Asmaul Husna
Al-Jamil – Yang Maha Indah
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Kita akan membahas salah satu nama Allah ﷻ yang sangat mulia yaitu Al-Jamil. Nama Allah ﷻ Al-Jamil datang dalam hadits yang sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»
“Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seukuran dzarrah dari kesombongan.”
Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulamas tentang makna dzarrah: ([1])
Pertama: dzarrah adalah sesuatu yang sangat kecil.
Kedua: dzarrah adalah sesuatu yang jika kita memukulkan tangan kita ke pasir, kemudian ketika kita bersihkan tangan kita lalu ada satu butir yang menempel di tangan kita maka itu adalah dzarrah.
Ketiga: maknanya adalah semut yang paling kecil.
Keempat: dzarrah adalah serpihan kecil yang terlihat di antara cahaya yang masuk dari jendela. Seandainya jendela tersebut tidak dibuka maka serpihan tersebut tidak terlihat.
Dzarrah adalah sesuatu yang sangat kecil jika kita letakkan pada timbangan maka tidak akan ada nilainya.
Semua ini menggambarkan bahwasanya dosa kesombongan adalah dosa besar meskipun sangat kecil, oleh karenanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ »
“Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seukuran dzarrah dari kesombongan.”
Di antara definisi dosa besar adalah dosa yang diancam dengan tidak masuk surga atau terancam akan masuk neraka. Ini merupakan dalil bahwasanya kesombongan adalah dosa besar.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan hadits tersebut ada seorang bertanya,
إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً
“Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju dan sandalnya bagus.”
Maksudnya lelaki tersebut bertanya apakah ini juga termasuk kesombongan? Maka Nabi Muhammad ﷺ menjawab,
«إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ»
“Sesungguhnya Allah maha indah dan menyukai keindahan, adapun kesombongan itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” ([2])
Inilah hadits yang merupakan landasan kita untuk berbicara tentang nama Allah ﷻ Al-Jamil, karena dalam hadits ini disebutkan ,
إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah maha indah dan menyukai keindahan.”
Makna Al-Jamil
Al-Jamil diambil dari kata الجَمَال, dan الجَمَال artinya al-baha’ atau keindahan. Maksud dari Allah fdfb Al-Jamil adalah:
Pertama: Allah ﷻ maha indah dari sisi dzat-Nya.
Kita semua tahu bahwa nikmat terindah di surga adalah melihat wajah Allah ﷻ yang maha indah. Ketika penghuni surga memasuki surga maka Allah berfirman,
تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ
“Apakah kalian ingin sesuatu yang perlu Aku tambahkan kepada kalian? Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah membuat wajah-wajah kami putih? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka? ‘ Beliau bersabda: “Lalu Allah membukakan hijab pembatas, lalu tidak ada satu pun yang dianugerahkan kepada mereka yang lebih dicintai daripada anugerah (dapat) memandang Rabb mereka.” ([3])
Sebagian ulama mengatakan seperti Ibnul Qayyim RH: memandang wajah Allah ﷻ di surga membuat melupakan kenikmatan yang lain. ([4])
Juga di antara doa Nabi Muhammad ﷺ,
وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ، وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ
“dan aku memohon kepada-Mu kelezatan memandang wajah-Mu serta kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu tanpa ada bahaya yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan.” ([5])
Nabi Muhammad ﷺ meminta kepada Allah untuk melihat wajahnya dalam kondisi tenteram. Ini adalah permintaan Nabi Muhammad ﷺ secara khusus. Ini juga menunjukkan bahwasanya dzat Allah adalah dzat yang terindah. Ini merupakan sebuah kelaziman.
Kedua: Allah ﷻ maha indah dari sisi nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ semuanya mengandung makna yang tertinggi dan terindah. Oleh karenanya nama-nama Allah disebut dengan al-asma al-husna yaitu nama-nama Allah ﷻ yang terindah. Namun kita tidak bisa meliputi seluruh keindahan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Sebagaimana doa yang dibaca oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam salat witirnya,
لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“aku tidak mampu untuk memuji-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.” ([6])
Ketiga: Allah ﷻ maha indah dari sisi perbuatan-perbuatan-Nya.
