Istighfar Doa Terbaik
(Khutbah Jumat)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ اِلَيْه، وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
معاشر المسلمين، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ الْـمُتَّقُون
Sesungguhnya di antara ibadah yang mudah, pahalanya sangat besar, namun sering dilalaikan oleh sebagian kita adalah membasahi lisan untuk berzikir kepada Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ telah mewasiatkan kepada salah seorang sahabat,
لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Hendaknya lisanmu selalu basah dari berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”([1])
Terlalu banyak dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya berzikir adalah ibadah yang sangat agung, sangat mudah dikerjakan, akan mendapatkan pahala yang besar, dan kapan pun bisa dikerjakan oleh seorang hamba.
Di antara sekian banyak zikir yang agung adalah beristigfar kepada Allah ﷻ. Zikir dengan beristigfar mendapatkan perhatian khusus dalam syariat Islam. Oleh karenanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
طُوبَى لِمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيرًا
“Beruntunglah bagi orang yang mendapatkan di dalam catatan amalnya istigfar yang banyak.”([2])
Oleh karenanya kita dapati bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang paling sering beristigfar. Beliau mengatakan,
إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِي، وَإِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ، فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari zikir kepada Allah, sesungguhnya Aku beristigfar seratus kali dalam sehari.”([3])
Kita sadar bahwasanya di zaman ini sangat mudah bagi kita untuk bermaksiat kepada Allah ﷻ, baik tatkala kita sedang berada di dalam rumah maupun di luar rumah kita. Kenapa demikian? Karena setiap orang pasti memiliki media sosial, dan setiap orang pasti bermaksiat dengan media sosialnya. Entah dia bermaksiat dengan apa yang dia lihat, entah dengan apa yang dia dengar, entah dengan apa yang dia baca, atau bahkan dengan komentar yang dia tulis, dan itu pasti dilakukan oleh setiap orang yang memiliki media sosial.
Sungguh betapa banyak aurat wanita yang kita lihat di media sosial, dan lama kelamaan kita menjadi terbiasa, sementara lisan kita enggan untuk beristigfar kepada Allah ﷻ. Oleh karenanya menjadi sangat penting bagi seseorang untuk memperbanyak istigfar, karena dia harus sadar bahwasanya dia melakukan dosa setiap hari.
Dahulu, orang hanya bisa berbuat dosa jika dia keluar dari rumahnya, adapun jika dia tetap berada di rumahnya maka dia akan terhindar dari banyaknya dosa. Namun di zaman sekarang berbeda, seseorang di dalam rumah pun tidak bisa terhindar dari berbagai macam dosa. Kenapa? Karena selama dia bisa mengakses internet, dia bisa melihat apa yang dia ingin lihat, maka dia tidak akan luput dari dosa. Maka ini menekankan kepada kita bahwasanya harus sering-sering beristigfar kepada Allah ﷻ.
Di antara hal yang menekankan kepada kita untuk beristigfar kepada Allah ﷻ adalah karena tidak mampunya kita untuk bersyukur kepada Allah ﷻ atas banyaknya kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Sesungguhnya setiap nikmat yang Allah berikan kepada kita wajib untuk kita syukuri.
Oleh karenanya, para ulama menyebutkan bahwasanya di antara hikmah ketika seseorang keluar dari toilet kemudian dia berkata “غُفْرَانَكَ” ‘Aku memohon ampunan-Mu ya Allah’ adalah seseorang telah mengeluarkan kotoran dari dalam tubuhnya, dan itu adalah nikmat yang luar biasa. Jika sekiranya kotoran tersebut tetap tinggal di dalam tubuhnya maka akan menimbulkan banyak penyakit. Sehingga seseorang sadar bahwasanya di antara sekian banyak kenikmatan dari Allah ﷻ adalah Allah ﷻ membersihkan tubuhnya dari kotoran, dan dia sadar bahwa dia tidak mampu untuk mensyukurinya, sehingga dia berkata غُفْرَانَكَ ‘Aku memohon ampunan-Mu ya Allah.
