Urgensi Mempelajari Al-Asma Al-Husna
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang fikih Al-Asma’ Al-Husna, yaitu pembahasan tentang fikih nama-nama Allah ﷻ yang terindah. Pembahasan ini akan banyak kita ambil dari buku karya Syaikh Abdurrazzaq hafizhahullahu ta’ala, yaitu buku beliau Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, dan juga tentunya ditambah dari buku-buku yang lain, sebagian kita nukilkan dan sebagian kita tinggalkan, sesuai dengan kebutuhan yang ingin kita sampaikan kepada para pembaca sekalian.
Sebelum kita membahasa tentang fikih nama-nama Allah yang terindah, ada beberapa penjelasan yang perlu kita bahas tentang urgensi dari belajar fikih dari nama-nama Allah yang terindah. Ada beberapa urgensi atau keutamaan dari mempelajari Al-Asma’ Al-Husna, di antaranya sebagai berikut.
- Pembahasan fikih Al-Asma’ Al-Husna adalah ilmu yang termulia
Terdapat sebuah kaidah yang menyebutkan,
شَرْفُ الْعِلْمِ بِشَرَفِ مَعْلُوْمِهِ
“Kemuliaan ilmu berdasarkan kemuliaan apa yang dipelajari.”
Maka tentu kita tidak meragukan bahwasanya yang kita pelajari ini adalah tentang Allah ﷻ, Tuhan kita. Oleh karenanya pembahasan fikih Al-Asma’ Al-Husna adalah pembahasan yang termulia.
Ada beberapa indikasi yang menunjukkan kemuliaan dari pembahasan ini. Di antaranya:
- Al-Quran sangat banyak menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ. Penyebutan ini lebih banyak daripada penyebutan tentang akhirat, tentang hari kiamat, tentang kenikmatan surga, tentang hukum-hukum, dan yang lainnya. Hampir setiap lembar dalam Al-Quran disebutkan nama Allah, dan itu berulang-ulang. Maka ini adalah hal yang mengindikasikan bahwasanya mempelajari Al-Asma’ Al-Husna sangat penting dan merupakan ilmu yang termulia
- Ayat yang teragung di dalam Al-Quran adalah ayat kursi. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda kepadanya,
يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ:اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ [البقرة: 255]. قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي، وَقَالَ: وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Wahai Abu Mundzir, tahukah kamu ayat manakah di antara ayat-ayat Al-Quran yang ada padamu yang paling utama?” Abu Mundzir berkata, ‘Saya menjawab: ALLAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUM’. Abu Mundzir berkata, ‘Lalu beliau menepuk dadaku seraya bersabda: Demi Allah, semoga dadamu dipenuhi dengan ilmu, wahai Abu Mundzir’.”[1]
Ayat kursi adalah ayat yang paling agung, namun jika kita memeriksa isi dari ayat kursi, maka murni isi dari ayat tersebut berisi tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ. Di dalam ayat tersebut disebutkan Al-Hayyu, Al-Qayyum, kemudian disebutkan juga Allah ﷻ tidak tidur, dan seterusnya. Intinya, dalam ayat tersebut semua menyebutkan tentang Allah ﷻ. Oleh karenanya belajar tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ adalah ilmu yang termulia, hanya saja terkadang kita lalai untuk mempelajarinya, padahal itu sangatlah penting bagi kehidupan kita.
- Surah teragung di dalam Al-Quran adalah surah Al-Fatihah, dan dikenal dengan sebutan ummul kitab. Jika kita perhatikan, surah Al-Fatihah sebagai surah pembuka dalam Al-Quran menyebutkan tentang nama-nama Allah ﷻ sebagai pengantar untuk memohon kepada Allah ﷻ. Lihatlah firman Allah ﷻ tersebut,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Pemilik hari pembalasan.” (QS. Al-Fatihah: 1-4)
Ayat-ayat ini menunjukkan akan nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ. Intinya, surah ini adalah surah yang teragung dalam Al-Quran, kemudian surah ini juga dibuka dengan nama-nama Allah ﷻ yang terindah, di antaranya adalah Allah, Rabb, Ar-Rahman, Ar-Rahim, dan Al-Malik.
