Kiat-Kiat Meraih Husnul Khotimah
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Tentu saja, di antara sebab-sebab yang harus kita lakukan untuk meraih husnul khotimah adalah dengan beramal saleh. Namun ada sebab-sebab khusus yang memudahkan seseorang untuk meraih husnul khotimah, di antaranya adalah:
- Bertakwa kepada Allah ﷻ
Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
“Bertakwalah kepada Allah, dimana pun engkau berada.” ([1])
Selain itu, Allah ﷻ menggandengkan antara takwa kepada Allah dengan husnul khotimah. Berdasarkan firman Allah ﷻ,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Lihatlah, bagaimana syariat menggandengkan antara takwa dengan husnul khotimah. Artinya bertakwalah dengan takwa yang sesungguhnya dan janganlah meninggal dunia, kecuali dalam keadaan Islam. Kita tahu di antara kesulitan yang dihadapi seorang muslim adalah pada saat menghadapi sakratulmaut. Barang siapa yang menghadapi sakratulmaut, maka dia akan mengalami kesulitan. Rasulullah ﷺ bersabda,
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ
“Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sesungguhnya kematian ada sekaratnya.”([2])
Sakratulmaut bukanlah perkara yang ringan. Sampai-sampai seseorang ketika menghadapi sakratulmaut, tentunya setan akan datang berusaha mengerahkan segala kekuatannya untuk membuat seseorang menjadi kafir, karena pada saat itu adalah kesempatan terakhir bagi setan untuk menggodanya. Setan akan mengerahkan segala kekuatannya untuk bisa menggelincirkan seseorang di penghujung hayatnya.
Ada seseorang yang bercerita kepada penulis tentang seorang ayah yang memiliki kebiasaan bermaksiat kepada Allah ﷻ, berzina, tidak pernah menunaikan ibadah salat maupun puasa. Singkat cerita sang ayah tersebut menderita penyakit kanker. Akhirnya sang anak menemani ayahnya yang terkena penyakit kanker tersebut di rumah sakit. Satu hari menjelang meninggal ayahnya meminta anaknya untuk mengambil mushaf. Maka, sang anak begitu bahagia ketika diperintahkan untuk mengambil mushaf dan berharap ayahnya sadar di penghujung hayatnya. Namun, ketika diambilkan mushaf di hadapannya dan dia mulai membukanya, lalu dia mengumpulkan ludahnya dan meludahi mushaf tersebut dan berkata, ‘Aku kafir kepada kitab ini’. Kemudian sang anak segera mengambilnya dan tak lama kemudian sang ayah meninggal dunia.
Hal itu bisa saja terjadi, lantaran selama kehidupan orang tersebut, setan telah menggodanya. Terlebih lagi, mereka mengerahkan segala kekuatannya untuk bisa menggodanya di penghujung hayatnya. Maka, tidak semua orang bisa tegar di penghujung hayatnya. Itulah kondisi yang sangat sulit. Oleh karena itu, jika seseorang bertakwa kepada Allah ﷻ, maka Allah akan memberikan solusi kepadanya. Bukankah Allah ﷻ berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” (QS. Ath-Thalaq: 2)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4)
Apabila kita selama menjalani kehidupan ini, Allah memudahkan urusan kita. Apalagi, saat kita menghadapi sakratulmaut. Sejatinya, ini bukanlah perkara yang mudah. Bahkan, ini merupakan perkara yang berat, karena seseorang dihadapkan antara surga dan neraka. Selain itu, ini adalah kesimpulan amalan kita selama ini, apakah amal baik atau buruk. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amalan tergantung penghujungnya.”([3])
Maka, apabila seseorang selalu melatih dirinya untuk bertakwa, baik di saat sendiri maupun di tengah keramaian, niscaya di penghujung hidupnya Allah ﷻ akan memudahkannya untuk menghadapi sakratulmaut. Oleh sebab itu, hal ini akan melazimkan kita untuk senantiasa menjaga ketakwaan kita.
Barang siapa berusaha untuk bertakwa dan taat kepada Allah ﷻ sejak dari awal hingga akhir hidupnya, maka mudah-mudahan dia akan mengakhiri hayatnya dengan ketakwaan kepada Allah ﷻ. Imam Ibnu Katsir -rahimahullah- menyebutkan suatu kaidah ketika menafsirkan firman Allah ﷻ,
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Beliau berkata,
حَافِظُوا عَلَى الْإِسْلَامِ فِي حَالِ صِحَّتِكُمْ وَسَلَامَتِكُمْ لِتَمُوتُوا عَلَيْهِ، فَإِنَّ الْكَرِيمَ قَدْ أَجْرَى عَادَتَهُ بِكَرَمِهِ أَنَّهُ مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ، وَمَنْ مَاتَ عَلَى شَيْءٍ بُعث عَلَيْهِ
“Jagalah Islam kalian dan kondisi sehat dan keselamatan kalian agar kalian wafat dalam kondisi Islam. Sesungguhnya Allah yang Maha mulia telah menjalankan sunah-sunah-Nya / kebiasaan-Nya. Barang siapa yang hidup di atas sesuatu kebiasaannya, maka dia akan meninggal dunia di atas kebiasaannya tersebut. Dan barang siapa yang wafat dalam satu kondisi kebiasaan, maka dia akan dibangkitkan dalam kondisi tersebut.”([4])
Inilah kaidah yang sudah berlaku. Allah ﷻ telah menjalankannya di dalam kehidupan dunia. Maka dari itu, seseorang yang kebiasaannya melakukan kemaksiatan, maka sulit baginya untuk meraih husnul khotimah, apabila dia tidak segera bertobat kepada Allah ﷻ.
