Adzab Untuk Kaum Luth
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc.MA.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hud : 82)
Allah mengangkat negeri tersebut, lalu dibalik dan menurunkan hujan batu yang sangat panas menimpa mereka
مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ
“Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Hud : 83)
Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa maksud dari مُسَوَّمَةً (batu yang telah diberi tanda) adalah batu-batu tersebut telah ditugaskan oleh Allah untuk melempari orang – orang yang Allah tetapkan. Sehingga setiap batu hanya akan mengenai orang-orang yang telah ditetapkan pada masing-masing batu tersebut([1]). Oleh karenanya kata para ulama, ketika ada sebagian kaum Nabi Luth yang tidak berada dikampungnya, maka batu-batu yang telah ditugaskan untuk dilemparkan kepada mereka, mengejar dimana pun mereka berada.
Allah juga menyebutkan tentang adzab kaum Luth pada ayat yang lain :
اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍ نِّعْمَةً مِّنْ عِنْدِنَاۗ كَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ شَكَرَ
“Sesungguhnya Kami kirimkan kepada mereka badai yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Kami selamatkan mereka sebelum fajar menyingsing sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS. Al-Qomar: 34-35)
حَاصِبًا adalah angin kencang yang disertai dengan batu([2]), dalam ayat yang lain disebutkan tentang sifat batu tersebut,
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ
“Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” QS. Al-Hijr: 74
Di sini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa batu tersebut مِنْ سِجِّيلٍ yaitu batu yang keras dan panas yang dilemparkan kepada mereka.
Siksaan yang turun kepada mereka berupa hujan batu terjadi di waktu pagi, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta’ala firmankan dalam surah yang lain,
قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ ۖ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ ۖ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ ۚ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۚ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
“Para utusan (Malaikat ) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?“.” QS. Hud: 81
Allah juga berfirman :
وَلَقَدْ صَبَّحَهُمْ بُكْرَةً عَذَابٌ مُّسْتَقِرٌّۚ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ
“Dan sungguh, pada esok harinya mereka benar-benar ditimpa azab yang menetap. Maka rasakanlah azab-Ku dan peringatan-Ku!” (QS. Al-Qomar: 38-39)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwasanya mereka di waktu pagi harinya ditimpakan azab yang terus menerus (berutubi-tubi tanpa henti), dan azabnya berupa diangkat kampung mereka, sehingga ketika sampai di atas kampung tersebut dibalikkan lalu dijatuhkan, setelah dijatuhkan lalu ditimpa dengan hujan batu serta angin kencang([3])
Ketika Nabi Luth dan kedua putrinya selamat kemudian di pagi hari tiba-tiba siksaan datang, jadi antara selamatnya Nabi Luth dan keluarganya dengan datangnya siksaan tersebut jeda waktunya tidak lama, karena Nabi Luth keluar di waktu sahur (menjelang subuh) dan siksaan datang pada waktu setelahnya yaitu di pagi hari. ([4])
Istri Nabi Luth tidak selamat
Sebagaimana telah disebutkan dalam banyak ayat, diantaranya :
فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلَّا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ
“Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” QS. Al-A’raf: 83
إِلَّا امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ
“…kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka”. (QS. Hud : 81)
Akan tetapi dalam ayat yang lain Allah berfirman :
اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍ
“Sesungguhnya Kami kirimkan kepada mereka badai yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Kami selamatkan mereka sebelum fajar menyingsing” (QS. Al-Qomar: 34-35)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala menyelamatkan keluarga Nabi Luth dari azab tersebut, dan kita tahu bahwasanya keluarga Nabi Luth terdiri dari Nabi Luth, istrinya dan kedua putrinya, dan kita ketahui juga bahwa istri Nabi Luth tidak selamat dari azab tersebut, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam firman-Nya,
Namun pada surat al-Qomar (ayat 34) ini Allah tidak menyebutkan “kecuali istrinya Luth yang tidak selamat”. Seakan-akan istrinya Nabi Luth yang kafir bukanlah termasuk keluarga Luth sehingga tidak perlu dikecualikan. Hal ini karena jika ada seseorang yang kafir maka secara syariat tidak dianggap sebagai keluarga([5]), oleh karenanya ketika Nabi Nuh ‘alaihis salaam berbicara kepada Allah tentang putranya yang tenggelam,
وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.” QS. Hud: 45
Maka pada ayat berikutnya Allah Subhanahu wa ta’ala menegurnya,
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”.” QS. Hud: 46
Di sini Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa karena anaknya kafir maka tidak dianggap keluarga Nabi Nuh, maka tatkala Allah Subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa yang selamat hanya keluarga Nabi Luth maksudnya adalah Nabi Luth dan kedua putrinya([6]), adapun istrinya maka tidak termasuk karena istrinya tidak dianggap sebagai keluarga dalam syariat, oleh karenanya jika ada salah seorang anggota keluarga kafir maka tidak saling mewarisi dan tidak bisa jadi wali karena sudah tidak dianggap sebagai keluarga secara syariat.