Lihatlah, nikmat yang Allah ﷻ berikan kepada kita sangatlah banyak, bahkan jika kita ingin menghitungnya maka kita tidak akan mampu untuk menghitungnya. Maka hal ini menekankan kepada kita untuk banyak beristigfar kepada Allah ﷻ, karena tidak ada di antara kita yang mampu untuk mensyukuri nikmat Allah ﷻ tersebut sebagaimana yang seharusnya.
Di antara hal lain juga yang semakin menekankan kita untuk memperbanyak istigfar adalah karena kita tidak bisa beribadah kepada Allah dengan seharusnya. Siapakah di antara kita yang bisa salat dengan khusyuk yang luar biasa? Siapakah yang bisa salat dengan salat yang sesuai dengan keagungan Rabb semesta alam? Tentu tidak akan ada yang mampu. Oleh karenanya, orang-orang saleh terdahulu telah mencontohkan kepada kita bahwa di penghujung ibadah mereka beristigfar kepada Allah ﷻ. Bukankah setiap kita selesai salat kita beristigfar? Lihatlah, kita tidak beristigfar setelah bermaksiat, tapi kita beristigfar setelah kita beribadah. Kenapa? Karena kita tidak mampu untuk salat sebagaimana salat yang Allah ﷻ kehendaki. Bukankah ketika bertakbir saja pikiran kita telah beterbangan ke mana-mana? Maka wajar kita dianjurkan untuk beristigfar ketika setelah selesai salat.
Lihatlah orang-orang saleh ketika mereka salat malam. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ﴾
“Dan pada akhir mala mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 18)
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
﴿وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ﴾
“Dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar.” (QS. Ali-‘Imran: 17)
Siapa mereka ini? Mereka adalah orang-orang yang siangnya bersedekah, dan malamnya mereka salat malam, dan mereka tutup salat malamnya dengan beristigfar kepada Allah ﷻ. Lihatlah, mereka tidak ujub dan bangga dengan ibadah yang mereka lakukan, mereka sadar bahwasanya ibadah yang mereka lakukan penuh dengan kekurangan.
Lihatlah orang-orang yang berhaji, Allah ﷻ menyuruh mereka ketika hendak meninggalkan padang Arafah untuk beristigfar. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾
“Mohonlah ampunan kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 199)
Lihatlah, orang yang berhaji, dia telah mengorbankan biaya, mereka telah letih, di bawah terik matahari berdoa kepada Allah di padang Arafah, dan sebelum meninggalkannya pun mereka diperintahkan untuk beristigfar.
Lihatlah Nabi Muhammad ﷺ di penghujung dakwah beliau. Setelah beliau berdakwah selama 23 tahun, beliau menggunakan seluruh waktunya untuk Allah, tidaklah Nabi Muhammad ﷺ berdiri, bergerak, duduk, berkata, atau apa pun kecuali semuanya karena Allah ﷻ, dan dakwah beliau meraih keberhasilan. Akan tetapi lihatlah firman Allah ﷻ kepada beliau,
﴿إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا، فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا﴾
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dalam dengan Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nashr: 1-3)
Setelah ayat ini turun, maka Nabi Muhammad ﷺ setiap kali rukuk dan sujud beliau berdoa,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Maha suci Engkau wahai Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, ya Allah ampunilah aku.”([4])
Hal itu beliau lakukan sebagai bentuk pengamalan dari ayat tersebut.