- Surah Al-Ikhlas sama dengan sepertiga isi Al-Quran. Nabi Muhammad ﷺ mengatakan,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ القُرْآنِ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat itu benar-benar menyamai sepertiga Al-Quran.”[2]
Lihatlah ayat-ayat dalam surah Al-Ikhlas,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia’.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Di awal surah ini, Allah ﷻ menyebutkan tiga nama-Nya yaitu Allah, Al-Ahad, dan Ash-Shamad. Kemudian pada dua ayat terakhir menceritakan tentang kesempurnaan dari nama-nama Allah yang disebutkan pada awal-awal surah Al-Ikhlas. Surah ini dinamakan dengan surah Al-Ikhlas karena surah ini merupakan surah yang dimurnikan untuk menjelaskan tentang agungnya Allah ﷻ. Oleh karenanya ini menunjukkan bahwasanya pembahasan tentang nama-nama Allah ﷻ merupakan pembahasan yang termulia.
- Terdapat banyak ayat yang memerintahkan untuk mempelajari nama-nama Allah ﷻ.
Terdapat banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kepada kita untuk mempelajari nama-nama Allah ﷻ, dan ayat-ayat tersebut dinukilkan oleh Syaikh Abdurrazzaq hafizahullahu ta’ala.[3] Di antaranya firman Allah ﷻ,
فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Ketahuilah bahwa Allah Maha-perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 209)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 231)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 235)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 244)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Ketahuilah, bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya dan bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 98)
فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَوْلَاكُمْ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (QS. Al-Anfal: 40)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 194)
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
“Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 235)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
Ini semua ayat-ayat yang memerintahkan kepada kita untuk mempelajari, untuk mengetahui nama-nama Allah ﷻ. Demikian pula firman Allah ﷻ dalam surah Al-Hijr,
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ
“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Hijr: 49-50)
Lihatlah, Allah ﷻ memerintahkan untuk mengabarkan kepada yang lain tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ. Contohnya lagi dalam surah Ath-Thalaq Allah ﷻ berfirman tentang sebab Allah ﷻ menciptakan langit dan bumi,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)
Ini semua menunjukkan bahwasanya masalah Asma’ wa Shifat adalah masalah yang penting, karena ayat-ayat ini semua menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk mempelajari nama-nama Allah ﷻ tersebut.
- Allah ﷻ menciptakan langit dan bumi agar kita mengenal nama-nama Allah ﷻ
Hal ini sebagaimana ayat yang telah kita sebutkan juga sebelumnya, dimana Allah ﷻ berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)
- Nabi Muhammad ﷺ juga berusaha menjelaskan dengan pendekatan agar kita tahu makna-makna nama-nama Allah ﷻ tersebut
Hal ini akan sangat banyak kita jumpai dalam hadits-hadits Nabi Muhammad ﷺ. Contohnya seperti sabda Nabi Muhammad ﷺ tatkala melihat seorang wanita yang mencari-cari anaknya dalam tawanan perang untuk disusui. Maka ketika wanita tersebut telah mendapatkan anaknya, maka dia menyusuinya dengan penuh kasi sayang. Melihat hal tersebut maka Nabi Muhammad ﷺ kemudian bertanya kepada para sahabat,
أَتَرَوْنَ هَذِهِ الْمَرْأَةَ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟ قُلْنَا: لَا، وَاللهِ وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا
“Apakah menurut kalian perempuan itu tega melemparkan bayinya ke dalam api?” Para sahabat menjawab, ‘Demi Allah, sesungguhnya ia tidak akan tega melemparkan anaknya ke dalam api selama ia masih sanggup menghindarkannya dari api tersebut. Lalu Nabi Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sungguh, kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang perempuan itu terhadap anaknya’.”[4]
Sesungguhnya kasih sayang terbesar seorang ibu terhadap anaknya adalah kasih sayang yang terbesar di atas muka bumi ini. Bahkan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya lebih besar daripada kasih sayang seorang ayah kepada anaknya, lebih besar daripada kasih sayang seorang saudara kepada saudaranya yang lain, bahkan lebih besar daripada kasih sayang seorang pasang suami-istri kepada pasangannya. Terlebih lagi kasih sayang seorang ibu yang baru saja menemukan anaknya yang hilang di kerumunan tawanan. Akan tetapi melihat pemandangan seperti itu, Rasulullah ﷺ kemudian mengatakan bahwasanya kasih sayang Allah ﷻ lebih besar daripada kasih sayang seorang ibu tersebut kepada anaknya. Demikianlah pendekatan yang Rasulullah ﷺ jelaskan kepada para sahabat dan sampai kepada kita, agar kita bisa memahami makna nama dan sifat Allah Ar-Rahim.