Yang beriman selamat
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di dalamnya (negeri kaum Luth) itu.” (QS. Adz-Dzariyat: 35)
Ayat ini tidak menyebutkan bahwa Allah menyelamatkan keluarga Nabi Luth -sebagaimana dalam ayat yang lain, akan tetapi menyebutkan bahwa Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dari negeri tersebut. Artinya agar kaum muslimin tahu bahwa sebab selamat dari azab bukanlah karena menjadi keluarga dekat Nabi Luth, akan tetapi, disebabkan keimanan yang ada di dalam diri mereka. Buktinya adalah istri Nabi Luth, orang yang sangat dekat dengan Beliau ternyata tidak selamat, karena dia tidak beriman.([7])
Sebagian ulama seperti Qatadah berkata:
لَوْ كَانَ فِيهَا أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ لَأَنْجَاهُمُ اللَّهُ، لِيَعْلَمُوا أَنَّ الْإِيمَانَ عِنْدَ اللَّهِ مَحْفُوظٌ
“Seandainya selain keluarga Nabi Luth ada orang-orang yang beriman lebih banyak dari mereka, tentu Allah akan selamatkan mereka semua. Agar mereka mengetahui bahwa keimanan mereka terjaga di sisi Allah.” ([8])
Karena sejatinya Allah mengetahui orang-orang yang beriman diantara mereka dan yang tidak beriman. Jadi, yang menyelamatkan mereka adalah keimanan yang ada pada diri mereka.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Maka Kami tidak mendapati di dalamnya (negeri itu), kecuali sebuah rumah dari orang-orang Muslim (Luth).” (QS. Adz-Dzariyat: 36)
Maksudnya adalah rumah Nabi Luth. Allah mensifati rumah tersebut dengan rumah kaum muslimin; karena di dalam rumah tersebut memiliki empat anggota keluarga, yaitu Nabi Luth, kedua putrinya yang beriman dan istri Beliau yang kafir. Hanya saja istri Beliau di dalam kehidupannya menampakkan seakan-akan dia beriman. Artinya dia menampakkan diri sebagai orang yang beriman, namun sejatinya dia tidaklah beriman dan di dalam hatinya menyimpan kekufuran. Dia kufur kepada Allah, bahkan dia yang menunjukkan kepada kaum Nabi Luth, tatkala para Malaikat datang bertamu kepada Beliau dengan rupa sekelompok laki-laki yang tampan([9]). Dia telah berkhianat, karena dengan datangnya para Malaikat yang menjelma sebagai para lelaki yang memiliki wajah yang sangat tampan membuat Nabi Luth khawatir bahwa mereka akan diganggu oleh kaumnya. Dan ternyata benar, istri Beliau yang memberitahukan hal itu kepada kaumnya bahwa ada sekelompok laki-laki tampan berada di rumahnya yang bisa jadi ‘santapan’ bagi mereka.([10])
Hal itulah yang menjadi sebab Allah menyebutkan di dalam ayat tersebut ‘kecuali rumah dari orang-orang muslim’ dan tidak menyebutkan ‘kecuali rumah dari orang-orang mukmin’. Karena di rumah tersebut terdapat istri Nabi Luth yang secara dzahir merupakan seorang muslim yang menampakkan keIslamannya, namun sejatinya hatinya tidak beriman. Padahal, seseorang jika ingin selamat dari azab harus terkumpul dalam dirinya iman dan Islam. Iman dari hati dan Islam secara dzahir. Dan istri Nabi Luth menampakkan keIslamannya, tetapi sejatinya di dalam hatinya kufur kepada Allah.([11])
Setelah Azab
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَتَرَكْنَا فِيهَا آيَةً لِلَّذِينَ يَخَافُونَ الْعَذَابَ الْأَلِيمَ