Sangat banyak cerita tentang orang yang meninggal dunia dalam keadaan bermaksiat kepada Allah ﷻ. Ada orang yang sedang bermain judi dan tiba-tiba meninggal dunia dalam keadaan badannya kaku memegang kartu judinya. Ada pula orang yang sedang berzina, lalu meninggal dunia dalam kondisi berzina. Ada pula orang yang sedang minum minuman keras dan meninggal dunia dalam keadaan seperti itu. Ada pula orang yang sedang menyanyi, kemudian meninggal dunia dalam keadaan menyanyi sambil berjoget. Wal iyadzu billah. Begitu juga dengan keadaan orang yang hendak meninggal dunia, namun dia tidak mampu mengucapkan kalimat tauhid, tetapi yang diucapkan adalah nyanyian.
Oleh karenanya, Hal yang paling penting untuk meraih husnul khotimah adalah ketakwaan kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik.” (QS. Al-A’raf: 26)
Taqwa digambarkan sebagaimana kita memakai suatu pakaian. Seluruh tubuh kita dilandasi dengan ketakwaan. Seorang yang bertakwa tidak hanya tatkala berbicara. Namun, hendaknya bertakwa di dalam beramal, menjaga pandangan, pendengaran dan hatinya. Barang siapa yang melazimi ketakwaan, niscaya dia akan wafat dalam kondisi husnul khotimah.
- Mengingat kematian
Di antara hal yang dapat memudahkan seseorang meraih husnul khotimah adalah dengan mengingat kematian. Ini merupakan perkara yang tidak menyenangkan, karena jika kita ingat dengan kematian, seakan-akan kenikmatan yang kita rasakan berkurang. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan (yaitu kematian).”([5])
Barangkali setiap orang memiliki waktu untuk tertawa dan bergembira. Namun, setidaknya dia mempunyai waktu untuk mengingat kematian. Bahkan, Nabi ﷺ memerintahkan untuk memperbanyak mengingat kematian. Karena, apabila seseorang sering mengingat kematian, maka dia akan bersiap-siap untuk menghadapi kematian tersebut.
Orang yang seperti ini, sejatinya adalah orang yang paling cerdas. Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ ditanya oleh seorang dari kaum Anshar,
فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ
“‘Siapakah orang beriman yang paling cerdas?’ Beliau ﷺ bersabda, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan orang yang paling baik persiapannya untuk bertemu dengan kematian, merekalah orang-orang yang cerdas’.” ([6])
Betapa sering kita lalai dari hal ini, karena kita tidak pernah memikirkan tentang kematian.
Barang siapa yang lupa dengan kematian, maka dia akan diberi ujian/dihukumi dengan tiga perkara, yaitu:
- Menunda-nunda tobat (تَسْوِيْفُ التَّوْبَة),
- Tidak puas dengan dunia dan meninggalkan sikap secukupnya (تَرْكُ الرِّضَى بِالْكَفَاف). Dia berusaha mencari dunia sebanyak-sebanyaknya dan tidak pernah merasa puas, karena dia tidak pernah memikirkan tentang kematian. Dia menginginkan mobil, rumah, penampilan dan segala kemewahan yang lainnya. Seandainya dia memperbanyak aset dengan berinfak di jalan Allah ﷻ, tentu hal itu lebih baik.
Itu lah dampak dari mengingat kematian. Apabila dia hanya memperbanyak aset-aset duniawi, memperbanyak tempat penyimpanan hartanya dan tidak pernah merasa cukup, maka hal itu menunjukkan bahwa dia tidak pernah memikirkan kematian.
Barang siapa yang mengingat kematian, pasti dia akan merasa cukup di dalam masalah duniawi yang telah diberikan kepadanya. Akan tetapi, barang siapa yang tidak pernah memikirkan kematian, maka dia akan rakus dengan harta, mencari harta sebanyak-banyaknya dan tidak pernah berhenti.
- Malas beribadah (التَّكَاسُل فِي الْعِبَادَة). Barang siapa yang tidak mengetahui kapan dirinya akan dipanggil oleh Allah, maka dia akan senantiasa semangat dalam beribadah.([7])
Saat ini, kita berada di zaman yang membuat kita lalai dari kematian. Banyak sekali kesibukan dunia yang dikerjakan, tontonan-tontonan di media sosial, perencanaan pembangunan dan hal yang semisalnya. Semua hal ini, apabila kita tidak mendampinginya dengan duduk di majelis ilmu, membaca Al-Quran dan nasehat, maka kita akan terbawa untuk terus mengejar dunia dan malas untuk beribadah dan hal yang semisalnya, disebabkan karena kita jarang mengingat tentang kematian.