Perbuatan Allah ﷻ hanya ada dua kemungkinan:
- Perbuatan yang menimbulkan maslahat, rahmat, dan hikmat bagi hamba.
- Perbuatan yang menimbulkan keadilan bagi hamba.
Tidaklah Alah ﷻ memutuskan sesuatu kecuali dengan sikap keadilan. Jadi perbuatan Allah hanya untuk maslahat hamba atau keadilan bagi hamba. Allah ﷻ sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya,
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
“dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menzalimi hamba-hamba-Nya.” (QS. Fusilat: 46)
Karena Allah ﷻ adalah Al-Jamil (maha indah), maka di antara dampaknya adalah Allah ﷻ menciptakan keindahan sehingga Allah disebut dengan Al-Mujammil (yang menciptakan keindahan([7])).
Keindahan tersebut dapat kita bagi menjadi 2:
Pertama: keindahan alam
Banyak sekali firman Allah ﷻ yang menjelaskan indahnya alam semesta:
- Allah ﷻ menghiasi langit dengan bintang-bintang
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk: 5)
- Keindahan pada hewan-hewan
Allah ﷻ berfirman,
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا ۗ لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
“Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.” (An-Nahl: 5-6)
- Keindahan pada tumbuh-tumbuhan dan kebun-kebun
Allah ﷻ berfirman,
أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ
“Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami jadikan tumbuh dengan air itu kebun-kebun yang memiliki pemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).” (QS. An-Naml: 60)
- Secara umum Allah ﷻ menyebutkan keindahan dunia,
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7)
Pembahasan bahwasanya Allah ﷻ menciptakan alam semesta dengan keindahan adalah pembahasan yang sangat penting terutama dalam membantah orang-orang ateis. Ini dikarenakan orang-orang ateis mengatakan bahwasanya alam semesta terjadi secara tiba-tiba. Maka bantahannya seperti yang dikatakan oleh seorang ilmuwan barat: “jika Anda ingin berdebat dengan orang-orang ateis tidak perlu Anda menggunakan logika-logika akal, akan tetapi cukup bagi Anda untuk mendebat mereka dengan keindahan”. Jika semua ini terjadi secara tiba-tiba maka tidak mungkin ada keindahan. Keindahan menunjukkan bahwa sesuatu dibuat dengan tujuan. Allah ﷻ tidak hanya menciptakan bagi manusia kebutuhan primer saja. Allah ﷻ menciptakan bagi manusia makanan pokoknya serta menciptakan buah-buahan, makanan yang bermacam dengan macam kelezatannya. Allah ﷻ menciptakan oksigen agar manusia bisa hidup serta menciptakan aroma-aroma yang wangi. Semuanya Allah ﷻ ciptakan agar kita bisa bersenang-senang. Sehingga semua ini menunjukkan bahwa alam ini diciptakan dengan tujuan, bukan muncul tiba-tiba secara serampangan sebagaimana pernyataan orang-orang ateis.
Jika alam semesta terjadi dengan cara tiba-tiba maka tidak mungkin ada keindahan. Allah ﷻ menciptakan keindahan karena ada tujuannya, oleh karenanya Allah ﷻ berfirman,
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7)
Allah menciptakan keindahan pada langit, bumi, matahari, hewan-hewan, burung-burung, dan bunga dengan berbagai macam modelnya. Tidak mungkin semua ini terjadi dengan tiba-tiba. Ini merupakan bantahan telak bagi orang-orang ateis yang mengatakan bahwasanya alam dan seluruh makhluk dengan berbagai macamnya muncul dengan tiba-tiba tanpa perencanaan. Perkataan mereka hanyalah omong kosong yang tidak logis, bagaimana mungkin semua keindahan ini diciptakan tanpa ada penciptanya?
Kedua: keindahan pada manusia
Keindahan pada manusia dibagi menjadi 2:
- Keindahan pada fisik
Seperti hadits yang telah disebutkan di atas,
إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah maha indah dan menyukai keindahan.”
Para ulama mengatakan kata الْجَمَالَ (keindahan) di sini umum, karena ال pada kata tersebut berfungsi untuk istighraq yang menunjukkan lafal yang umum. Artinya Allah ﷻ mencintai seluruh keindahan.