Contoh lain seperti ketika Nabi Muhammad ﷺ ingin menjelaskan makna nama dan sifat Allah At-Tawwab (التَّوَّابُ), yaitu Yang Maha Penerima Taubat. Yaitu seperti dalam hadits yang masyhur, dimana Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ
“Sungguh kegembiraan Allah karena taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan salah seorang dari kalian terhadap hewan tunggangannya di sebuah padang pasir yang luas, namun tiba-tiba hewan tersebut lepas, padahal di atasnya ada makanan dan minuman, hingga akhirnya dia merasa putus asa untuk menemukannya kembali. Kemudian ia beristirahat di bawah pohon, namun di saat itu tiba-tiba dia mendapatkan untanya sudah berdiri di sampingnya. Ia pun segera mengambil tali kekangnya kemudian berkata ‘Ya Allah Engkau hambaku dan aku ini Tuhan-Mu’. Dia telah salah berdoa karena terlalu senang.”[5]
Ini merupakan gambaran yang luar biasa dari Rasulullah ﷺ. Kalau kita bertanya-tanya tentang apa kegembiraan terbesar, maka hadits di atas inilah yang menjelaskan tentang kegembiraan terbesar, yaitu seorang lelaki yang membawa untanya di tengah padang pasir, dia membawa makan dan minuman di untanya tersebut, kemudian untanya tiba-tiba pergi entah ke mana. Kemudian dengan rasa putus asa, dia tidak tahu lagi harus mencari ke mana untanya tersebut, tidak ada orang yang dia temui untuk meminta tolong, akhirnya dia tidur di bawah pohon menunggu kematiannya, karena tidak mungkin juga baginya untuk melanjutkan perjalanan. Ketika dia berasa di puncak rasa putus asanya, tiba-tiba untanya kembali dalam kondisi perbekalannya masih lengkap. Bagaimana kegembiraan laki-laki tersebut? Sungguh sangat gembira luar bisa, bahkan karena saking gembiranya dia kemudian memegang tali kekang untanya lalu berdoa dengan doa yang salah, yaitu dia mengatakan, “Ya Allah Engkau hambaku dan aku ini Tuhan-Mu”. Tapi dalam hadits ini Nabi Muhammad ﷺ ingin menggambarkan tentang bagaimana sifat Allah At-Tawwab, yaitu Allah ﷻ lebih gembira dengan taubat seorang hamba daripada kegembiraan orang yang Nabi Muhammad ﷺ permisalkan dalam haditsnya. Maka dengan memahami makna nama Allah At-Tawwab dari hadits ini, seseorang tidak akan pernah ragu untuk bertaubat kepada Allah ﷻ, karena dia tahu Tuhannya adalah Dzat yang sangat sayang kepadanya, Dzat yang sangat menerima taubat seorang hamba, sebagaimana yang Nabi ﷺ jelaskan dalam sabdanya tersebut.
