10. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
fasanuyassiruhu lil’usraa
“Maka Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan)”
Tafsir Surat Al-Lail Ayat-10
Realita seperti ini banyak dijumpai dalam kehidupan nyata. Seseorang yang punya banyak harta tetapi infak untuk acara-acara kebaikan dia berat hati mengeluarkannya. Berbeda halnya jika dalam acara kemaksiatan, maka dia rela uangnya keluar banyak. Inilah diantara hukuman Allah kepadanya. Uangnya habis untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat, sungguh semua itu akan dihisab oleh Allah.
Sebagian ahli tafsir seperti Al-Hafidz Ibnu Katsir dan lainnya menyebutkan tafsiran lain tentang ayat ini bahwa ayat فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ dan فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ berkaitan dengan takdir. Yang beriman akan dimudahkan jalannya menuju kebaikan dan menuju surga. Yang tidak beriman akan dimudahkan jalannya menuju keburukan dan neraka Jahannam. Oleh karena itu, ketika Suraaqah Bin Malik pernah bertanya kepada Rasulullah:
يَا رَسُولَ اللهِ، بَيِّنْ لَنَا دِينَنَا كَأَنَّا خُلِقْنَا الْآنَ، فِيمَا الْعَمَلُ الْيَوْمَ، أَفِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ أَمْ فِيمَا نَسْتَقْبِلُ؟ قَالَ: لَا، بَلْ فِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ. قَالَ: فَفِيمَ الْعَمَلُ؟ فَقَالَ: اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ
“Wahai Rasulullah, mohon berikan penjelasan tentang agama ini kepada kami, seolah-olah kami diciptakan sekarang ini. Untuk apakah kita beramal hari ini, apakah pada hal-hal yang pena telah kering dan takdir yang berjalan, ataukah untuk yang akan datang?” Beliau menjawab, “Bahkan pada hal-hal yang pena telah kering darinya dan takdir yang berjalan.” Ia bertanya, “Lalu apa guna beramal?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beramallah kalian, karena masing-masing dipermudah (untuk melakukan sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya).” (HR Muslim no. 2648)
Segala sesuatu yang terjadi di alam ini pada asalnya sudah tercatat di kitab lauhul mahfuzh 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Rasulullah bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR Muslim no. 2653)
Bahkan setiap manusia telah dicatatkan untuk dirinya tempat tinggal terakhirnya kelak, surga atau neraka. Namun jika ada yang bertanya, kalau begitu apa gunanya beramal jika pada akhirnya masuk neraka juga? Jawabannya adalah seandainya setiap manusia diberi kabar sebelumnya tentang ditakdirkan ke surga atau ke neraka, maka tidak usah beramal. Akan tetapi tidak ada satu pun dari manusia yang mengetahui akan hal itu. Seandainya dia ditakdirkan masuk ke dalam neraka, maka dia akan dimudahkan untuk menuju neraka dengan melakukan sebab-sebab sehingga dia bisa terjerumus ke dalamnya. Adapun jika dia ditakdirkan masuk ke dalam surga, maka dia akan dimudahkan untuk menuju surga dengan melakukan sebab-sebab sehingga dia bisa masuk ke dalamnya. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan untuk beramal karena tujuan akhir setiap manusia sesuai dengan amalannya tersebut. Dan hendaknya seorang muslim berhusnuzhan kepada Allah bahwa dia akan dimasukkan ke dalam surga sehingga dia akan terus beramal kebajikan.
Lebih dari itu, setiap manusia sadar bahwasanya dirinya bisa memilih. Apa yang kita lakukan bukan merupakan hasil paksaan dari luar, sebagaimana pemahaman sekte Jabariyyah. Mereka menganggap bahwasanya semua perbuatan manusia seperti bulu yang diterbangkan oleh angin, gerakannya ditentukan oleh arah angin, sehingga manusia tinggal pasrah akan dimasukkan ke dalam surga atau neraka. Namun setiap manusia juga sadar bahwa apa yang dia lakukan sebagiannya memang di luar kontrol dia, tidak sebagaimana pemahaman sekte Qadariyyah yang menganggap bahwa campur tangan Allah tidak ada. Padahal seorang manusia itu bisa membedakan ketika badannya sedang gemetar dimana dia tidak bisa mengontrolnya dan ketika berjalan dimana dia sendirilah yang mengendalikan kakinya. Seseorang yang turun dari tangga bisa merasakan bahwa dirinyalah yang berkeinginan memijak anak tangga satu demi satu, tetapi apabila dia tiba-tiba terjatuh dari tangga maka dia sadar bahwa saat itu dia tidak bisa mencegahnya seketika.
Namun yang harus diyakini adalah semua kehendak kita dan keinginan kita hakikatnya di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, harus ditekankan bahwasanya takdir merupakan rahasia Allah. Tidak boleh seseorang bertanya kenapa Allah menakdirkan demikian dan demikian, karena Allah berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya.” (QS Al-Anbiya’ : 23)
Karena berusaha mengetahui rahasia Allah adalah perkara yang sia-sia. Terlalu banyak perkara-perkara di sekitar kita yang tidak mampu otak kita cerna. Ruh yang selama ini menyertai diri kita saja tidak bisa singkap hakikatnya. Mimpi yang menghiasi tidur-tidur kita, malaikat, jin, dan makhluk ghaib lainnya semuanya tidak bisa kita nalar. Apalagi tentang takdir yang merupakan rahasia Allah. Tugas manusia hanyalah berhusnuzhan kepada Allah bahwasannya dia akan dimudahkan masuk ke dalam surga, sehigga dia semangat melaksanakan amalan-amalan shaleh. Karena setiap manusia akan dimudahkan menuju takdirnya.