Begitu juga Allah ﷻ memerintahkan kita untuk mengenakan pakaian. Allah ﷻ berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)
Mengapa Allah ﷻ menurunkan pakaian kepada manusia? Tentunya untuk keindahan.
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
“sesungguhnya Allah menyukai untuk melihat dampak nikmat-Nya atas hamba-Nya.” ([8])
Dalam riwayat lain Nabi Muhammad ﷺ mengatakan,
«أَلَكَ مَالٌ» قُلْتُ: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنْ كُلِّ الْمَالِ، قَالَ: «فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا فَلْيُرَ أَثَرُهُ عَلَيْكَ»
“Apakah engkau mempunyai harta?” Aku menjawab, “Tentu wahai Rasulullah, apa pun aku punya.” Beliau bersabda: “Jika Allah memberimu harta, maka perlihatkanlah bukti yang Allah berikan kepadamu.” ([9])
Juga di antara dalil bahwasanya Allah menyukai keindahan adalah hadits yang sedang kita bahas,
إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً
“Sesungguhnya laki-laki menyukai apabila baju dan sandalnya bagus.”
Lalu Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwasanya ini bukanlah termasuk kesombongan. Allah ﷻ juga berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Keindahan fisik dituntut karena Allah mencintai keindahan.
- Keindahan pada akhlak
Keindahan pada akhlak juga tidak kalah penting. Allah ﷻ memerintahkan kita untuk berakhlak mulia. Di dalam Al-Qur’an Allah ﷻ berfirman,
فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (QS. Ma’arij: 5)
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
“maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).” (QS. Yusuf: 18)
Yaitu kesabaran tanpa disertai dengan rasa mengeluh. ([10])
وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzzammil: 10)
Yaitu meninggalkan tanpa menyakiti atau membalas([11]). Jika kita tidak cocok dengan satu kelompok tertentu maka tinggalkan tanpa harus disertai caci maki.
فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
“maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS. Al-Hijr: 85)
Maksudnya memaafkan tanpa mencela([12]). Ini merupakan sesuatu yang sulit karena kebanyakan orang ketika memaafkan maka dia akan mencela terlebih dahulu. Memaafkan adalah perkara yang sulit akan tetapi memaafkan tanpa harus mencela lebih sulit.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.” (Al-Ahzab: 28)
Yaitu cerai tanpa caci maki, menyakiti, dan dendam([13]). Tidak semua orang mencerai dengan cara yang baik.
Semua akhlak ini Allah ﷻ sifati dengan akhlak-akhlak yang indah. Keindahan bukan hanya pada fisik, keindahan akhlak juga merupakan keindahan yang luar biasa. Juga Allah ﷻ melihat keindahan bukan hanya pada keindahan fisik akan tetapi Allah ﷻ juga melihat pada keindahan pada akhlak, bahkan keindahan batin lebih utama.
Peringatan:
Keindahan fisik terbagi menjadi 3 bagian:
Pertama: yang terpuji,
Yaitu yang membantu ketaatan kepada Allah ﷻ. Contohnya:
- Memakai pakaian yang indah ketika hari raya sebagai bentuk bersyukur kepada Allah ﷻ.
- Nabi Muhammad ﷺ memakai pakaian indah untuk bertemu dengan wufud (para tamu).
- Memakai alat-alat peperangan yang indah untuk menggentarkan musuh.
- Memakai baju yang indah untuk menunjukkan nikmat Allah kepadanya.
Nabi Muhammad ﷺ mengatakan semua ini diperbolehkan dengan syarat tidak boros dan bukan untuk sombong([14]).
Kedua: yang tercela
Yaitu yang membuatnya jauh dari Allah, contohnya:
- Hal-hal yang diharamkan, seperti emas dan sutra yang diharamkan bagi lelaki. Memang ini adalah suatu yang indah akan tetapi Allah ﷻ
- Barang-barang yang sangat mahal sehingga masuk pada mubazir dan tidak ada perlunya.
- Barang-barang yang menjadikan seseorang ujub yang kemudian menghantarkannya kepada kesombongan.