Contoh lain seperti ketika Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan tentang makna As-Sami’ (السَّمِيْعُ) dan Al-Bashir (الْبَصِيرُ). Suatu hari Nabi Muhammad ﷺ membaca firman Allah ﷻ,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)
Saking Nabi Muhammad ﷺ ingin menjelaskan sifat Allah yang Maha mendengar dan Melihat, maka Nabi ﷺ memberi isyarat dengan jarinya kepada telinga dan mata beliau. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ إِبْهَامَهُ عَلَى أُذُنِهِ، وَالَّتِي تَلِيهَا عَلَى عَيْنِهِ، رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَؤُهَا وَيَضَعُ إِصْبَعَيْهِ
“Aku melihat Rasulullah ﷺ meletakkan ibu jarinya ke telinga, sementara jari setelahnya pada mata. Aku melihat Rasulullah ﷺ membaca ayat tersebut seraya meletakkan kedua jarinya tersebut.”[6]
Nabi Muhammad ﷺ tidak sedang menyamakan penglihatan dan pendengaran Allah dengan penglihatan dan pendengaran manusia, akan tetapi Nabi Muhammad ﷺ sedang menjelaskan bahwasanya penglihatan dan pendengaran Allah ﷻ itu benar-benar ada, bukan kata-kata kiasan. Nabi Muhammad ﷺ memberikan penekanan agar para sahabat dan juga kita mengerti agar tidak ada di antara kita yang bermain-main dalam menunaikan amanah, karena jika amanah tersebut tidak ditunaikan maka sesungguhnya Allah ﷻ melihat, Allah ﷻ tahu bahwa kita tidak amanah, Allah ﷻ dengar apa yang kita ucapkan, dan bahkan Allah ﷻ mengetahui rencana buruk yang mungkin kita rencanakan.
Contohnya lagi, Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan tentang sifat Allah Al-Ghafur (الْغَفُوْرُ). Nabi Muhammad ﷺ berkata dalam sebuah hadits tentang seorang hamba yang melakukan kemaksiatan, kemudian sang hamba tersebut memohon ampun kepada Allah dengan berkata, رَبِّي اغْفِرْلِي. Nabi Muhammad ﷺ menyebutkan firman Allah terhadap permohonan ampun dari hamba tersebut,
أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ
“Sesungguhnya hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa atau memberi siksa karena dosa.”
Akhirnya hamba tersebut diampuni oleh Allah ﷻ.[7] Akan tetapi kemudian sang hamba tersebut kembali melakukan dosa setelah beberapa waktu, dan dia kemudian kembali memohon ampun kepada Allah ﷻ, maka Allah ﷻ kemudian kembali berkata,
عَبْدِي أَذْنَبَ ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ
“Sesungguhnya hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa atau memberi siksa karena dosa.”
Akhirnya orang tersebut kemudian diampuni kembali. Setelah beberapa saat kemudian sang hamba tersebut kembali berbuat dosa, dan dia kembali memohon ampun kepada Allah ﷻ, maka Allah ﷻ kemudian akhirnya berkata,
أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، اعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ
“Hamba-Ku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa atau menyiksa hamba-Nya karena dosa. Oleh karena, berbuatlah sekehendakmu, karena Aku pasti akan mengampunimu (jika kamu bertaubat).”[8]
Subhanallah, ini menunjukkan bahwasanya Allah ﷻ Maha Pengampung. Artinya, selama seorang hamba ketika bermaksiat dia bertaubat kepada Allah, dan dia bersungguh-sungguh dalam bertaubat, maka tentu Allah ﷻ akan mengampuninya.
Intinya, masih banyak hadits-hadits lain dimana Nabi ﷺ menjelaskan tentang makna nama-nama Allah ﷻ. Oleh karenanya ini menunjukkan tentang urgensi dari mempelajari nama-nama Allah ﷻ.