Oleh karenanya, Nabi ﷺ menganjurkan kita untuk berziarah kubur,
فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
Berziarahlah ke kubur, karena sesungguhnya itu mengingatkan kematian.” ([8])
Hendaknya kita memiliki waktu untuk berziarah ke kubur. Masuk ke dalam area perkuburan, berdiri, lalu mengucapkan doa untuk penghuni kubur. Lihatlah orang-orang yang berada di alam kubur, mereka dahulu saling berpacu dan bersaing dalam memperbanyak harta benda, meraih jabatan dan berbagai macam perbuatan lainnya, namun ujung pencarian mereka berakhir di alam kubur.
Sekarang kita masih diberikan kesempatan untuk hidup di dunia ini, sedangkan kita juga akan seperti dengan mereka yang berada di alam kubur. Tatkala seseorang sering berziarah kubur dan mengingat kematian, maka dampak kebaikan yang akan didapatkannya adalah dia lebih banyak untuk menahan diri, dia merasa lebih cukup dengan apa yang telah dia miliki. Di samping dia lebih bersemangat dalam beribadah kepada Allah ﷻ, apabila dia melakukan kesalahan atau dosa, maka dia merasa takut dan segera bertobat kepada Allah ﷻ. Dia tidak menunda-nunda tobat hingga waktu yang akan datang, karena dia merasa tidak ada yang menjaminnya untuk hidup sampai hari esok.
Maka dari itu, hendaknya kita melazimkan diri dengan sering menghadiri majelis ilmu, berziarah kubur, dan menghadiri orang yang sedang menghadapi sakratulmaut, karena hal ini adalah di antara hal yang sangat memberikan kesembuhan hati dari penyakit-penyakit hati.
Hanya saja, Nabi ﷺ memerintahkan untuk berziarah kubur, karena melihat orang yang sedang menghadapi sakratulmaut tidaklah mudah. Akan tetapi, jika kita bisa bertemu dengan orang yang sedang menghadapi sakratulmaut dan bagaimana kondisinya, maka sejatinya itu bisa mempengaruhi iman kita, sehingga kita akan senantiasa ingat dengan kematian.
- Segera bertobat
Di antara hal yang membantu kita untuk meraih husnul khotimah adalah segera bertobat. Hendaknya bagi kita jangan pernah untuk menunda-nunda tobat. Allah ﷻ berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Ali ‘Imran: 133)
Begitu juga dengan firman Allah ﷻ,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Al-Hadid: 21)
Sampai-sampai Ibnu Al-Qayyim -rahimahullah- mengatakan,
أَنَّ الْمُبَادَرَةَ إِلَى التَّوْبَةِ مِنَ الذَّنْبِ فَرْضٌ عَلَى الْفَوْرِ، وَلَا يَجُوزُ تَأْخِيرُهَا، فَمَتَى أَخَّرَهَا عَصَى بِالتَّأْخِيرِ
“Bersegera untuk bertobat dari perbuatan dosa adalah (wajib fauri) kewajiban yang harus disegerakan dan tidak boleh ditunda. Apabila seseorang menunda tobatnya, sejatinya dia telah berbuat dosa dengan perbuatannya menunda-nunda tersebut.”([9])
Maka dari itu, kapan saja kita melakukan kemaksiatan, hendaknya segera bertobat kepada Allah ﷻ. Sejatinya kita semua tidak bisa luput dari kemaksiatan dari apa yang kita dengar dan kita lihat. Setiap hari seorang tidak bisa terlepas dari kemaksiatan. Barang siapa yang terjun ke dalam media sosial, maka dipastikan dia telah bermaksiat. Barang siapa yang memiliki akun media sosial di dunia maya apa pun itu bentuknya, pasti dia jatuh dalam kemaksiatan. Maka dari itu, jangan pernah seseorang menunda tobat kepada Allah ﷻ.
Setan akan datang, kemudian mengatakan ‘nanti saja’. Janganlah seseorang menuruti kehendak setan, karena dia tidak tahu kapan akan dipanggil oleh Allah ﷻ. Segala bentuk maksiat apa pun yang dilakukan oleh seseorang, hendaknya dia bersegera untuk bertobat dan beristighfar.
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
“Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.”([10])
Dimana pun dan kapanpun seseorang berada, hendaknya mengucapkan istighfar dan membasahi lisan dengan istighfar dan tobat kepada Allah ﷻ.