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ، تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ، مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ، إِذْ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
“Ketika seorang lelaki berjalan dengan menggunakan jubah yang ia kenakan, dan berjalan dengan rasa ta’ajub, lalu ia ditelan (oleh bumi), dan ia akan tetap berguncang-guncang (di dalam perut bumi) hingga datang hari kiamat.” ([15])
Sebagaimana kisah Karun yang keluar dalam kesombongannya dengan bajunya yang indah dan anak buahnya yang membuatnya angkuh. Allah ﷻ berfirman,
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.” (QS. Al-Qasas: 79)
Kita tidak dilarang memiliki barang-barang yang indah karena Allah ﷻ menukai keindahan. Akan tetapi jangan sampai menghantarkan kita pada perbuatan mubazir, sombong, dan ujub. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّ الْبَذَاذَةَ مِنَ الْإِيمَانِ
“sesungguhnya tidak peduli dengan penampilan termasuk dari keimanan.” ([16])
Nabi Muhammad ﷺ terkadang memakai pakaian dan sandal bagus, terkadang juga Nabi Muhammad ﷺ berjalan tanpa mengenakan alas kaki. Juga Nabi Muhammad ﷺ terkadang menunggangi kuda dan unta namun juga terkadang menunggangi keledai. Jadi tidak harus kita selalu berpenampilan necis, hendaknya sesekali kita berpenampilan cuek atau biasa-biasa saja agar hati kita tidak terikat dengan dunia. Ini semua dikarenakan barang-barang yang mahal sangat mudah membuat seseorang menjadi sombong. Sehingga banyak sekali orang-orang kaya yang memasuki neraka Jahanam karena terkadang kesombongan masuk pada diri mereka.
Ketiga: yang tidak terpuji juga tidak tercela
Yaitu yang tidak berkaitan dengan keduanya. Keindahan tersebut tidak menjadikannya taat kepada Allah ﷻ dan juga tidak membuatnya sombong. Ini hanyalah sifat manusiawi yang suka terhadap keindahan.
Penulis juga ingatkan bahwasanya kesombongan tidak hanya menimpa orang-orang kaya saja bahkan terkadang menimpa orang yang miskin juga. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ – قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ: وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ – وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: شَيْخٌ زَانٍ، وَمَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga orang yang Allah enggan berbicara dengannya pada hari Kiamat dan enggan menyucikannya – Abu Muawiyah berkata, “dan Allah enggan memandang ke arah mereka” – dan bagi mereka azab yang pedih adalah orang tua yang berzina, penguasa yang berdusta, dan orang fakir yang sombong.” ([17])
Demikian juga kita tidak boleh menilai orang yang berpenampilan bagus bahwa ia sombong. Bisa jadi ia memakai pakaian yang indah untuk bersyukur kepada Allah ﷻ. atau bisa jadi ia memakai pakaian yang indah untuk urusan pekerjaan. Intinya masing-masing kita mengetahui bahwa kita tidak boleh memiliki barang-barang yang terlalu mewah dan mubazir dengan alasan ini adalah keindahan dan Allah ﷻ menyukai keindahan.
Footnote:
________
(([1])) Lihat: Kasyf al-Musykil Min Hadiits ash-Shahihain (1/321-322).
(([4])) Lihat: Haadi al-Arwaah Ilaa Bilaad al-Afraah 285.
(([5])) HR. An-Nasai No. 1305, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
(([7])) Disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarh Al-Muslim (2/90).
(([8])) HR. At-Tirmidzi No. 2819, dinyatakan hasan sahih oleh Al-Albani.
(([9])) HR. An-Nasai No. 5223, dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
(([10])) Lihat: Tafsir At-Thabari (15/585).
(([11])) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi (19/45) dan Aysar at-Tafaasiir 5363.
(([12])) Lihat: Adwau’ al-Bayan (7/170).
(([13])) Lihat: Awdhah at-Tafaasiir (1/512).
(([14])) Lihat: HR. Hakim dalam Mustadraknya No. 7188. Beliau menyatakan hadits ini sahih kemudian diikuti oleh Adz-Dzahabi.
(([15])) HR. Bukhari No. 5789 dan Muslim No. 2088
(([16])) HR. Abu Dawud No. 4161, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.