- Dengan mengenal Allah maka kita akan semakin mencintai Allah, sekaligus kita akan semakin takut kepada-Nya, dan semakin rajin beribadah kepada-Nya
Abu ‘Ashim Al-Anthaqi[9] pernah berkata,
مَنْ كَانَ بِاللَّهِ أَعْرَفَ كَانَ مِنَ اللَّهِ أَخْوَفَ
“Barang siapa yang semakin mengenal Allah, maka dia semakin takut kepada Allah.”[10]
Sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama bahwasanya ibadah kepada Allah ﷻ dibangun atas fondasi ibadah hati, yaitu ada Al-Mahabbah (cinta), Ar-Raja’ (harap), dan Al-Khauf (takut). Jika seseorang semakin mengenal Allah ﷻ maka tiga hal tersebut akan semakin kuat. Sesungguhnya berbeda seseorang yang beribadah kepada Allah ﷻ dengan rasa cinta dengan seseorang yang beribadah hanya sekadar melepaskan kewajiban. Sesungguhnya orang yang telah cinta kepada Allah ﷻ maka rasa yang ada pada dirinya adalah rasa ingin membaca Al-Quran, bukan rasa terpaksa, bukan rasa sekadar ingin dapat pahala, akan tetapi karena dia rindu untuk membaca Al-Quran, dia rindu ingin menelaah ayat-ayat yang Allah ﷻ kirimkan kepadanya melalui Rasulullah ﷺ, karena dia sadar bahwa ayat-ayat di dalam Al-Quran adalah surat dari Allah ﷻ. Demikian pula seseorang yang bangun shalat malam, dia bangun di waktu orang-orang sedang tertidur lelap karena rasa cinta kepada Allah ﷻ.
Lantas bagaimana cara agar seseorang bisa membangun rasa cintanya kepada Allah ﷻ? Bukankah pepatah telah mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang”? Perkataan tersebut benar dan sangat logis. Seseorang tidaklah bisa dikatakan cinta kepada seseorang lainnya sebelum dia mengenal orang tersebut. Tidaklah seseorang dikatakan cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ yang tidak mengetahu sifat-sifat beliau. Demikian pula dengan Allah ﷻ, tidaklah seseorang dikatakan cinta kepada Allah kecuali dia mengetahui nama dan sifat-sifat Allah ﷻ. Bagaimana mungkin seseorang bisa mencintai Allah ﷻ dengan cinta yang sesungguhnya kalau tidak mengetahui sifat-sifat Allah ﷻ? Maka jika seseorang ingin beribadah kepada Allah ﷻ dengan penuh rasa cinta dan semangat, bukan hanya sekadar rasa harap surga dan takut neraka, maka kenalilah Allah ﷻ dengan segala kebaikan-Nya, dengan keagungan-Nya, dengan segala sifat-sifat Allah ﷻ yang Maha Tinggi. Mari coba kita renungkan beberapa hadits yang telah kita sebutkan, di antaranya tentang kasih sayang Allah ﷻ kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Sesungguhnya kita ini sering sekali terjerumus dalam perbuatan dosa dan maksiat, akan tetapi Allah ﷻ menutup maksiat kita, akan tetapi Allah tetap memberi rezeki kepada kita, namun karena kita menangis memohon ampun kepada Allah, maka Allah mengampuni kita. Tidakkah kita melihat, terkadang ada seseorang dengan orang tuanya sedang ada masalah, akan tetapi orang tuanya tidak memaafkannya, adapun Allah ﷻ dengan rahmat-Nya senantiasa memberikan ampun kepada hamba-Nya yang bertaubat. Padahal jika kita mau membandingkan, kesalahan seseorang kepada Allah ﷻ tidak ada bandingannya dengan kesalahan seseorang kepada orang tuanya, akan tetapi Allah masih memberikan begitu banyak kenikmatan, maka bagaimana mungkin seseorang tidak cinta kepada Allah ﷻ dengan mengetahui hal tersebut? Orang mengenal Allah ﷻ tentu ibadahnya akan semakin bagus, dan dia akan semakin semangat dalam beribadah.