- Memperbanyak amalan rahasia (sirr)
Di antara amalan yang dapat membantu husnul khotimah adalah dengan memperbanyak amalan sirr, yaitu amalan rahasia yang orang lain tidak mengetahuinya. Maka dari itu, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ تَكُونَ لَهُ خَبيئَةُ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ
“Barang siapa yang mampu untuk memiliki amalan saleh yang tersembunyi, maka lakukanlah.” ([11])
Karena di antara sebab orang terjerumus ke dalam suul khatimah adalah melakukan amalan buruk yang tersembunyi. Sebaliknya, orang yang ingin meraih husnul khotimah, hendaknya melakukan amalan baik, yang orang lain tidak mengetahuinya dan hanya Allah ﷻ yang mengetahuinya. Rasulullah ﷺ bersabda dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
“Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang dari kalian melakukan amalan penduduk surga, sehingga jarak antara dia dengan surga adalah sehasta, lalu takdir mendahuluinya, maka dia melakukan amalan penduduk neraka, lalu masuk ke dalam neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian melakukan amalan penduduk neraka, sehingga jarak antara dia dengan neraka adalah sehasta, lalu takdir mendahuluinya, maka dia melakukan amalan penduduk surga, lalu masuk ke dalam surga.”([12])
Dijelaskan di dalam riwayat lain dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya seseorang melakukan amalan penghuni surga yang tampak bagi manusia. Padahal, dia termasuk penghuni neraka. Sesungguhnya seseorang melakukan amalan penghuni neraka yang tampak bagi manusia, padahal dia termasuk penghuni surga.”([13])
Dalam hal ini Ibnu Rajab -rahimahullah- berkata,
وَقَوْلُهُ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ بَاطِنَ الْأَمْرِ يَكُونُ بِخِلَافِ ذَلِكَ، وَأَنَّ خَاتِمَةَ السُّوءِ تَكُونُ بِسَبَبِ دَسِيسَةٍ بَاطِنَةٍ لِلْعَبْدِ لَا يَطَّلِعُ عَلَيْهَا النَّاسُ، إِمَّا مِنْ جِهَةِ عَمَلٍ سَيِّئٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ، فَتِلْكَ الْخَصْلَةُ الْخَفِيَّةُ تُوجِبُ سُوءَ الْخَاتِمَةِ عِنْدَ الْمَوْتِ، وَكَذَلِكَ قَدْ يَعْمَلُ الرَّجُلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَفِي بَاطِنِهِ خَصْلَةٌ خَفِيَّةٌ مِنْ خِصَالِ الْخَيْرِ، فَتَغْلِبُ عَلَيْهِ تِلْكَ الْخَصْلَةُ فِي آخِرِ عُمُرِهِ، فَتُوجِبُ لَهُ حُسْنَ الْخَاتِمَةِ
“Perkataan Nabi ﷺ (فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ) memberikan arti bahwa perkara yang sebenarnya adalah kebalikannya. Sesungguhnya suul khatimah disebabkan karena amalan buruk yang tersembunyi dilakukan oleh seorang hamba, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya. Itulah kebiasaan buruk tersembunyi yang justru mengantarkannya kepada suul khatimah menjelang kematiannya. Begitu juga, terkadang seorang hamba yang melakukan amalan penghuni neraka. Namun dia memiliki kebiasaan amalan-amalan kebaikan yang tersembunyi, sehingga kebiasaan tersebut berlangsung hingga akhir hayatnya dan mengantarkannya kepada husnul khotimah.”([14])
Barangkali amalan seseorang yang tampak di hadapan manusia adalah banyak kebaikan dan kedermawanan, tetapi dibalik itu ada amalan-amalan buruk dan kemaksiatan yang telah dia lakukan. Bisa jadi kemaksiatan tersebut ada di dalam hatinya berupa kesombongan, keangkuhan, merendahkan orang lain dan tidak menghargainya, riya’, ‘ujub dan berbagai macam penyakit hati lainnya. Akhirnya penyakit-penyakit hati tersebut tersimpan di dalam hatinya, yang sejatinya hal itu adalah kemaksiatan-kemaksiatan yang dia lakukan, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya yang akan berdampak di penghujung hayatnya. Na’udzu billah. Di penghujung hayatnya bisa saja Allah membuatnya cinta dengan kemaksiatan, Allah ﷻ membuatnya gelisah jika tidak bermaksiat, hingga akhirnya dia tenggelam ke dalam kemaksiatan dan meninggal dunia dalam keadaan suul khatimah.
Sebaliknya, barang siapa yang hendak meraih husnul khotimah, hendaknya dia melakukan amalan-amalan saleh, dimana orang lain tidak mengetahuinya, baik berupa amalan-amalan hati seperti husnuzan, sabar, tidak merendahkan orang lain, ikhlas, tidak ‘ujub ataupun tidak merasa bangga dengan amalan kebaikan yang sudah dikerjakan.
Terkadang seseorang yang menulis suatu status di salah satu akun media sosial, membuatnya sudah merasa bangga dengan apa yang ditulisnya. Meskipun itu hanyalah hasil nukilan dari orang lain atau bisa jadi tulisan tersebut bukanlah dari hasil karyanya sendiri, tetapi hanya terjemahan dari buku tertentu.