“Dan Kami tinggalkan padanya (negeri itu) suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada azab yang pedih.” (QS. Adz-Dzariyat: 37)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah meninggalkan tanda pada negeri tersebut yang menunjukkan bahwa tempat tersebut dahulu terdapat kaum yang telah dibinasakan. Para ulama berselisih pendapat tentang makna ayat ini letak negeri kaum Sodom, yaitu kaumnya Nabi Luth yang dikisahkan di dalam Al-Qur’an. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah Allah membiarkan tempat tersebut untuk menjadi daerah yang rusak, yang dapat dilihat oleh orang-orang setelahnya. Mungkin saja, tempat tersebut sudah tidak ada, tetapi sempat dilihat oleh orang-orang yang hidup di zaman setelah mereka. ([12])
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كانَ عاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (Rasul-Rasul).” (QS. Ali Imran: 137)
Dahulu hancurnya negeri mereka meninggalkan bekas sehingga masih dapat terlihat. Namun, seiring dengan berjalannya waktu hingga ribuan tahun mengakibatkan tanda-tanda tersebut hilang.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa tanda tersebut masih ada dan lokasi dibinasakan kaum Nabi Luth sekarang telah berubah menjadi (الْبَحْرُ اْلمَيِّت) yaitu laut mati([13]). Laut yang kadar garamnya sangat tinggi. Disebutkan bahwa kadar garamnya sepuluh kali lipat lebih asin dari kadar air laut biasa. Yaitu sebesar 35 gram per liter atau 32 % lebih tinggi jika dibandingkan terhadap kadar garam air laut yang memiliki rata-rata 3%. Sehingga sulit bagi makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk hidup di ekosistem ini, karena kadar garamnya yang sangat tinggi dan tidak seperti umumnya air laut. Disamping itu, posisi laut ini berada pada titik terendah di bawah permukaan bumi. Ada yang mengatakan titik terendahnya mencapai hingga 400 meter di bawah permukaan air laut, yang menunjukkan bahwa posisi laut mati ini sangat rendah. Karena dahulu pernah dicungkil oleh Allah, lalu diangkat dan dihancurkan sebagai adzab atas kaum tersebut. Inilah yang dikatakan oleh sebagian ulama, begitu juga menurut pendapat sebagian ahli sejarah. Wallahu a’lam. Kesimpulannya adalah kaum Nabi Luth pernah dijadikan ayat atau tanda kebesaran Allah, sehingga semua orang bisa melihat bagaimana dibinasakannya kaum tersebut.
لِلَّذِينَ يَخَافُونَ الْعَذَابَ الْأَلِيمَ
“Bagi orang-orang yang takut kepada azab yang pedih.”
Ayat ini menjelaskan bahwa yang dapat mengambil pelajaran dari kisah ini hanyalah orang-orang beriman yang takut dengan azab yang pedih. Adapun orang-orang yang tidak beriman, mereka akan mengatakan bahwa kisah tersebut hanyalah kejadian alam belaka([14]). Seringkali terjadi malapetaka dan bencana, namun tidak dikaitkan dengan dosa-dosa yang diperbuat oleh manusia. Seakan-akan itu hanya terjadi karena ada perubahan lokasi alam atau pergerakan lempengan kerak bumi. Padahal, sejatinya sebab terjadinya pergerakan lempengan bumi tersebut, akibat dari perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia. Betapa banyak orang-orang yang sudah menyaksikan bagaimana Allah menegur kaum-kaum yang melakukan dosa-dosa, namun mereka tidak bisa mengambil faedah. Dan yang mampu mengambil faedah hanyalah orang-orang yang takut terhadap azab Allah yang pedih.
