3. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
laylatu alqadri khayrun min alfi syahrin
“Malam qadar itu lebih baik daripada seribu bulan”
Tafsir Surat Al-Qadar Ayat-3
Para ahli tafsir membicarakan mengenai hikmah dari seribu bulan. Mereka berkata bahwa ini adalah rahmat Allah kepada kaum muslimin, ummatnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. An-Nawawi berkata :
لَيْلَةُ الْقَدْرِ مُخْتَصَّةٌ بِهَذِهِ الْأُمَّةِ زَادَهَا اللَّهُ شَرَفًا فَلَمْ تَكُنْ لِمَنْ قَبْلَهَا
“Lailatul Qodar khusus untuk umat ini -semoga Allah menambah kemuliaannya-, dan tidak didapatkan oleh umat-umat sebelumnya” (Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab 6/447)
Karena Nabi telah mengabarkan bahwa umur ummatnya hanya berkisar antara 60-70 tahun saja dan demikianlah kenyataannya. Nabi bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yg bisa melampui umur tersebut.” (HR Ibnu Majah no. 4236)
Artinya jika sudah 60 tahun, maka itu adalah pertanda bahwa sebentar lagi dia akan meninggal dunia, kebanyakannya demikian. Sedangkan umur ummat-ummat terdahulu panjang-panjang. Nabi Nuh saja berdakwah selama 950 tahun, bagaimana dengan umurnya sendiri, tentu lebih dari itu. Oleh karena itu, Allah ingin memberi karunia kepada ummat Muhammad dengan suatu malam yaitu malam lailatul qadar, yang jika seseorang beribadah pada malam tersebut dengan ibadah yang sungguh-sungguh maka ibadahnya akan bernilai lebih baik daripada seribu bulan. Jika dihitung-hitung maka seribu bulan itu setara dengan 83 tahun 4 bulan, dan ini sudah melebihi umur ummat Muhammad secara rata-rata. Sehingga jika dia diberi taufiq oleh Allah untuk beribadah di malam lailatul qadar tersebut dengan ibadah yang benar, maka seakan-akan dia telah beribadah seumur hidupnya, bahkan lebih baik daripada ibadah seumur hidupnya. Jika ia memperoleh lailatul qodar selama 10 tahun maka seakan-akan ia telah beribadah selama 830 tahun lebih, nah bagaimana lagi jika mendapatkan lailatul qodar selama 20 tahun? Dengan demikian seseorang bisa berlomba menyaingi umat terdahulu -yang berumur Panjang- dengan berusaha beribadah di malam-malam lailatul qodar. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
نَحْنُ الْآخِرُونَ الْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ
“Kita (umat Islam) yang terakhir (secara zaman -pen) namun yang pertama (dari sisi kemuliaan -pen) pada hari kiamat, dan kita yang pertama masuk surga” (HR Muslim no 855)
Para ulama membahas tentang turunnya Al-Quran. Al-Quran ditulis di al-Lauh al-Mahfuuzh. Al-Lauh al-Mahfuuzh secara bahasa artinya lembaran yang terjaga, yaitu terjaga dari pencurian syaithan atau terjaga dari perubahan. Karena Allah telah mencatat takdir seluruh makhluk di lauhul mahfudz 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan di bumi. Dan diantara yang ditulis di lauhul mahfudz adalah Al-Quran secara lengkap. Akan tetapi Allah menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad secara bertahap berdasarkan kejadian-kejadian. Allah berfirman:
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلًا
“Dan Al-Quran (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap.” (QS Al-Isra’ : 106)
Kemudian Al-Quran pertama kali diturunkan di malam lailatul qadar yaitu malam yang penuh dengan keberkahan (sebagaimana pendapat Asy-Sya’bi). Allah berfirman dalam ayat yang lain:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh Kamilah yang memberi peringatan.” (QS Ad-Dukhan : 3)
Sebagaimana Allah memilih sesuai dengan apa yang dikehendakinya maka Allah memilih malam itu sebagai malam yang paling mulia dan berkah dibanding malam-malam lainnya untuk diturunkannya Al-Quran pertama kali. Dan Allah memilih malam tersebut sebagai malam yang paling mulia dalam tiap-tiap tahun. Allah berfirman:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ ۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS Al-Qashash : 68)
Dengan hikmah-Nya, Allah menciptakan langit menjadi tujuh lapis kemudian menjadikan langit tertinggi lebih mulia dari langit yang di bawahnya. Dengan hikmah-Nya, Allah menciptakan surga-surga kemudian menjadikan surga Firdaus sebagai surga yang tertinggi. Dengan hikmah-Nya, Allah memilih para Nabi dari sekian banyak manusia, kemudian memilih lima diantaranya sebagai Rasul Ulul Azmi, lalu memilih dua diantaranya (yaitu Ibrahim dan Muhammad ‘alaihimas salaam) sebagai kholilullah “kekasih Allah”. Dengan hikmah-Nya, Allah menciptakan banyak tempat kemudian memilih sebagian tempat sebagai tempat yang mulia seperti Mekkah, Madinah, dan Al-Aqsha. Dengan hikmah-Nya, Allah menciptakan 12 bulan kemudian memilih bulan Ramadhan sebagai bulan yang paling mulia. Dan dengan hikmah-Nya pula, Allah menciptakan malam-malam dalam setahun kemudian menjadikan malam lailatul qadar sebagai malam yang terbaik, dan diturunkan di dalamnya Al-Quran.