Oleh karenanya, apabila kita hendak meraih husnul khotimah, sebagaimana kita memiliki amalan-amalan maksiat dimana orang lain tidak mengetahuinya, maka hendaknya kita melawan dengan amalan-amalan kebajikan pula dimana orang lain tidak mengetahuinya.
Dua cara bertobat
Ada dua cara bagi seseorang yang bertobat kepada Allah ﷻ dan hendak meninggalkan dosa ataupun kesalahan-kesalahannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي المَسْجِدِ، فَثَارَ إِلَيْهِ النَّاسُ ليَقَعُوا بِهِ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ، وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ
“Sesungguhnya ada seorang Arab kencing di dalam masjid, lalu orang-orang bangkit hendak memukulnya, lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka, ‘Biarkanlah dia, siramlah bekas kencingnya dengan satu ember air’.”([15])
Ketika ada seorang Arab badui yang masuk masjid, lalu kencing di salah satu sudut masjid, maka Nabi ﷺ bersabda,
دَعُوهُ، وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ
“Biarkanlah dia, siramlah bekas kencingnya dengan satu ember air.”
Nabi ﷺ memerintahkan untuk membawakan seember air dan diguyurkan ke tempat bekas kencing orang Arab badui tersebut. Setelah itu hilanglah najis tersebut, karena air kencing tersebut tercampur dengan air yang banyak, sehingga najis tersebut hilang seluruhnya.
Begitu juga bagi kita yang hendak membersihkan dosa-dosa yang telah kita lakukan adalah dengan dua cara.
- Pertama dengan tobat, yaitu dengan meninggalkan segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat dan tidak mengulanginya lagi. Sebagaimana orang yang hendak membersihkan suatu dari najis, yaitu dengan membuang semua najis tersebut agar tempat tersebut menjadi bersih seperti sedia kala.
- Kedua, dengan memperbanyak amalan kebaikan. Bisa saja seseorang tidak mampu meninggalkan dosa-dosanya sekaligus, maka dia bisa menghapuskan dosa-dosanya dengan memperbanyak amalan-amalan kebaikan agar amalan-amalan buruknya tertutupi dengan amalan kebaikannya tersebut, sebagaimana orang yang membersihkan najis pada suatu tempat dengan menuangkan air sebanyak-banyaknya pada tempat najis tersebut.
Sebagian orang diberikan kemudahan ketika bertobat kepada Allah ﷻ dengan meninggalkan segala kemaksiatan yang dilakukannya. Namun, sebagian orang tidak bisa melakukannya, karena masih tertawan oleh nafsu syahwatnya, maka hendaknya dia memperbanyak amalan kebaikan dimana orang lain tidak mengetahui amalan kebaikan tersebut sehingga membersihkan amalan-amalan keburukan yang telah dia lakukan. Seakan-akan dia menuangkan air sebanyak-banyaknya untuk membersihkan najis yang ada pada dirinya.
Maka dari itu, Apabila ada seorang di antara kita yang memiliki maksiat yang telah dia lakukan dan mampu meninggalkannya secara keseluruhan, maka hendaknya dia berbuat yang terbaik dengan bertobat kepada Allah ﷻ.
Ada petugas ambulans dari arab yang bercerita bahwa saat itu adalah pertama kalinya menjadi petugas ambulans. Tiba-tiba ada kecelakaan di jalan, lalu dia menuju tempat kejadian tersebut dengan diteman seorang temannya yang sudah berpengalaman dari pada dirinya. Ketika mereka tiba di lokasi kecelakaan, ternyata ada seorang pemuda yang terluka parah, sehingga ada beberapa besi yang masuk ke dalam tubuhnya. Mereka pun mengangkat dan membawa pemuda tersebut ke dalam mobil ambulans. Mereka mengajak bicara pemuda tersebut, namun tidak menjawabnya. Pemuda tersebut hanya tersenyum. Ketika mereka mengajak bicara lagi, maka dia membaca suatu ayat dari Al-Quran,
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ. فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Hujurat: 7-8)
Setelah membaca ayat itu, pemuda tersebut meninggal dunia. Ayat yang terakhir dia baca adalah dari surat Al-Hujurat. Petugas ambulans tersebut mengabarkan kepada keluarganya apa yang telah terjadi. Ternyata, ayah dari pemuda tersebut bercerita bahwa dia merupakan seorang tentara, dia merupakan seorang yang biasa-biasa saja. Akan tetapi, setiap kali dia mendapatkan gaji, maka dia akan mengambil 1500 real untuk dibelikan kebutuhan pokok dan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang mendapatkan kesulitan. Hal itu dilakukannya secara terus menerus. Tidak banyak orang yang mengetahui kebiasaanya tersebut. Setelah itu, Allah menakdirkannya untuk meninggal dunia dalam kondisi husnul khotimah.
