhouuha “hilang cahayanya” ini diantara makna takwir yang disebutkan oleh para salaf dalam tafsir mereka. Dan makna ketiga dari takwir adalah إِذَا رُمِيَ بِهاَ yaitu dilemparkan. Sehingga kalimat tatkala matahari ditakwir, bisa diartikan dengan tatkala matahari dilipat, lalu dilemparkan, sehingga tatkala itu matahari hilang cahayanya. (lihat Tafsir At-Thobari 24/128-131)
Para ulama telah menjelaskan bahwa tatkala kita belajar ilmu tafsir, kebanyakan perkataan-perkataan para salaf yang berbeda-beda dalam satu ayat bukanlah tafsir thadhadh (tafsir yang saling bertentangan), tetapi termasuk tafsir tanawu’ (tafsir yang beraneka ragam dan tidak saling bertentangan). Berbeda dengan perselisihan dalam masalah fiqih, perselisihan yang terdapat di dalam pembahasan fiqih kebanyakannya adalah bertentangan (kontradiktif), madzhab ini mengatakan demikian madzab itu mengatakan demikian. Madzhab yang satu mengatakan menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu sedangkan madhzab lain mengatakan membatalkan wudhu. Adapun dalam masalah tafsir, kebanyakan perselisihan yang terjadi bukanlah perselisihan yang saling kontradiktif tetapi perselisihan yang saling mendukung. Sebagaimana makna at-takwir kita dapati ada 3 tafsiran dari salaf, yang pertama dilipat, yang kedua hilang cahanya, dan yang ketiga dilemparkan. Apabila diteliti, masing-masing tafsiran tersebut mempunyai sandaran dalil baik ditinjau dari sisi bahasa atau adanya hadist-hadist Nabi yang mendukung tafsiran tersebut.
Sehingga untuk mengompromikan tafsiran-tafsiran tersebut apabila dicermati kembali, secara bahasa takwir yaitu dilipat sebagaimana imaamah yang dilipat. Makna bahasanya bisa dipahami tetapi hakekat senyatanya bagaimana matahari dilipat –wallahu’alam- tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah bagaimana Allah mengumpulkan bagian yang satu dengan bagian yang lain. Kemudian setelah dilipat maka hilanglah cahayanya kemudian matahari tersebut dilemparkan ke dalam neraka jahannam. Sebagaimana apa yang terdapat dalam sebuah hadist yang shahih, Rasulullah bersabda :
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ثَوْرَانِ مُكَوَّرَانِ فِي النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Matahari dan bulan seolah-olah seperti dua ekor banteng yang dilemparkan ke neraka di hari kiamat.” (HR. Thahawi dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Ad-Dho’ifah 1/242 no 124)
Salah satu bukti luasnya neraka jahannam adalah Allah akan melemparkan matahari dan rembulan ke dalam neraka Jahannam. Diantara faidah Allah berbuat demikian kata para ulama adalah :
Pertama; matahari tersebut sebagai bahan bakar di akhirat, dan
Kedua; untuk menghinakan orang-orang yang menyembah matahari dan bulan. Orang-orang yang selama di dunia menyembah matahari dan bulan akan mendapati sesembahan mereka juga dimasukkan ke dalam neraka jahannam. Hal ini tentu sangat menyedihkan mereka karena apa yang mereka sembah ternyata ikut di neraka bahkan ikut membakar mereka. (Lihat Syarh Musykil Al-Aatsaar 1/170 dan Fathul Baari 6/300)
Hal ini sesuai dengan firman Allah :
إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ (98) لَوْ كَانَ هَؤُلَاءِ آلِهَةً مَا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ (99)
Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya (QA Al-Anbiyaa’ : 98-99)
Asy-Syingqithi berkata :
هَذِهِ الْآيَةُ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ جَمِيعَ الْمَعْبُودَاتِ مَعَ عَابِدِيهَا فِي النَّارِ
“Ayat ini menunjukan bahwa seluruh sesembahan (selain Allah) bersama para penyembahnya di neraka” (Daf’u iihaam al-idththiroob ‘an Aayaatil Kitaab hal 156)
Oleh karena itu ayat yang pertama ini memberi peringatan kepada kaum musyrikin yang setiap hari mereka menyaksikan matahari terbit dari sebelah timur terbenam di sebelah barat dan senantiasa bercahaya, kelak di akhirat akan semua itu akan hilang, cahayanya akan hilang dan matahari tersebut akan dilipat oleh Allah kemudian dilemparkan ke dalam neraka jahannam.