Karenanya, jangankan musibah itu menimpa orang lain, terkadang musibah atau kesulitan yang menimpa kita sendiri, lalu kita menganggap musibah tersebut sebagai sesuatu hal yang kebetulan dan tidak mengaitkannya dengan dosa-dosa kita, maka kita tidak akan mampu mengambil pelajaran dari musibah tersebut. Seakan-akan itu hanyalah sebuah anggapan bahwa begitulah kehidupan manusia, perjalanan mereka tidak luput dari kebaikan dan kesulitan. Sehingga kita sendiri tidak mampu mengambil pelajaran pada diri sendiri. Akan tetapi bagi orang yang cerdas, dia bisa mengambil pelajaran atas musibah yang menimpa dirinya. Tatkala musibah datang kepadanya, dia selalu berprasangka baik kepada Allah, bahwa Allah telah menegurnya dan itu menandakan bahwa Allah masih menyayanginya, karena bisa jadi dengan musibah itu Allah akan membinasakannya. Sehingga hal itu membuatnya kembali kepada jalan Allah. Jadi, orang-orang yang mampu mengambil pelajaran dari suatu musibah hanyalah orang-orang yang takut kepada azab yang pedih.
Maka yang menyedihkan saat ini adalah praktik homoseksual kembali mulai diangkat untuk menjadi sebuah trend dikalangan anak muda, agar perbuatan tersebut dianggap biasa dan bukan perkara yang menjijikkan. Maka tugas kita sebagai orang tua adalah untuk mengedukasi anak-anak kita dan juga masyarakat bahwasanya perbuatan tersebut adalah menjijikkan dan merupakan penyakit kelainan yang berbahaya, yang bisa mendatangkan azab dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Adapun orang-orang yang menghalalkan praktik homoseksual, ketahuilah bahwa mereka berdali dengan dalil yang aneh dan tidak masuk akal, bahkan yang mereka sampaikan pun bukan dalil, akan tetapi seperti itulah orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki argumen. Sebagaimana sebagian orang-orang Indonesia yang menghalalkan homoseksual mengatakan bahwa perbuatan tersebut adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan tidak bisa ditolak fitrah tersebut. Maka hal ini adalah alasan yang tidak benar, karena kaum Nabi Luth ‘alaihissalam awalnya tidak melakukan homoseksual, hal itu dibutikan bahwa mereka beranak pinang di negeri mereka. Kemudian syaithan datang dan merusak fitrah keturunan mereka.
Adapun dalil lain yang orang-orang liberal sebarkan di internet adalah mereka mengatakan “Kalau memang Allah mengharamkan perbuatan homoseksual, kenapa Allah belum turunkan azab?“. Maka bantahan untuk mereka adalah bahwa azab tidak mesti di dunia, bahkan kebanyak azab baru Allah berikan ketika di akhirat. Kalau mereka berdalil bahwa perbuatan baru dikatakan haram ketika diberi azab, maka betapa banyak maksiat yang akan dianggap halal karena belum Allah tampakkan azab untuk pelakunya. Seperti zina, korupsi, mencuri dan kemaksiatan lainnya, apakah karena belum ada azab bagi pelakunya masing-masing sehingga perbuatan tersebut menjadi halal? Maka kita katakan bahwa dalil yang mereka bawakan adalah dalil aneh.
Oleh karenanya ketahuilah, bahwa kaum liberal tidak hanya merusak akidah, akan tetapi mereka juga merusak moral bangsa ini. Ada cerita yang menyebutkan seorang wanita yang sebelumnya dia berjlbab, kemudian menanggalkan jilbabnya karena mendengar fatwa orang-orang liberal. Maka ketahuilah bahwa orang-orang liberal menghalakan praktik homoseksual, dan tidak ada orang liberal yang berani membantah pendapat bolehnya homoseksual. Karena ketika mereka membantahnya, maka akan hancur liberalnya, sedangkan makna liberal mereka adalah kebebasan. Meskipun ada di antara hati-hati mereka yang tidak setuju, mereka tidak dapat membantah dan hanya diam saja.