Abu ‘Ashim Al-Anthaqi juga menyebutkan bahwasanya seseorang yang mengenal Allah ﷻ maka akan semakin takut kepada Allah ﷻ. Dia akan semakin takut bermaksiat kepada Allah ﷻ karena dia tahu bahwasanya Allah ﷻ Maha Melihat. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi mengatakan bahwasanya perkara yang paling besar dalam menghalangi seseorang dalam bermaksiat adalah dia mengetahui bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dengan begitu, ketika dia hendak melakukan maksiat maka dia akan takut kepada Allah ﷻ. Ketika dia ingin menzalimi seseorang maka dia akan takut, karena dia tahu bahwasanya Allah ﷻ melihatnya. Ketika dia ingin mengambil hak orang lain dia akan takut, karena dia mengetahui bahwa Allah ﷻ melihat apa yang dia lakukan tersebut. Ketika dia ingin menggibahi orang lain dia akan takut, karena dia tahu bahwasanya Allah ﷻ Maha Mendengar atas apa yang dia ucapkan. Ketika dia sedang sendirian dan ingin melakukan apa yang diharamkan oleh Allah, maka dia akan takut, karena dia tahu bahwasanya Allah ﷻ Maha Melihat apa yang dia lakukan. Maka ketahuilah bahwasanya orang yang berani bermaksiat dalam kondisi apa pun itu karena dia kurang dalam mengenal Allah ﷻ, sehingga rasa takutnya kepada Allah ﷻ berkurang atau bahkan hilang. Sungguh aneh ketika kita takut bermaksiat ketika berada di ruangan yang di setiap sudutnya terdapat kamera pengintai (cctv), namun berani bermaksiat di tempat yang tidak ada yang memantau, padahal Allah ﷻ memantau segala hal sampai hal yang paling detail. Oleh karenanya dalam Al-Quran banyak sekali Allah ﷻ menyebutkan tentang sifat-Nya yang Maha Melihat. Di antaranya firman Allah ﷻ,
إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110)
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 96)
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 283)
Maka benarlah firman Allah ﷻ,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama (orang yang berilmu).” (QS. Fathir: 28)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengomentari ayat ini,
إِنَّمَا يَخْشَاهُ حَقَّ خَشْيَتِهِ الْعُلَمَاءُ الْعَارِفُونَ بِهِ؛ لِأَنَّهُ كُلَّمَا كَانَتِ الْمَعْرِفَةُ لِلْعَظِيمِ الْقَدِيرِ الْعَلِيمِ الْمَوْصُوفِ بِصِفَاتِ الْكَمَالِ الْمَنْعُوتِ بِالْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى -كُلَّمَا كَانَتِ الْمَعْرِفَةُ بِهِ أَتَمُّ وَالْعِلْمُ بِهِ أَكْمَلَ، كَانَتِ الْخَشْيَةُ لَهُ أَعْظَمَ وَأَكْثَرَ.
“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama yang mengetahui tentang Allah ﷻ, karena sesungguhnya semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang Allah ﷻ Yang Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Mengetahui lagi menyandang semua sifat sempurna dan memiliki nama-nama yang terbaik, maka makin bertambah sempurnalah ketakutannya kepada Allah ﷻ.”[11]
Oleh karenanya kemaksiatan, dosa, tindak kriminal, itu semua terjadi kurang dalam mengenal Allah ﷻ.