Sejatinya banyak amalan-amalan kebaikan yang bisa kita lakukan. Terkadang amalan tersebut harus kita tampakkan, karena suatu maslahat tertentu. Begitu juga dengan amalan saleh yang tidak harus ditampakkan dan cukup Allah ﷻ saja yang mengetahuinya. Misalnya berkaitan dengan kerabat kita atau orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita.
Bisa saja seseorang menyisihkan sebagian gajinya untuk membelikan kebutuhan pokok dan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita dan orang lain tidak perlu mengetahuinya. Inilah di antara sebab utama agar dapat meraih husnul khotimah. Diriwayatkan dari Az-Zubair bin Al-‘Awwam radhiallahu ‘anhu berkata,
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ تَكُونَ لَهُ خَبيئَةُ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ
“Barang siapa yang mampu untuk memiliki amalan saleh yang tersembunyi, maka lakukanlah.” ([16])
Itulah amalan yang kita sangat berharap menjadi amalan andalan untuk bertemu dengan Allah Rabb semesta alam. Amalan andalan yang akan menyelamatkan kita tatkala menghadapi sakaratul maut.
Sekarang kita renungkan, apakah kita memiliki amalan, dimana yang mengetahuinya hanya Allah ﷻ? Ataukah ada di antara amalan kita dimana semua orang mengetahuinya? Apabila semua orang telah mengetahuinya, maka hendaklah kita mencari amalan-amalan yang lain dimana orang lain tidak mengetahuinya.
Terkadang seseorang bercerita kepada orang lain tentang kebaikan yang telah dia lakukan, baik ketika dia menasihati orang lain atau ketika berdakwah di pelosok negeri atau membantu orang lain. Bahkan, ada orang yang setiap kali berbuat baik, maka dia bercerita. Bukan karena riya’, tetapi hal itu sangat rawan karena dapat mengurangi pahala. Apalagi dengan sarana media sosial pada zaman sekarang ini yang membuat sangat mudah menshare amalan kebaikan seseorang.
- Berdoa
Di antara hal yang mampu mengantarkan seseorang untuk meraih husnul khotimah adalah dengan banyak berdoa, di antaranya adalah:
- Berdoa sebagaimana doa nabi Yusuf u,
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf : 101)
- Doa menjelang tidur
Doa ketika seseorang hendak tidur yang Rasulullah ﷺ ajarkan kepada umatnya sangat banyak. Namun, di antara doa yang diajarkan oleh beliau ﷺ apabila kita membaca doa itu, maka akan meraih husnul khotimah, sebagaimana di sebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Apabila engkau hendak mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah sebagaimana wudhu hendak salat, kemudian berbaringlah di atas sisi tubuh sebelah kanan([17]), kemudian berdoalah,
اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ، فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ، فَأَنْتَ عَلَى الفِطْرَةِ، وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ
“‘Ya Allah aku serahkan jiwaku kepada-Mu, aku pasrahkan urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu, dengan penuh pengharapan dan rasa takut kepada-Mu, tidak ada tempat bersandar dan keselamatan dari-Mu kecuali kepada-Mu. Ya Allah aku beriman kepada Al-Quran yang engkau turunkan dan beriman kepada nabi-Mu yang engkau utus’. Apabila engkau meninggal dunia, maka engkau (meninggal dunia) dalam keadaan Islam (fitrah). Jadikanlah dia doa terakhirmu tatkala engkau hendak tidur.”([18])
- Doa yang di antaranya diucapkan oleh Nabi ﷺ,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِعْلَ الخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ المُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ المَسَاكِينِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِي وَتَرْحَمَنِي، وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةً فِي قَوْمٍ فَتَوَفَّنِي غَيْرَ مَفْتُونٍ، وَأَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu taufiq agar bisa mengamalkan semua kebaikan, meninggalkan semua kemungkaran dan bisa mencintai orang miskin. Jika Engkau menghendaki bagi hamba-hamba-Mu ujian (fitnah), maka wafatkanlah aku tanpa terkena fitnah itu, dan aku meminta kecintaan-Mu dan kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu dan kecintaan kepada suatu amalan yang mendekatkanku kepada cinta-Mu”([19])
Artinya selamat dari fitnah-fitnah, baik itu berupa fitnah dunia, wanita maupun jabatan. Bisa juga seseorang memohon dengan berdoa,
نَسْأَلُ اللَّهَ حُسْنَ الْخِتَامِ
“Kami memohon kepada Allah kesudahan yang baik.”([20])
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُسْنَ الْخِتَامِ
“Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku kesudahan yang baik.”