Faidah :
Imam Abu Hanifah menjadikan ayat tentang diadzabnya kaum Nabi Luth sebagai dalil bahwasanya hukuman bagi orang yang melakukan praktik homoseksual adalah seperti dalam ayat ini, Yaitu mereka diangkat ke tempat yang tinggi kemudian dijatuhkan dan juga dilempari dengan batu kerikil sebagaimana azabnya kaum Nabi Luth ‘alaihissalam([15]).
Terdapat khilaf dikalangan ulama tentang bagaimana cara menghukum orang yang melakukan praktik homoseksual bagi yang telah menikah dan belum menikah. Ada yang berpendapat bahwa beda hukuman bagi yang belum maupun telah menikah. Pendapat lain mengatakan bahwa hukumannya disamakan dengan hukum zina yaitu dirajam sampai mati bagi yang telah menikah, dan hukum cambuk dan diasingkan bagi yang belum menikah. Wallahu a’la bisshawab, adapun yang lebih tepat adalah tidak dibedakan anatara yang belum dan yang telah menikah. Karena dalil Nabi ﷺ bersifat umum. Beliau mengatakan,
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Barangsiapa yang mendapati perbuatan sebagaimana perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual), maka bunuhlah yang melakukan dan yang diperlakukan (jika keduanya melakukan dengan ridha).” ([16])
Adapun tentang pemerkosaan, maka yang dibunuh hanyalah yang melakukan pemerkosaan. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah dicarikan tempat yang tinggi, kemudian dilembar dari tempat tersebut, kemudian dihujanin dengan batu. Bahkan diriwayatkan oleh sebagian para sahabat dan tabi’in, bahwa hukum bagi pelaku homoseksual adalah dibakar. Akan tetapi pendapat yang lebih kuat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual adalah dibunuh([17]).
Nabi Luth di Injil
Pergilah Lot dari Zoar dan ia menetap bersama-sama dengan kedua anaknya perempuan di pegunungan, sebab ia tidak berani tinggal di Zoar, maka diamlah ia dalam suatu gua beserta kedua anaknya. Kata kakaknya kepada adiknya: “Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi. Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita.” Pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu masuklah yang lebih tua untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: “Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita.” Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab, dialah bapa orang Moab yang sekarang. Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami, dialah bapa bani Amon yang sekarang. (Kejadian 19 : 30-38)
Perhatikan yang mengganjal di atas :
- Pertama : Bagaimana putri-putri Nabi Luth begitu bejat sehingga berfikir untuk melakukan demikian?. Adapun dalam al-Qurán Allah mensifati mereka (Luth dan kedua putrinya) dengan keminanan. Allah berfirman :
فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di dalamnya (negeri kaum Luth) itu.” (QS. Adz-Dzariyat: 35)
- Kedua : Jika Nabi Luth pun mabuk di hari pertama, kenapa ia ketika sadar tidak mempermasalahkan mabuknya?. Bukankah orang mabuk sadar jika dia telah mabuk?. Lantas juga kenapa setelah Luth mengetahui anaknya mengandung darinya ia tidak marah dan murka kepada mereka?.
Adapun dalam Islam maka ini tidak mungkin terjadi, karena Allah pasti menjaga RasulNya dari terjerumus dalam perbuatan keji ini.
Footnote:
_______________
([1]) Tafsir Ibnu Katsir (7/422)
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthuby 17/143
([3]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 27/207
([4]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 27/204
([5]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 27/204
([6]) Lihat: Tafsir Al-Alusy 14/90 dan At-Tahrir wat Tanwir 27/204
([7]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li ibnu ‘Asyur 27/8.
([8]) Tafsir Ath-Thabariy 21/532.
([9]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li ibnu ‘Asyur 27/8.
([10]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 9/75.
([11]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 17/48.
([12]) Lihat: Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/179.
([13]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 12/135.
([14]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 9/27.
([15]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/400)