Asmaul Husna
(Al-Lathif (اللَّطِيْفُ) – Yang Maha Lembut)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Nama Allah Subhanahu wa ta’ala Al-Lathif (اللَّطِيْفُ) berasal dari kata لطف yang artinya lembut. Adapun makna nama Allah Subhanahu wa ta’ala Al-Lathif, maka ada dua tafsir yang dibawakan oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Nuniyahnya.
Tafsiran pertama: Al-Lathif (اللَّطِيْفُ) maknanya sama dengan Al-Khabir (الْخَبِيْرُ), yaitu Maha Mengetahui yang detail, hanya saja Al-Lathif lebih fokus kepada detail, adapun Al-Khabir ada tambahan makna الْخِبْرَةُ (pakar) sebagaimana yang telah kita jelaskan. Oleh karenanya kita dapati dalam Al-Quran nama Al-Lathif sering digandengkan dengan Al-Khabir. Di antaranya seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
يَابُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“(Lukman berkata) Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Teliti.” (QS. Luqman: 16)
Tafsiran kedua: Al-Lathif (اللَّطِيْفُ) maknanya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan kebaikan kepada hamba-hamba-Nya dengan cara-cara yang halus (lembut), yang bahkan terkadang tidak disukai oleh sang hamba. Contohnya seperti banyak Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam Al-Quran, di antaranya:
- Kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Ketika Allah Subhanahu wa ta’ala ingin mengangkat derajat Nabi Yusuf ‘alaihissalam, Allah Subhanahu wa ta’ala datangkan kebaikan tersebut dengan cara yang halus, dalam waktu yang lama, perlahan dan tanpa disadari dari musibah yang satu kepada musibah yang lainnya ternyata berujung kepada kenikmatan. Lihatlah, banyak sekali musibah yang dilalui oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam, dia dimusuhi oleh kakak-kakaknya, kemudian dia dibuang ke dalam sumur, kemudian dia dijual sebagai budak, kemudian dituduh berzina, dan kemudian dipenjara. Namun apa ujung dari musibah tersebut? Yaitu beliau menjadi pembesar Mesir. Dari sini kita bisa melihat bagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangkan anugerah kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam dengan cara diberikan musibah yang bertubi-tubi, dan itu dilalui beliau dalam waktu yang sangat lama. Oleh karenanya di akhir kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَ يَاأَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Dan dia (Yusuf) berkata, ‘Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah syaithan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 100)
- Kisah Nabi Musa ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangkan anugerah kepada ibunya Nabi Musa ‘alaihissalam dengan perkara yang jelas-jelas dia tidak sukai. Bagaimana tidak? Allah Subhanahu wa ta’ala menyuruh ibu Nabi Musa ‘alaihissalam memasukkan Musa kecil ke dalam keranjang, lalu kemudian dilemparkan ke sungai Nil. Tentu hal ini adalah hal yang tidak disukai oleh ibu Nabi Musa ‘alaihissalam. Akan tetapi apa anugerah di balik itu semua? Ternyata Musa kecil tidak jadi dibunuh, bahkan dia tinggal dan diangkat sebagai anak di kerajaan Firaun, kemudian ibunya dipanggil untuk menyusui Musa kecil, dan akhirnya Musa si kecil tumbuh hingga dewasa di kerajaan Firaun.
- Kisah istri-istri Nabi Dalam surah Al-Ahzab Allah Subhanahu wa ta’ala bercerita tentang istri-istri Nabi Muhammad ﷺ,
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا، وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا، يَانِسَاءَ النَّبِيِّ مَنْ يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ يُضَاعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا، وَمَنْ يَقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَعْمَلْ صَالِحًا نُؤْتِهَا أَجْرَهَا مَرَّتَيْنِ وَأَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيمًا، يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا، وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا، وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu’. Wahai istri-istri Nabi! Barang siapa di antara kalian yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah. Dan barang siapa di antara kalian (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya. Wahai istri-istri Nabi! Kalian tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian wahai ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumah kalian dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Maha Lembut, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ahzab: 28-34)
Para ulama mengatakan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala menutup firman-Nya dengan namanya Al-Lathif, karena dalam ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan aturan-aturan bagi istri-istri Nabi Muhammad ﷺ yang mungkin sebagian wanita tidak menyukai aturan tersebut, maka Allah ingatkan dengan namanya Al-Lathif, yaitu Allah mensyariatkan hal tersebut demi kebaikan istri-istri Nabi Muhammad ﷺ.
Inilah beberapa contoh dimana Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangkan kebaikan kepada seseorang, yang bahkan terkadang dengan cara yang orang tersebut tidak sukai, padahal di situ terdapat anugerah dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Faedah
Ada beberapa faedah bagi kita dengan mengetahui bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala itu Al-Lathif, di antaranya:
- Kita akan selalu husnuzan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena bisa jadi Allah Subhanahu wa ta’ala sedang mendatangkan kebaikan dengan cara yang kita tidak sukai.
- Kita akan selalu semangat melakukan kebajikan meskipun sedikit, karena Allah Subhanahu wa ta’ala tidak luput akan amalan sang hamba sekecil apa pun itu. Di sini penulis mengingatkan kita semua dan terkhusus bagi penulis, bahwa kapan saja ada kita memiliki niat untuk melakukan kebajikan maka jangan ditunda. Terkadang terbetik dalam benak kita untuk shalat dhuha, maka segera lakukan shalat dhuha dan jangan ditunda, karena itu berarti Allah Subhanahu wa ta’ala sedang memberi hidayah kepada kita. Demikian juga ketika terbesit dalam benak kita untuk bersedekah kepada seseorang, maka jangan ditunda, karena bisa saja dalam sekejap niat itu hilang. Maka jika ada niat kebaikan hendaknya jangan ditunda, karena amalan yang kita lakukan akan ada catatannya, dan tentu akan ada balasannya pada hari kiamat kelak.