- Berbaik sangka kepada Allah ﷻ
Di antara hal yang dapat meraih husnul khotimah adalah berbaik sangka kepada Allah ﷻ. Terutama saat menjelang wafat. Diriwayatkan dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata,
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَبْلَ وَفَاتِهِ بِثَلَاثٍ، يَقُولُ لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ
“Aku mendengar Nabi ﷺ tiga hari menjelang wafat beliau bersabda, ‘Janganlah salah seorang dari kalian meninggal dunia, kecuali dalam kondisi berprasangka baik kepada Allah’.” ([21])
Di dalam hadis qudsi Allah ﷻ berfirman,
أنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، فَلْيَظُنَّ بِي مَا شَاءَ
“Sesungguhnya Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Hendaknya hamba-Ku berprasangka kepadaku menurut yang dia sukai.” ([22])
Disebutkan pula di dalam riwayat yang lain,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ
“Sesungguhnya Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila dia berprasangka baik, maka baginya kebaikan dan apabila dia berprasangka buruk, maka baginya keburukan.”([23])
Dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَخَلَ عَلَى شَابٍّ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ، فَقَالَ كَيْفَ تَجِدُكَ؟ قَالَ أَرْجُو اللَّهَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَخَافُ ذُنُوبِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو، وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
“Sesungguhnya Nabi ﷺ masuk menemui seorang pemuda hendak meninggal dunia, lalu beliau ﷺ bertanya, ‘Bagaimana engkau mendapati dirimu?’, dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berharap kepada Allah dan aku khawatir terhadap dosa-dosaku’, maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidaklah berkumpul dua perkara ini([24]) pada hati seorang hamba dalam kondisi demikian ketika meninggal dunia, kecuali Allah akan mengabulkan harapannya dan memberikan keamanan baginya dari apa yang dia takutkan’.” ([25])
Oleh karenanya, bagi seseorang yang tidak memiliki kebiasaan untuk senantiasa berbaik sangka kepada Allah ﷻ , maka hal ini akan menjadi sesuatu yang sulit. Maka dari itu, hendaknya seseorang senantiasa melatih dirinya untuk berbaik sangka kepada Allah ﷻ, sehingga ketika meninggal dunia dia bisa berprasangka baik kepada Allah ﷻ.
Apabila seseorang yang di dalam kehidupannya selalu berburuk sangka atau bahkan marah kepada Allah ﷻ, maka di penghujung hayatnya dia akan berburuk sangka kepada Allah ﷻ. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, kecuali dia telah membiasakan dirinya untuk selalu berprasangka baik kepada Allah ﷻ, dengan belajar tentang Allah ﷻ beserta sifat-sifat-Nya. Mudah-mudahan dengan itu, dia mampu meraih berprasangka baik kepada Allah ﷻ.
- Tidak menzalimi orang lain
Sebaiknya seseorang meninggal dunia dalam kondisi tidak menzalimi orang lain. Bisa jadi seseorang meninggal dunia dalam keadaan suul khatimah, akibat dari doa orang yang pernah dia zalimi. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Nabi ﷺ bersabda,
وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Takutlah kepada doa orang yang dizalimi, karena antara dirinya dengan Allah tidak ada penghalang.” ([26])
Apabila kita merasa pernah merendahkan orang lain, memaki-makinya, hingga mengakibatkannya menangis, menengadahkan tangannya memohon kepada Allah ﷻ di tengah malam dan mendoakan kecelakaan bagi kita, maka cepat atau lambat kita akan mendapatkan kecelakaan tersebut. Wal iyadzu billah
Apabila doanya dikabulkan menjelang kita meninggal dunia, maka hal itu menjadi kesengsaraan yang berlipat-lipat. Maka dari itu, hendaknya setiap muslim berhati-hati terhadap perkara tersebut. Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِم
“Tidak ada satu dosa yang Allah segerakan untuk menurunkan hukuman bagi pelakunya di dunia dan yang disisakan di dalam akhirat, seperti perbuatan zalim dan memutuskan tali persaudaraan.”([27])
Maka dari itu, hendaknya setiap orang waspada dan jangan sampai berbuat zalim kepada orang lain.
Di dalam suatu riwayat dari kisah sebagian sahabat disebutkan,
كَتبَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ أَنِ اكتُبْ إليَّ بِالعِلمِ كُلِّهِ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ: إِنَّ العِلمَ كَثِيْرٌ، وَلَكِنْ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَلقَى اللهَ خَفِيفَ الظَّهْرِ مِنْ دِمَاءِ النَّاسِ, خَمِيْصَ البَطنِ مِنْ أَمْوَالِهِم, كَافَّ اللِّسَانِ عَنْ أَعْرَاضِهِم, لاَزماً لأَمرِ جَمَاعَتِهِم، فَافعَلْ
“Seseorang menulis surat kepada Ibnu ‘Umar, ‘Tuliskanlah kepadaku seluruh ilmu’, lalu dia pun menulis untuknya: ‘Sesungguhnya ilmu itu banyak. Tetapi jika engkau mampu bertemu kepada Allah dalam keadaan kondisi ringan punggungmu (tidak ada beban) dari menumpahkan darah manusia, membuat mereka kelaparan dengan merampas harta mereka, menjaga lisan dari menjatuhkan diri orang lain dan melazimi jamaah kaum muslimin, maka lakukanlah.”([28])
Artinya
Artinya Ibnu ‘Umar berwasiat agar hati-hati dalam suatu amalan. Janganlah sampai engkau menumpahkan darah orang lain, melukai orang lain dalam kondisi perut kosong, memakan harta (menipu) mereka, menjaga lisanmu dan tidak menjatuhkan diri orang lain. Hendaknya engkau melazimi mereka dengan tidak memberontak terhadap jamaah kaum muslimin.
