3. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
wa iżā kālụhum aw wazanụhum yukhsirụn
3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
Tafsir:
Para ulama menyebutkan bahwasanya perbuatan curang seperti ini adalah salah satu contoh perkara yang dianggap sepele oleh sebagian orang. Tetapi ternyata masalah mengurangi timbangan bukanlah perkara yang ringan, bahkan perkara ini pernah menjadi sebab dihancurkannya sebuah umat, yaitu kaum Madyan, umatnya Nabi Syu’aib ‘alaihissallam. Allah subhanallahu wata’ala berfirman :
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ وَلَا تَنقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ۚ إِنِّي أَرَاكُم بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيطٍ
Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada sesembahan yang berhak engkau sembah selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (Kiamat).” (QS Hud : 84)
Perkara yang sebagian dari kita anggap sepele tersebut ternyata pernah menjadi sebab diturunkannya adzab pada suatu kaum karena pembangkangan kaum Madyan tidak mau mengikuti perintah Allah. Hendaknya setiap orang dalam menakar dan menimbang harus sempurna tidak boleh dikurangi dari ukuran seharusnya. Allah subhanallahu wata’ala berfirman:
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS Al-Isra’ : 35)
Kebanyakan penduduk Madinah menggunakan takaran karena mayoritas pekerjaan mereka adalah pengepul. Apabila mereka menjual kurma mereka akan menggunakan ukuran so’ dimana ukuran tersebut adalah ukuran voume. Adapun penduduk kota Mekkah kebanyakan mereka menggunakan timbangan karena kebanyakan mereka adalah para pedagang, seperti menjual emas dan perak yaitu dengan cara ditimbang. Dan kedua-duanya baik takaran maupun timbangan harus disempurnakan.
Suatu hal yang sangat disayangkan, karena ternyata praktik seperti ini adalah praktik yang masih sering dijumpai sampai sekarang. Terutama para syarikat-syarikat, perusahaan-perusahaan besar, atau penjual-penjual yang menjual dalam jumlah besar. Terkadang orang miskin terpaksa membelinya padahal mereka tahu bahwa timbangannya kurang. Kadang tertulis 50kg di suatu kantong beras tetapi setelah ditimbang kurang dari 50kg. Bisa jadi kekurangan 1kg ini dianggap sepele oleh penjualnya, tetapi disisi Allah ini adalah masalah yang besar. Praktek seperti ini berbahaya dan diancam oleh Allah dengan kebinasaan dan kehancuran.
Para ulama menyebutkan bahwasanya apa yang disebutkan oleh Allah subhanallahu wata’ala tentang mengurangi takaran dan timbangan ini adalah sekedar contoh dan bukan merupakan batasan. Artinya ini bisa diqiyaskan kepada permasalahan lainnya. Seperti ketika menilai orang lain, ketika seseorang membenci orang lain maka dia hanya menyebutkan keburukan-keburukannya tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Orang yang seperti ini takarannya tidak benar. Padahal ini juga berkaitan dengan harga diri orang lain dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah subhanallahu wata’ala.
Sebagian ulama juga mengaitkannya dengan orang yang hanya bisa menuntut tetapi tidak mau dituntut. Dalam ayat ini Allah mencela orang jika membeli dia ingin timbangannya sempurna, tetapi jika menjual dia mengurangi timbangannya. Jadi apa yang berkaitan dengan hak dia, dia tuntut. Tetapi kalau berkaitan dengan hak orang lain dia anggap remeh. Sehingga setiap orang yang hanya ingin haknya dipenuhi sementara hak orang lain tidak diperdulikannya maka dia termasuk dalam ayat ini.
Sampaipun dalam permasalahan keluarga, seorang suami yang selalu menuntut istrinya agar menjadi istri yang shalihah, taat kepadanya, tidak boleh membantah. Tetapi berkaitan dengan hak istri dia lalai. Dia tidak pernah membantu istrinya mengurus rumah, tidak pernah membantu istrinya mencuci pakaian dan memasak, tidak ada waktu untuk istrinya, istrinya butuh belaian dan sentuhan suaminya tetapi tidak pernah diperdulikannya. Sesungguhnya ini termasuk perbuatan yang dicela sebagaimana ayat ini, hak dia ingin dipenuhi tetapi hak orang lain tidak dia penuhi.
Termasuk pula dalam hal ini yatu hubungan antara rakyat dengan pemimpin, terkadang atau malah banyak dijumpai rakyat yang selalu menuntut haknya agar dipenuhi pemerintah, tetapi kewajibannya sebagai rakyat tidak diperhatikan, dengan cara selalu melanggar peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah. Demikian juga sebaliknya bisa jadi pemerintah selalu menuntut hak kepada rakyat dengan mewajibkan mereka untuk membayar ini dan itu, akan tetapi hak-hak dan kesejahteraan rakyat tidak mereka penuhi.
Demikian juga para pekerja yang mencuri-curi waktu kerjaan, mereka datang terlambat dalam pekerjaan atau mereka keluar lebih dahulu sebelum waktu kerja berakhir, namun tatkala menuntut gaji maka mereke menuntut agar gaji mereka dipenuhi 100 persen.