8. إِنَّهُۥ عَلَىٰ رَجْعِهِۦ لَقَادِرٌ
innahụ ‘alā raj’ihī laqādir
Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).
Tafsir Surat ath-Thariq Ayat-8
Surat At-Thariq diturunkan untuk kaum musyrikin Arab yang mengingkari hari kebangkitan. Maka Allah ingin mengingatkan sebagaimana Allah mampu menciptakan manusia dari air mani, Allah lebih mudah untuk membangkitkan manusia kembali dari kematiannya. Allah berfirman:
وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ ۚ وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ar-Rum : 27)
Secara logika dan realita semua mengerti bahwasanya mengulangi sesuatu itu lebih mudah daripada ketika membuatnya pertama kali. Oleh karena itu, Allah membuat contoh seperti itu agar manusia menggunakan otaknya untuk merenungkannya. Namun bagi Allah semuanya mudah dan sama mudahnya.
Tentang tafsir ayat ini, ada 4 pendapat sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Jarir At-Thobari. Pendapat pertama, kata ‘mengembalikannya’ kembali kepada air mani, yaitu Allah mampu mengembalikan air mani setelah terpancarkan. Kata orang, kalau air susu sudah keluar dari putingnya maka tidak mungkin dikembalikan, begitupun dengan air mani kalau sudah keluar dari kemaluan maka tidak mungkin dikembalikan. Bagi manusia mustahil, tetapi Allah kuasa untuk mengembalikan itu semua, Allah mampu untuk mengembalikan air mani yang sudah terpancarkan masuk kembali ke dalam kemaluan.
Pendapat kedua, yaitu Allah mampu mengembalikan manusia kembali menjadi air mani jika Allah berkehendak.
Pendapat ketiga, yaitu Allah mampu mengembalikan manusia dari kondisi tua kepada kondisi muda, dari kondisi muda kepada kondisi anak-anak.
Pendapat keempat, yaitu Allah mampu untuk membangkitkan kembali manusia. (Lihat Tafsir At-Thobari 24/297-299). Pendapat keempat inilah yang lebih tepat dilihat dari konteks pembicaraan yaitu tentang hari kebangkitan. Dan pendapat inilah yang dirajihkan oleh Ibnu Jarir At-Thobari.
Pada hari kiamat kelak, yang paling utama adalah masalah hati. Allah bermuamalah dengan hamba-hamba-Nya terutama di atas apa yang ada dalam hati mereka. Berbeda ketika kita di dunia, kebanyakan muamalah kita adalah tergantung kepada dzahirnya. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam juga bermuamalah dengan orang-orang munafik melihat dzahirnya, padahal di dalam diri mereka ada kekufuran. Adapun di akherat maka muamalah Allah paling utama adalah masalah hati. Allah berfirman:
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“(88) (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna; (89) Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS Asy-Syu’ara : 88-89)