11. وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ
wamaa yughnii ‘anhu maaluhu idzaa taraddaa
“Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa”
Tafsir Surat Al-Lail Ayat-11
“Binasa” di sini ada dua tafsiran, ada yang mengartikan “binasa dengan terjerumus dalam neraka” dan ada yang mengartikan “binasa” maksudnya adalah “mati”. (lihat Tafsir At-Thobari 24/473-475)
Orang ini adalah orang yang disifatkan oleh Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ (1) الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ (2) يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ (3) كَلَّا ۖ لَيُنبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ (4)
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela; (2) Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya; (3) Dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya; (4) Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah.” (QS Al-Humazah : 1-4)
Harta yang dimilikinya tidak akan bisa mengekalkannya. Bahkan dia tidak akan bisa menunda umurnya barang 1 detik pun. Jika ajal itu sudah datang maka sampai disitulah kehidupannya. Dan tidak akan bermanfaat harta tersebut.
Kata maa pada ayat ini terbagi menjadi dua tafsiran. Pertama, sebagian menafsirkan sebagai maa nafiyah (untuk meniadakan) sehingga makna ayat ini menjadi, “Tidak bermanfaat hartanya apabila dia telah binasa”. Saat dia ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir di kubur hartanya selama dia di dunia tidak akan bermanfaat. Saat dia disidang oleh Allah di akherat, hartanya selama dia di dunia tidak akan bermanfaat. Bagaimana hartanya akan bermanfaat sedangkan dia dibangkitkan dalam keadaan tidak membawa apa-apa.
Kedua, sebagian lain menafsirkan sebagai maa istifhamiyah (untuk pertanyaan) sehingga makna ayat ini menjadi, (seakan-akan Allah bertanya) “Manfaat apa yang bisa diberikan oleh hartanya apabila dia telah binasa?” Jawabannya tentu saja tidak ada manfaat sama sekali. Justru harta yang dia kumpulkan selama dia di dunia akan membinasakannya di akhirat kelak. Karena setiap orang di akherat kelak akan ditanyai dengan dua pertanyaan tentang hartanya, dari mana ia dapatkan dan kemana ia menghabiskannya. Rasulullah bersabda:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ»
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan kemana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.” (HR Tirmidzi no. 2417)
Pertanyaan pertama saja sudah membuat banyak orang yang binasa, yaitu dari mana dia dapatkan hartanya. Apakah dengan cara yang haram, dengan cara yang syubhat, dengan cara menzhalimi orang lain, dengan cara menipu orang lain, dengan cara korupsi, dan lain-lainnya. Jika pertanyaan pertama dia lolos, karena hartanya didapatkan dengan cara yang halal. Sisa pertanyaan kedua yang juga tidak mudah mempertanggungjawabkannya, yaitu kemana dia habiskan hartanya. Untuk di jalan Allah atau untuk berfoya-foya. Semuanya akan ditanya oleh Allah subhanahu wata’ala.