1. لَآ أُقْسِمُ بِهَٰذَا ٱلْبَلَدِ
lā uqsimu bihāżal-balad
Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah).
Tafsir Surat al-Balad Ayat-1
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan negeri disini adalah kota Mekah. Namun para ulama khilaf (silang pendapat) makna laa pada awal ayat ini. Pendapat pertama mengatakan laa disini adalah untuk membantah, seakan-akan Allah membantah persangkaan orang-orang musyrik yang mengatakan tidak ada hari kebangkitan, lalu Allah melanjutkan bersumpah dengan Mekah bahwasanya hari kiamat itu benar adanya. Yaitu seakan-akan Allah berkata “Tidak benar persangkaan kalian wahai kaum musyrikin bahwa tidak ada hari kiamat, sungguh Aku bersumpah dengan kota ini”
Pendapat kedua mengatakan laa disini bermakna tidak, seakan-akan Allah tidak bersumpah dengan kota Mekah karena adanya hari kebangkitan tidak butuh dengan sumpah. Adanya hari kebangkitan merupakan perkara yang sangat jelas sehingga tidak butuh bersumpah dengan kota Mekah.
Pendapat ketiga mengatakan laa disini laa zaidah (tambahan)[1] yang maksudnya untuk menguatkan. Artinya Allah benar-benar bersumpah dengan kota Mekah. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh para salaf dan inilah yang lebih benar. Dalam bahasa Arab kata laa sering digunakan untuk penekanan. Seperti firman Allah kepada iblis:
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
“(Allah) berfirman, ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?’ (Iblis) menjawab, ‘Aku lebih baik daripada dia, Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’” (QS Al-A’raf : 12)
Dan di ayat lain yang mirip dengan ayat di atas, Allah berfirman:
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْعَالِينَ
“(Allah) berfirman, ‘Wahai iblis, apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?’” (QS Shad : 75)
Di ayat pertama Allah menggunakan laa tetapi di ayat kedua Allah tidak menggunakan laa, padahal maksud yang diinginkan sama. Dari sini dapat disimpulkan penggunaan laa pada ayat pertama adalah untuk penekanan. Contoh lain bisa dijumpai pada firman Allah:
لِّئَلَّا يَعْلَمَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَلَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّن فَضْلِ اللَّهِ ۙ
“Agar ahli kitab mengetahui bahwa sedikitpun mereka tidak akan mendapat karunia Allah.” (QS Al-Hadid : 29)
Bentuk yang persis mirip dengan ayat pertama surat Al-Balad ini bisa dijumpai pada firman Allah:
۞ فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ (75) وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ (76)
“(75) Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang; (76) Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui.” (QS Al-Waqi’ah : 75-76)
Oleh karena itu, pendapat yang terkuat dari tiga pendapat tadi bahwasanya laa disitu adalah laa zaidah untuk penekanan, bahwasanya Allah benar-benar bersumpah dengan kota Mekah.
Kota Mekah adalah kota mulia yang aman lagi suci. Allah juga bersumpah dengan kota Mekah di ayat yang lain:
وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
“Dan demi negeri (Mekah) yang aman ini.” (QS At-Tin : 3)
Mekah juga merupakan salah satu dari dua tanah suci, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ
“Sesungguhnya Nabi Ibrahim menjadikan kota Mekah sebagai kota haram, dan sesungguhnya aku menjadikan Madinah sebagai kota yang haram juga.” (HR Muslim no. 1362)
Diantara keistimewaan dari kota Mekah yang tidak dimiliki oleh kota-kota yang lain adalah barangsiapa yang berniat buruk di kota Mekah maka terancam dengan azab yang pedih, bahkan ketika niat itu baru muncul di dalam hatinya. Allah berfirman:
وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zhalim di dalamnya, niscaya akan Kami rasakan kepadanya siksa yang pedih.” (QS Al-Hajj : 25)
Inilah salah satu kekhususan kota Mekah yang tidak terdapat pada kota-kota lainnya. Barangsiapa yang menginginkan, berkehendak, bertekad, atau berniat untuk melakukan keburukan di kota Mekah maka dia terancam dengan adzab yang pedih. Kata para ulama meskipun dia tatkala berniat buruk sedang sedang berada di Shan’a (di Yaman) dan belum di Mekah. Apalagi berniat buruknya tatkala di Mekah.
[1] الحُرُوْفُ الزَّائِدَةُ Huruf-huruf tambahan dalam al-Qurán bukanlah maksudnya sama saja jika tidak ada huruf tersebut tidak merubah arti, akan tetapi maksudnya “tambahan”dari sisi i’roob, bahwasanya huruf-huruf secara i’roob tidak memiliki kedudukan. Akan tetapi secara makna tentu ada tambahan makna yaitu untuk menekankan, sebagaimana dalam ayat ini dan ayat-ayat yang lainnya. Diantara fungsi huruf-huruf tambahan ini juga adalha untuk memperindah susunan kata-kata. (lihat Al-Burhaan fi Úluumil Quráan, Az-Zarkasyi 3/72, Sirrul Fashoohah, Al-Khofaaji hal 156, Tafsiir al-Kasyyaaf, Az-Zmakhsyari 1/431)