Inilah yang membuat kita harus sering-sering beristigfar kepada Allah ﷻ, yaitu karena kita sering melakukan dosa, kita tidak pandai bersyukur, dan kita tidak bisa beribadah kepada Allah ﷻ sebagaimana mestinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﷺ menyebutkan bahwasanya ibadah salat itu dari awal sampai akhir isinya adalah istigfar. Lihatlah, tatkala seseorang mengawali salatnya, di antara yang dia baca adalah,
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana pakaian putih yang disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air salju dan es yang dingin.”([5])
Kemudian juga ketika rukuk dan sujud, seseorang membaca doa yang Nabi Muhammad ﷺ baca,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Maha suci Engkau wahai Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, ya Allah ampunilah aku.”([6])
Kemudian juga tatkala kita duduk di antara dua sujud, kita juga beristigfar dengan mengucapkan,
رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي
Atau dengan mengucapkan,
رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي
“Ya Rabbku, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki dan berilah aku petunjuk.”([7])
Kemudian ketika di penghujung salat, Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan kepada kita doa-doa untuk kita panjatkan. Di antara doa tersebut yaitu,
اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang lama dan yang baru, yang tersembunyi dan nyata, yang aku lakukan keterlaluan dan engkau lebih tahu daripada diriku. Engkaulah yang memajukan dan memundurkan. Tidak ada ilah selain Engkau.”([8])
Lebih daripada itu, setelah selesai salat pun yang kita ucapkan langsung adalah beristigfar. Ini menunjukkan bahwasanya salat itu isinya adalah istigfar.
Istigfar adalah zikir yang sangat agung. Bahkan karena saking agungnya, Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan oleh Allah ﷻ untuk beristigfar untuk kaum mukminin. Allah ﷻ berfirman,
﴿فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ﴾
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad: 19)
Saking agungnya istigfar, malaikat pun berdoa untuk kaum mukminin. Apa yang mereka doakan untuk kaum mukminin? Allah ﷻ berfirman,
﴿الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ﴾
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu (agama-Mu) dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala’.” (QS. Ghafir: 7)
Oleh karenanya, jangan kita malas dan merasa enggan untuk senantiasa membasahi lisan kita untuk beristigfar kepada Allah ﷻ. Apa susahnya ketika sambil berjalan kita beristigfar kepada Allah ﷻ? Apa susahnya ketika kita sedang berkendara kita mengucapkan istigfar? Apa susahnya kita menunggu antrean sambil beristigfar? Sangat mudah. Sungguh merugi apabila waktu berjalan sementara kita hanya bisa bengong, lisan kita tidak basah dengan istigfar, akhirnya waktu kita terbuang pada hal-hal yang kurang bermanfaat.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيْئَة فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوَانِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِى عَلَيهِ وعَلَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ
Sidang jamaah Jumat yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Sesungguhnya istigfar mendatangkan banyak faedah di dunia maupun di akhirat. Di antara faedah bagi seseorang yang beristigfar adalah akan dimudahkan segala urusannya. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib t, beliau berkata,
مَا نَزَلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah datang musibah atau bencana kecuali karena dosa, dan tidaklah musibah tersebut diangkat kecuali dengan taubat.”
Nabi Nuh ‘Alaihissalam juga berkata kepada kaumnya,
﴿فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا، يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا، وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا، مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا﴾
“Maka aku (Nuh) berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepada kalian, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan kebun-kebun untuk kalian dan mengadakan sungai-sungai untuk kalian. Mengapa kalian tidak takut akan kebesaran Allah?’.” (QS. Nuh: 10-13)
Ini contoh bahwasanya istigfar mendatangkan manfaat, bahkan manfaat duniawi. Oleh karena itu, tidaklah seseorang ketika mengalami apa pun, baik berupa ketakutan, kegelisahan, kekhawatiran, hendaknya dia beristigfar kepada Allah ﷻ, sebab tidaklah hal-hal tersebut menimpa seseorang kecuali karena dosa-dosanya. Ketika kita tahu bahwa itu sebabnya adalah dosa-dosa kita, maka bersegeralah kita untuk membasahi lisan kita untuk beristigfar kepada Allah ﷻ.
