4. إِن كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ
ing kullu nafsil lammā ‘alaihā ḥāfiẓ
tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.
Tafsir Surat ath-Thariq Ayat-4
Tidak ada satu jiwa pun melainkan ada pencatat amalnya. Sebagaimana yang telah berlalu pada tafsir surat Al-Infithar bahwasanya setiap manusia diikuti oleh para malaikat yang mencatat amalan dia. Allah berfirman:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10)كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ (12)
“(10) Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaika-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu); (11) Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu); (12) Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Infithar : 10-12)
Allah juga berfirman:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)
“(16)Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat padanya daripada urat lehernya; (17) (Ingatlah) Ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri; (18) Tidak ada satu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS Qaf : 16-18)
Terkait ayat 16 ini, para ulama mengatakan bahwasanya yang dimaksudkan dengan kata ‘’Kami lebih dekat’’ adalah para malaikat yang lebih dekat dari urat nadinya. Sehingga malaikat mencatat segala sesuatu yang kita lakukan. Baik itu berupa perbuatan tubuh atau perkataan. Apa yang seseorang lakukan semuanya disaksikan oleh malaikat pencatat, walaupun dia bersendirian dan tidak ada manusia yang melihatnya. Demikian pula ketika seseorang hendak berbicara, hendaknya dia merenungkan dan memikirkan bahwasanya ucapannya itu pasti akan dicatat oleh malaikat. Padahal betapa banyak orang yang terjerumus ke dalam neraka jahannam gara-gara satu ucapan yang tidak dia pikirkan terlebih dahulu. Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting, dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam.” (HR Bukhari no. 6478)
Apalagi ucapan-ucapan berbahaya yang menyangkut masalah aqidah. Terlebih sekarang sangat banyak pemikiran-pemikiran yang sesat yang dipropagandakan oleh orang-orang liberal. Perkataan-perkataan semacam semua agama adalah benar, semua agama bisa menjadi jalan masuk surga, ini adalah perkataan-perkataan kufur yang dilontarkan oleh orang-orang liberal.
Diantara hal yang kedudukannya seperti ucapan adalah tulisan. Apa yang kita tulis dalam internet, dalam laman media sosial semuanya dicatat oleh malaikat. Maka hendaknya kita tidak sembarangan dalam mencatat, menulis, dan mengambil kesimpulan kemudian kita sebarkan di dunia maya.
Dan kecepatan lisan itu lebih cepat dari pada kecepatan tubuh. Tubuh kita gerakannya hanya terbatas. Kita ingin memukul maka pukulannya terbatas, ingin menendang maka tendangannya terbatas. Ketika kita ingin mendzalimi orang dengan tangan atau dengan kaki kita, maka hal itu tidak bisa kita lakukan kecuali orang tersebut ada di hadapan kita. Berbeda ketika kita ingin mendzalimi orang lain dengan lisan kita. Bahkan ketika orangnya sudah mati pun bisa kita dzalimi dengan cara menisbatkan kepadanya ucapan-ucapan yang tidak benar. Dan manusia zaman sekarang, mereka sangat hobi berkomentar, demikianlah sifat dasar manusia. Manusia senangnya jadi komentator dalam segala hal, meskipun bukan bidangnya. Bahkan dalam masalah agama dia juga ikut berkomentar, padahal dia jahil tentang masalah agama. Seorang dokter ikut berkomentar masalah agama, ahli fisika dan ahli kimia yang tidak pernah menghafal ayat-ayat Allah, tidak mengetahui hadist-hadist Nabi shalalahu ‘alayhi wa sallam, tidak mengerti bahasa arab kemudian hobinya berkomentar tentang masalah agama, sungguh ini merupakan perkara yang berbahaya. Semua orang pasti memahami bahwa apabila ada seorang ulama atau seorang ustadz yang pengetahuannya banyak dalam masalah agama, hafalannya terhadap Al-Quran dan hadist-hadist Nabi banyak, kemudian ikut nimbrung di ruang operasi berkomentar kepada ahli bedah maka ini adalah ulama yang bahlul, karena dia berbicara tidak pada tempatnya. Maka demikian juga sebaliknya, jika ada seorang yang bergelar Professor dalam bidang kedokteran, kemudian ikut nimbrung dalam masalah agama, maka ini berbahaya.
Selain perkataan dan perbuatan, diantara yang dicatat juga adalah amalan hati. Semua yang bergejolak di hati dicatat oleh malaikat. Seperti riya’, suudzon kepada Allah, hasad kepada saudaranya, semua akan dicatat oleh malaikat. Bahkan ketika seseorang berniat kebaikan, dicatat juga oleh para malaikat. Allah menjadikan malaikat mengetahui manusia yang sedang berniat kebaikan. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ
“Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak.”
Seseorang yang berniat baik semata akan dicatat oleh Alah, meskipun dia tidak mengerjakannya terlebih lagi apabila dia mengerjakannya maka baginya pahal yang berlipat ganda. Hal ini menunjukkan luasnya karunia Allah. Oleh karena itu, tidak ada salahnya kita berniat baik dan senantiasa melatih diri kita untuk berniat baik. Ketika kita melihat orang miskin namun kita tidak memiliki kecukupan harta untuk membantunya, maka minimal kita berniat akan membantunya ketika kelak memiliki harta. Yang seperti akan dicatat oleh Allah. Suatu saat jika kita telah terbiasa berniat baik, maka hal itu akan membawa kita untuk berbuat baik. Hal ini berbeda dengan orang yang berniat buruk. Kata Allah dalam kelanjutan hadist:
وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” (HR Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 131 (207))
Ini adalah dalil bahwasanya masalah niat juga dicatat oleh para malaikat. Oleh karena itu, ketika mengetahui bahwa para malaikat mengetahui apa yang kita lakukan, maka hendaknya kita berhati-hati. Karena sesungguhnya yang mengisi buku catatan amal kita hakikatnya adalah kita sendiri, para malaikat hanya mencatatnya. Semua isi catatan berupa ucapan kita, perbuatan kita, isi hati kita, merupakan data dari kita yang disetorkan kepada malaikat. Pada hari kiamat kelak kita akan melihat hasil catatan amal kita.