Sebab Penamaan Lailatul Qadar
Al-Qadar dalam bahasa Arab memiliki 3 makna. (1) الشَّرَفُ “kemuliaan”, (2) maknanya adalah sempit, dan (3) maknanya taqdir
Pertama : Lailatul Qodar maksudnya لَيْلَةٌ ذَاتُ الشَّرَفِadalah malam penuh kemuliaan, karena barangsiapa yang beribada di malam tersebut maka ia seperti beribadah lebih dari 1000 bulan
Kedua : Malam yang sempit
Karena kata قَدَرَ bisa artinya “sempit” sebagaimana kata ini dijumpai dalam banyak ayat, diantaranya firman Allah:
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi (menyempitkan) rezekinya, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah menghinaku’.” (QS Al-Fajr : 16)
Juga firman Allah
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (QS Al-Anbiya : 87)
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (QS At-Tholaq : 7)
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya (QS al-Isroo’ : 30)
Kata para ulama, dinamakan malam yang sempit karena malam itu banyak malaikat yang turun sehingga seakan-akan dunia sempit sesak karena dipenuhi oleh malaikat.
Ketiga : Kemudian diantara makna Al-Qadar yang lain adalah takdir dimana pada malam lailatul qadar tersebut Allah menetapkan takdir. Allah berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4) أَمْرًا مِّنْ عِندِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ (5)
“(3) Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh Kamilah yang memberi peringatan; (4) Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah; (5) (Yaitu) urusan dari sisi Kami. Sungguh Kamilah yang mengutus Rasul-Rasul.” (QS Ad-Dukhan : 3-5)
Terkait takdir, Allah telah menurunkan takdirnya berdasarkan beberapa tingkatan:
Pertama, takdir Allah yang dicatat di lauhul mahfuzh. Semua hal yang akan terjadi sampai hari kiamat telah dicatat di lauhul mahfuzh dan tidak akan ada perubahan. Akan tetapi Allah kabarkan berita tentang takdir tersebut secara bertahap.
Kedua, takdir ‘umri atau takdir umur yaitu takdir yang dicatat oleh malaikat ketika Allah meniupkan ruh kepada janin dalam perut seorang ibu. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasibnya bahagia atau celaka.
Ketiga, takdir sanawi yaitu takdir tahunan. Dimana setiap tahun pada malam lailatul qadar Allah menurunkan takdir-Nya sampai tahun depan. Sebagaimana dalam surat Ad-Dukhan di atas. Yaitu Allah memindahkan data taqdir setahun dari al-Lauh al-Mahfuuz ke catatan para malaikat. Karena para malaikat tidak tahu isi al-Lauh al-Mahfuuzh.
Keempat, takdir harian yaitu takdir yang Allah putuskan keputusan-keputusan. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
يَسْأَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
“Apa yang di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS Ar-Rahman : 29)
Yaitu berada dalam kesibukan untuk menyampaikan keputusan-keputusan. Tetapi takdir harian, takdir tahunan, dan takdir umur, semuanya merupakan catatan yang diambil dari takdir yang ada di lauhul mahfuzh yang tidak akan pernah mengalami perubahan dan hanya Allah saja yang mengetahuinya.