17. ثُمَّ كَانَ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْمَرْحَمَةِ
ṡumma kāna minallażīna āmanụ wa tawāṣau biṣ-ṣabri wa tawāṣau bil-mar-ḥamah
Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
Tafsir Surat al-Balad Ayat-17
Terdapat dua pendapat di kalangan para ulama mengenai ayat ini. Pendapat pertama mengatakan, maksud ayat ini adalah seakan-akan Allah mengatakan kepada orang kafir tadi mengapa ia tidak mau berbuat kebaikan-kebaikan tersebut? Dan jika dia hendak melakukan kebaikan-kebaikan tersebut maka ia harus beriman terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwasanya seorang kafir bagaimanapun amalan kebajikan yang dia lakukan namun tidak dibangun di atas keimanan tetap tidak akan diterima oleh Allah. (lihat Tafsir Al-Baghowi 8/433)
Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata :
يَا رَسُولَ اللهِ، ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ، وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ، فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ؟ قَالَ: ” لَا يَنْفَعُهُ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا: رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
“Wahai Rasulullah, dahulu di zaman jahiliyah, Ibnu Jad’an gemar menyambung tali silaturrahmi, memberi makan orang miskin, apakah itu bermanfaat baginya?” Nabi menjawab, “Tidak, sesungguhnya ia tidak pernah sekalipun mengatakan, ‘Wahai Rabbku ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan’.” (HR Muslim no. 214)
Seluruh kebaikan yang dia lakukan tidak bermanfaat meskipun dia membebaskan budak-budak, meskipun dia memberi makan kepada fakir miskin, meskipun dia memuliakan tamu, meskipun dia menyambung silaturahmi, namun itu semua tidak ada faedahnya di sisi Allah. Allah berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ
“Dan tidaklah ada yang menghalangi infak mereka diterima kecuali karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS At-Taubah : 54)
Demikian juga apa yang terjadi pada Abu Thalib, paman Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam yang rela mati demi membela Nabi. Dia rela berperang melawan kerabat-kerabatnya demi membela keponakannya yaitu Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam. Tetapi karena meninggal dalam kesyirikan, dia tetap dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Oleh karena itu, para ikhwan yang dirahmati olerh Allah SWT, seorang meskipun baiknya apapun jika dia musyrik, tidak beriman kepada Allah, kebaikannya tidak akan diterima oleh Allah SWT. oleh karenanya Allah mengatakan tsumma kaana minalladziina aamanuu, silahkan engkau berbuat kebajikan dengan syarat engkau termasuk orang-orang yang beriman,
Pendapat kedua bahwa maksud ayat ini adalah barangsiapa yang berbuat kebajikan, diantaranya membebaskan budak, memberi makan kepada fakir miskin, kemudian setelah itu dia masuk islam dan beriman, maka seluruh kebajikan yang pernah dia lakukan tersebut ketika masih jahiliyyah akan diterima oleh Allah. (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/71). Demikianlah salah satu keistimewaan islam, barangsiapa yang masuk islam maka amalan shaleh yang pernah dia lakukan sebelum islam akan diikut sertakan dalam keislamannya, semua akan menjadi simpanan amal shaleh baginya. Adapun kemaksiatan yang pernah dia lakukan sewaktu kafir semuanya akan terhapuskan.
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ أَشْيَاءَ كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ عَتَاقَةٍ أَو صِلَةِ رَحِمٍ ، فَهَلْ فِيْهَا مِنْ أَجْرٍ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خَيْرٍ.
Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan sewaktu masa Jahiliyyah seperti shadaqah, membebaskan budak atau silaturahmi tetap mendapat pahala?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah masuk Islam beserta semua kebaikanmu yang dahulu.” (HR Bukhari no. 1436)
Ini adalah dalil bahwasanya orang yang baru masuk islam maka seluruh amalan kebajikan yang pernah dia lakukan sewaktu kafir juga akan tercatat di sisi Allah sebagai amalan shaleh.
Kemudian Allah menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, yaitu senantiasa saling berwasiat untuk bersabar. Karena kehidupan ini butuh dengan kesabaran, yaitu kesabaran dalam menjalankan ketaatan, kesabaran dalam menjauhi kemaksiatan, dan kesabaran tatkala ditimpa musibah. Dan mereka juga saling mewasiatkan untuk saling merahmati satu sama lain. Dan saling mewasiatkan untuk merahmati adalah perangai yang agung. Dan tidaklah seseorang berwashiat untuk merahmati kecuali ia tahu betul akan keagungan dan kemuliaan rahmat. Dan tentunya ia telah melakukannya sebelum berwashiat kepada orang lain. Ini juga menunjukan bahwa diantara sifat utama orang-orang yang beriman adalah sabar dan sayang kepada sesama makhluk (lihat At-Tahriir wa at-Tanwiir 30/361).
Barangsiapa yang merahmati orang lain maka dia akan dirahmati oleh Allah. Nabi bersabda:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاء
“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah yang di atas muka bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR Tirmidzi no. 1924)
Bahwa ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mengasihi kambing jika aku menyembelihnya”. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالشَّاةُ إِنْ رَحِمْتَهَا رَحِمَكَ اللَّهُ
“Jika engkau mengasihinya maka Allah merahmatinya.” (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 373)
Jika mereka saling berwashiat untuk merahmati (mengasihi) maka mereka akan memperhatikan orang-orang miskin dan anak yatim (Lihat Tafsir al-Qurthubi 20/71)