Manfaat istigfar di dunia jelas adanya, maka bagaimana lagi dengan manfaat di akhirat? Tentu istigfar seseorang akan mengangkat derajatnya di akhirat kelak. Disebutkan dalam sebuah hadis,
إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: أَنَّى هَذَا؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
“Sesungguhnya seseorang akan di angkat derajatnya di surga, lalu orang tersebut akan bertanya, ‘Bagaimana ini bisa terjadi?’ Lalu dijawab, ‘Karena anakmu telah memohonkan ampun untukmu’.”([9])
Maka dengan semakin terkikisnya dosa seseorang, maka derajat seseorang akan semakin tinggi di surga kelak. Orang-orang mungkin banyak masuk surga, akan tetap bagaimana derajat mereka? Derajat mereka ditentukan dengan seberapa banyak hilangnya dosa dari diri mereka. Oleh karenanya ketika di padang mahsyar, tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali Nabi Muhammad ﷺ. Semua nabi-nabi yang mulia menolak untuk memberi syafaat agar Allah ﷻ datang untuk memulai persidangan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda bahwasanya orang-orang mendatangi Nabi Adam ‘Alaihissalam dan berkata,
أَنْتَ أَبُو البَشَرِ، خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَأَمَرَ المَلاَئِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ، أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ، أَلاَ تَرَى إِلَى مَا قَدْ بَلَغَنَا؟ فَيَقُولُ آدَمُ: إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ اليَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ، وَإِنَّهُ قَدْ نَهَانِي عَنِ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ، نَفْسِي نَفْسِي نَفْسِي، اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي، اذْهَبُوا إِلَى نُوحٍ
“Engkau adalah bapak seluruh manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan ruh-Nya padamu dan memerintahkan para malaikat lalu mereka sujud padamu, berilah kami syafaat kepada Rabbmu, apa kau tidak lihat kondisi kami, apa kau tidak melihat yang menimpa kami?” Adam berkata kepada mereka, ‘Rabbku saat ini benar-benar marah, Ia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya, dulu Ia melarangku mendekati pohon tapi aku durhaka. Oh diriku, diriku, diriku. Pergilah pada selainku, pergilah ke Nuh’.”([10])
Maka orang-orang pun pergi kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam, mereka memujinya sebagaimana mereka memuji Nabi Adam ‘Alaihissalam, ternyata Nabi Nuh ‘Alaihissalam juga tidak bisa. Kemudian mereka pergi kepada Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, ternyata Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam juga tidak bisa memberi syafaat kepada mereka. Kemudian mereka pergi kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, ternyata Nabi Musa ‘Alaihissalam juga tidak bisa. Mereka kemudian pergi kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam, dan ternyata Nabi Isa ‘Alaihissalam juga tidak bisa memberi mereka syafaat.
Akhirnya, sampai mereka mendatangi Nabi Muhammad ﷺ dan meminta syafaat, ternyata benarlah bahwasanya hanya Nabi Muhammad ﷺ yang berani untuk meminta syafaat kepada Allah ﷻ. Kenapa? Karena beliau ﷺ adalah hamba-Nya yang bersih dari segala dosa, dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
﴿إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا، لِّيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا، وَيَنصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا﴾
“Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan menunjukimu ke jalan yang lurus. dan agar Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS. Al-Fath: 1-3)
Jadi, Nabi Muhammad ﷺ adalah orang dengan derajat yang paling tinggi di surga karena beliau tidak memiliki dosa sedikit pun. Oleh karenanya sejauh mana kita beristigfar kepada Allah ﷻ, maka sejauh itu pula tingkatan derajat kita di surga kelak.
Maka dari itu, jangan pernah ragu dan malas untuk banyak beristigfar kepada Allah ﷻ. Di antara yang perlu kita rutinkan adalah zikir pagi dan petang, karena di dalamnya juga terdapat istigfar kepada Allah ﷻ. Namun kapan saja kita bisa beristigfar kepada Allah ﷻ, tapi terutama hendaknya kita banyak beristigfar di waktu-waktu yang spesial, yaitu di pagi dan petang hari, tatkala di waktu sahur, di waktu setelah seseorang selesai melaksanakan salat malam.
إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
وَاَرْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الَّذِيْنَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَبِهِ كَانُوْا يَعْدِلُوْنَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَنُ وَعَلِيُّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ، وَالتَّابِعِيْنَ، وَأَنَّ مَعَهُمْ بِكَرَمِكَ وَجُوْدِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاَة زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Footnote:
___________
([2]) HR. Ibnu Majah No. 3818, dinyatakan sahih oleh Syekh al-Albani.
([9]) HR. Ibnu Majah No. 3660, dinyatakan hasan oleh Syu’aib al-Arnauht.