Oleh karena itu, ini menunjukkan akan urgensi dari mempelajari Al-Asma’ Al-Husna, yaitu agar seseorang semakin takut kepada Allah, semakin cinta kepada Allah, semakin berharap kepada Allah, karena dia tahu bahwasanya Allah adalah Dzat yang Maha Baik. Oleh karenanya seorang sahabat dalam sebuah hadits bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, apakah Allah tertawa?” Maka Rasulullah menjawab, “Ya”, maka sahabat tersebut berkata,
لَنْ نَعْدَمَ مِنْ رَبٍّ يَضْحَكُ خَيْرًا
“Selamanya kita tidak akan kehilangan kebaikan dari Rabb yang tertawa.”[12]
Ini menunjukkan baiknya Allah ﷻ. Allah ﷻ tidak seperti raja di dunia yang mengerikan, Allah ﷻ juga bisa tertawa, Allah ﷻ juga bisa takjub atau kagum, dan yang lainnya.
- Allah ﷻ suka atsar dari nama-nama-Nya yang indah berada pada hamba-hamba-Nya
Contoh dalam hal ini adalah seperti sabda Nabi ﷺ yang sangat kita hafal, yaitu Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan.”[13]
Seseorang yang menggunakan pakaian yang indah dan rapi itu tidak mengapa, karena Allah ﷻ suka dengan keindahan. Jadi, maksudnya adalah Allah ﷻ suka akan dampak dari nama-nama-Nya itu berada pada hamba-hamba-Nya. Maka dari itu, ini menjadikan kita akhirnya memaksa kita untuk mempelajari nama-nama Allah agar kita bisa meniru sebagian dampak dari nama-nama Allah ﷻ.
Contoh yang lain seperti firman Allah ﷻ,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Maka Allah ﷻ suka kalau kita berbuat baik kepada orang-orang, karena di antara nama-nama Allah adalah Al-Muhsin. Contohnya juga Allah ﷻ memiliki nama Al-Jawwad, Yang Maha Dermawan, maka kita harusnya juga rajin untuk bersedekah dan berusaha untuk menjadi orang yang dermawan. Contohnya lagi seperti nama Allah Al-‘Afwu, Yang Maha Memaafkan, Allah ﷻ memuji orang yang suka memaafkan, sampai-sampai Allah ﷻ menyebutkan bahwa di antara ciri penghuni surga adalah yang suka memaafkan, Allah ﷻ berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ، الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali-‘Imran: 133-134)
Demikian juga firman Allah ﷻ yang lain,
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)
Selain itu, di antara nama Allah ﷻ adalah Asy-Syakur, yang Maha Berterima Kasih, yaitu jika ada orang yang berbuat kebaikan maka Allah ﷻ beri ganjaran yang sangat besar. Maka Allah ﷻ juga cinta kepada orang-orang yang pandai berterima kasih kepada orang yang telah memberinya pemberian, karena sesungguhnya orang yang tidak pandai berterima kasih adalah orang-orang yang sombong, dia menganggap remeh pemberian orang sehingga tidak mau berterima kasih. Padahal Nabi Muhammad ﷺ saja meskipun diundang makan kikil saja beliau akan penuhi[14] sebagai bentuk penghormatan kepada undangan seseorang.
Demikian juga contohnya sifat Allah Yang Maha Penyayang. Jika seseorang ingin disayang Allah ﷻ maka hendaknya dia juga menyayangi orang lain. Kata Nabi Muhammad ﷺ,
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Para penyayang akan disayangi oleh Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka kalian akan disayangi oleh siapa saja yang di langit.”[15]
Bahkan ketika seseorang hendak menyembelih kambing, kata Nabi Muhammad ﷺ,
وَالشَّاةُ إِنْ رَحِمْتَهَا، رَحِمَكَ اللَّهُ
“Dan domba (yang akan disembelih), kalau engkau mengasihinya maka Allah akan mengasihimu.”[16]
Masih banyak lagi dampak-dampak dari nama Allah ﷻ yang jika hal tersebut ada pada diri seseorang maka Allah ﷻ akan suka. Oleh karena itu, kita perlu belajar tentang Asma’ wa Shifat untuk mengetahui apa yang kita kerjakan dalam kehidupan ini, kita perlu tahu dampak dari nama-nama Allah ﷻ tersebut, sehingga ini menjadi urgensi kita dalam mempelajari nama-nama Allah ﷻ yang terindah.