Jika kita ingin mati dalam keadaan tidak mempunyai beban, kesimpulannya adalah jangan berbuat zalim dengan membunuh dan melukai orang lain. Jangan sampai perkataan kita menyinggung perasaan orang lain, tidak makan dari hasil yang haram dan tidak menjatuhkan diri orang lain. Maka dari itu, di dalam kehidupan ini janganlah menzalimi orang lain. Apabila kita menzalimi orang lain, hendaknya kita segera minta maaf.
Janganlah kita menzalimi orang yang jauh, apalagi orang yang dekat. Sebagian orang terkadang merasa bahwa kezaliman adalah dengan menzalimi orang yang jauh dari mereka. Bahkan, orang terdekatnya pun bisa terkena kezaliman dari dirinya. Seseorang bisa saja menzalimi istrinya, setiap hari dihinakan, direndahkan, tidak menunaikan hak-haknya, atau menzalimi anak-anaknya. Begitu pun sebaliknya, seorang istri bisa saja menzalimi suaminya dengan tidak memberikan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, membangkang dan tidak mau menuruti kemauan suaminya. Banyak wanita-wanita yang demikian, begitu juga suami kepada istrinya.
Jangan sampai kita menzalimi orang tua, saudara-saudara, tetangga kita maupun kaum muslimin. Terutama sekarang ini sarana media sosial menjadi sarana yang mudah untuk menzalimi orang lain. Apabila kita bisa hidup dengan tidak memiliki masalah dengan orang lain, maka hendaknya lakukanlah. Apabila kita memiliki masalah, hendaknya kita menghadapinya dengan baik.
Apabila kita dizalimi oleh orang lain, maka hal itu tidaklah bermasalah bagi kita. Jangan sampai kita menzalimi orang lain dan sebisa mungkin tidak menzalimi orang lain. Karena, sejatinya itu adalah sarana untuk meraih husnul khotimah. Apabila kita menzalimi orang lain, sehingga dia berdoa keburukan untuk kita, maka kita akan tertimpa kecelakaan. Wal ‘iyadzu billah. Karena bisa saja, di penghujung hayat kita kita akan meraih suul khatimah.
Maka dari itu, di antara faedah zikir pagi dan petang adalah,
اَللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
“Ya Allah! Rabb Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang tampak, Rabb segala sesuatu dan Pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, dan setan dan kesyirikannya, atau aku menjalankan kejelekan terhadap diriku atau mendorong orang Islam kepadanya.”([29])
- Berbuat kebaikan kepada orang lain
Di antara hal yang dapat meraih husnul khotimah adalah berbuat baik kepada orang lain, baik di dalam perkataan, tenaga dan pikiran atau bahkan syafaat. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
اشْفَعُوا تُؤْجَرُوا
“Berilah syafaat, maka kalian akan mendapatkan pahala.” ([30])
Apabila kita tidak bisa membantu orang lain dengan tenaga, maka kita bisa membantu dengan harta, atau dengan sesuatu yang bermanfaat lainnya. Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda,
صَنَائِعُ الْمَعْرُوفِ تَقِي مَصَارِعَ السَّوْءِ
“Perbuatan-perbuatan baik akan menjaga seseorang dari kesudahan-kesudahan (wafat) yang buruk.”([31])
Apabila seseorang ingin meninggal dunia dalam keadaan baik atau dalam keadaan husnul khotimah, maka hendaknya dia sering berbuat baik kepada orang lain. Inilah perbuatan yang memiliki pengaruh yang besar di dalam mengantarkan seseorang untuk meraih husnul khotimah.
Inilah hal-hal yang hendaknya kita lakukan. Tentunya banyak hal untuk memperbanyak amal saleh yang akan mengantarkan kita kepada husnul khotimah.
Footnote:
______
([1]) H.R. Al-Bazzar no. 4022 9/416
([5]) H.R. Tirmidzi no. 2307, hadits hasan sahih menurut Al-Albani
([6]) H.R. Ibnu Majah no. 4259 dan dihasankan oleh Al-Albani
([7]) Lihat: At-Tadzkirah bi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah Li Al-Qurthubi 1/126
([11]) H.R. Abu Dawud no. 112 di dalam kitabnya Az-Zuhd dan An-Nasa’i no. 11834 di dalam As-Sunan Al-kubra mauquf kepada Az-Zubair bin Al-‘Awwam t . Disebutkan di dalam Munad Asy-Syihab no. 434 1/267 bahwa riwayat tersebut disandarkan langsung kepada Rasulullah r.
([12]) H.R. Ibnu Majah no. 76 dan disahihkan oleh Al-Albani
([13]) H.R. