1. لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
lam yakuni alladziina kafaruu min ahli alkitaabi waalmusyrikiina munfakkiina hattaa ta/tiyahumu albayyinatu
“Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata”
Tafsir Surat Al-Bayyinah Ayat-1
Para ulama berselisih pendapat tentang status surat Al-Bayyinah, apakah tergolong Makkiyah atau Madaniyah. Jumhur ulama berpendapat bahwa surat ini adalah surat Madaniyyah, dan sebagian ulama yang lain berpedapat bahwa surat ini adalah surat Makiyyah. Hal ini karena di Mekkah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya berinteraksi dengan orang-orang musyrikin dan orang-orang Jahiliyah saja. Adapun dalam surat ini Allah berbicara tentang Ahlul Kitab, sedangkan Nabi tidaklah berinteraksi dengan mereka kecuali ketika beliau sudah di Madinah. Karena setibanya beliau di Madinah, disana telah menetap orang-orang Anshar dari suku Al-Aus dan Al-Khazraj yang sebelumnya merupakan penyembah berhala dan juga orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa’.
Pada asalnya orang-orang Yahudi tidak tinggal di kota Madinah, akan tetapi setelah mereka mendapat kabar di dalam kitab Taurat bahwasanya akan diutus seorang Nabi terakhir dan tempat hijrah Nabi tersebut adalah di suatu tempat yang banyak kebun kurmanya, maka mereka mencari tempat tersebut dan akhirnya ditemukanlah kota Madinah, lalu mereka menetap disana menunggu Nabi tersebut. Mereka juga sangat mengetahui sifat-sifat Nabi terakhir yang akan diutus tersebut. Allah berfirman:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
“Orang-orang yang telah Kami beri kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS Al-Baqarah : 146)
Mereka menduga bahwasanya Nabi terakhir tersebut dari kalangan Bani Israil, sebagaimana Nabi-Nabi sebelumnya. Nabi Ibrahim memiliki dua anak yaitu Ishaq dan Ismail. Ishaq memiliki anak yaitu Ya’kub yang kemudian dijuluki Israil. Dari Ya’kub inilah kemudian lahir semua Nabi setelahnya, mulai dari Nabi Yusuf hingga Nabi Isa, sehingga semua Nabi tersebut adalah keturunan Bani Israil. Adapun Ismail tidak memiliki keturunan yang menjadi Nabi kecuali Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi pun menantikan kedatangan Nabi yang terakhir yang mereka tahu bahwasanya Nabi tersebut akan mendatangkan kejayaan dan kemenangan. Kaum Yahudi sering sesumbar kepada orang-orang Anshar, mereka mengatakan, “Wahai kaum Anshar, akan diutus Nabi terakhir dan kami akan bersama Nabi tersebut untuk melawan kalian.”
Tetapi ternyata Nabi tersebut terlahir dari bangsa Arab, sehingga mereka pun kafir kepada Nabi tersebut disebabkan hasad karena Nabi tersebut bukan dari Bani Israil. Allah berfirman:
وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
“.. Sedangkan sebelumnya mereka (yaitu orang-orang yahudi) memohon kemenangan atas orang-orang kafir (yaitu kaum anshor tatkala masih kafir), ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar.” (QS Al-Baqarah: 89)
Namun justru kaum Anshar lah (yaitu suku al-Aus dan al-Khozroj) yang beriman kepada Nabi yang di kemudian hari akan menyertai Nabi dalam memerangi Yahudi.
Kaum Anshor berkata :
كُنَّا قَدْ عَلَوْنَاهُمْ دَهْرًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَنَحْنُ أَهْلُ الشِّرْكِ، وَهُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ، فَكَانُوا يَقُولُونَ: إِنَّ نَبِيًّا الْآنَ مَبْعَثُهُ قَدْ أَظَلَّ زَمَانُهُ، يَقْتُلُكُمْ قَتْلَ عَادٍ وَإِرَمَ. فَلَمَّا بَعَثَ اللَّهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ رَسُولَهُ مِنْ قُرَيْشٍ وَاتَّبَعْنَاهُ كَفَرُوا بِهِ
“Kami (kaum Anshor) dahulu mengalahkan kaum yahudi beberapa lama di zaman jahiliyah, dan ketika itu kami masih musyrik sementara mereka ahlul kitab. Mereka dahulu berkata, “Sungguh seorang nabi sekarang sudah hampir tiba pengutusannya, ia akan membunuhi kalian sebagaimana dibinasakannya kaum ‘Aad dan Irom”. Tatkala Allah mengutus RasulNya dari suku Quraisy justru kami (kaum Anshor) yang mengikutinya sementara mereka kafir kepadanya” (Tafsir At-Thobari 2/237)
Inilah alasan mengapa jumhur ulama memasukkan surat Al-Bayyinah ke dalam golongan surat Madaniyyah.
Surat Al-Bayyinah juga mempunyai beberapa nama selain Al-Bayyinah, seperti: surat Al-Qayyimah, surat Munfakkin, surat Ahlul Kitab, surat Lam Yakunilladzina Kafaru. Sebagaimana dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi pernah berkata kepada Ubay bin Ka’ab:
إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ {لَمْ يَكُنْ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ}”. قَالَ: وَسَمَّانِي؟! قَالَ: “نَعَمْ”، فَبَكَى.
“Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu surat ‘Lam Yakunilladzina Kafaru’.” Ubay berkata, “Dia (Allah) menyebut namaku, wahai Rasulullah,” Nabi menjawab. “Iya.” Ubay pun menangis. (HR Bukhari no. 4959)
Allah berfirman pada permulaan surat:
- لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
“Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata”
Para ulama terbagi dalam beberapa pendapat tentang tafsir ayat ini. Diantara pendapat tersebut adalah:
Pertama, bahwasanya Ahli kitab dan kaum musyrikin tidak akan melepaskan diri dari kesyirikan sampai datang bukti yang nyata. Yaitu setelah datang bukti yang nyata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka sebagian mereka beriman kepada Nabi dan melepaskan kesyirikan mereka.
Kedua, bahwasanya Ahli kitab dan kaum musyrikin tidak meninggalkan pujian-pujian terhadap Nabi sampai Muhammad datang mengaku Nabi. Karena sebelumnya orang-orang Yahudi memuji Nabi karena mereka meyakini Nabi tersebut akan datang dari kaum mereka. Kaum musyrikin juga memuji Nabi karena mereka mengenal Nabi sebagai orang yang memiliki sifat Ash-Shadiq Al-Amin (jujur dan terpercaya). (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/141)
Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى الْجَبَلِ فَنَادَى يَا صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ إِلَى آخِرِهَا
Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau naik ke bukit seraya berseru, “Wahai sekalian manusia.” Maka orang-orang Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, “Bagaimana, sekiranya aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan segera menyergap kalian di pagi hari atau di sore hari, apakah kalian akan membenarkanku?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda lagi, “Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian sebelum datang adzab yang pedih.” Maka Abu Lahab pun berkata, “Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: “TABBAT YADAA ABII LAHAB..” Hingga akhir ayat.” (HR Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208)
Jadi mereka akan terus memuji Nabi dan tidak akan meninggalkan pujian tersebut, melainkan setelah Nabi datang dan mengumumkan bahwasanya dirinya adalah seorang Nabi, barulah mereka mencela.
Ayat ini juga menjadi dalil bahwasanya seluruh ahli kitab dan kaum musyrikin keduanya adalah orang kafir. Selain itu, ahli kitab itu sendiri juga telah berbuat kesyirikan. Kaum musyrikan pada zaman Nabi adalah kaum penyembah berhala dan penyembah api (orang-orang Majusi). Sedangkan kesyirikan ahli kitab berbeda, orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Uzair adalah anak Allah, mereka menyamakan antara Allah dengan makhluk dengan mengatakan tangan Allah terbelenggu, mereka juga mengatakan Allah miskin. Orang-orang Nasrani mengatakan Allah adalah satu dari yang tiga, mereka juga mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah, dan berbagai macam perilaku-perilaku dan kesyirikan-kesyirikan mereka yang Allah kabarkan dalam Al-Quran.
Namun dalam ayat ini Allah membedakan antara kaum musyrikin (penyembah berhala) dan ahlul kitab (kaum Yahudi dan Nasrani), karena masing-masing mempunyai hukum yang khusus yang tidak sama dengan lainnya. Ahli kitab asalnya memiliki kitab suci, Yahudi punya Kitab Taurat dan Nasrani punya Kitab Injil. Sehingga hukum yang berlaku kepada mereka berbeda dengan hukum yang berlaku pada kaum musyrikin. Diantaranya, sembelihan ahli kitab halal untuk dimakan sebagaimana sembelihan kaum muslimin, sementara tidak halal sembelihan kaum musyrikin. Allah berfirman tentang sembelihan ahli kitab:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman.” (QS Al-Maidah : 5)
Wanita ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani juga boleh dinikahi oleh laki-laki muslim dengan syarat wanita tersebut adalah wanita yang menjaga diri (bukan pezina). Allah berfirman:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَاب مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“Dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan.” (QS Al-Maidah : 5)
Adapun menikahi wanita-wanita musyrik hukumnya tidak boleh. Allah berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba sahaya yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah : 221)
Oleh karena itu, Allah membedakan antara ahli kitab dan kaum musyrikin karena kesyirikan ahli kitab dan kesyirikan kaum musyrikin pada zaman itu berbeda sehingga hukum yang berlaku diantara mereka juga berbeda.