- Kita perlu belajar Al-Asma Al-Husna karena setiap nama itu ada ibadah khusus yang bisa dikerjakan
Pada nama-nama Allah ﷻ yang terindah terdapat ibadah khusus yang bisa kita kerjakan. Contohnya seperti nama Allah Ar-Razzaq (الرَّزَّاقُ), Yang Maha Pemberi Rezeki. Jika seseorang belajar tentang makna nama Allah Ar-Razzaq, maka ada ibadah khusus yang dia bisa kerjakan, yaitu dia mencari harta yang halal, dan dia tidak peduli dengan harta haram yang mungkin bisa dia dapatkan dengan cara yang lebih mudah. Sesungguhnya orang yang mencari harta yang haram adalah orang yang tidak yakin bahwa Allah itu Ar-Razzaq, sehingga setiap kesempatan yang ada di hadapannya dia ambil, karena menurut mereka itulah rezeki mereka. Bahkan sampai ada ungkapan yang keluar dari mulut sebagian mereka yaitu “Yang haram saja susah apalagi yang halal”. Kemudian orang yang memahami makna Ar-Razzaq, dia tidak akan meninggalkan shalat karena mencari rezeki. Betapa banyak orang yang meninggalkan shalat karena sebab mencari rezeki, mereka tidak mengetahui tentang nama Allah Ar-Razzaq, yang dia tahu hanyalah rezeki di hadapan dia, dia lupa bahwasanya Allah ﷻ yang memberinya rezeki. Selain itu, orang yang memahami makna nama Allah Ar-Razzaq, dia tidak akan mengkhawatirkan rezekinya pada manusia dan sebab materi, karena dia tahu bahwasanya Allah ﷻ yang memberi rezeki. Dia mungkin bekerja sama seseorang, tapi dia sadar bahwa rezekinya datang dari Allah, bukan dari bos di tempat dia bekerja. Dia menyadari bahwasanya kalau Allah ﷻ berkehendak rezekinya tidak datang melalui pekerjaannya, maka pasti tidak akan dia dapatkan. Akan tetapi seseorang tidak akan meyakini hal semacam itu kalau dia tidak mengetahui makna nama Allah Ar-Razzaq.
Maka demikian pula dengan nama-nama Allah ﷻ yang lain, setiap nama memiliki ibadah tersendiri yang bisa seorang hamba kerjakan. Seperti nama Allah Asy-Syakur, At-Tawwab, Ar-Rahim, As-Sami’, Al-Bashir, dan yang lainnya. Masing-masing punya ibadah tersendiri yang dituntut dari seorang hamba. Oleh karena itu, seseorang harus mempelajari nama-nama Allah ﷻ, karena dengan begitu seseorang akan tahu ibadah-ibadah apa yang bisa dia kerjakan dari nama-nama Allah ﷻ tersebut.
Footnote:
________________
[1] HR. Muslim No. 810
[2] HR. Bukhari No. 5013
[3] Fiqh Al-Asma’ Al-Husna karya Syaikh Abdurrazzaq (hal. 8-9).
[4] HR. Muslim No. 2754.
[5] HR. Muslim No. 2747.
[6] HR. Abu Daud No. 4728, sanadnya dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[7] Sebagaimana dalam riwayat Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya No. 7507.
[8] HR. Muslim No. 2758.
[9] Imam Adz-Dzhabi menyebutkan dalam biografi Abu ‘Ashim Al-Anthaqi bahwasanya dia adalah orang yang saleh.
[10] Ta’dzhim Qadr Ash-Shalah karya Muhammad bin Nashir Al-Marwazi (2/728).
[11] Tafsir Ibnu Katsir (6/544).
[12] HR. Ibnu Majah No. 181.
[13] HR. Muslim No. 91.
[14] Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari No. 2568.
[15] HR. Abu Daud No. 4941.
[16] HR. Bukhari No. 373 dalam Adab Al-Mufrad.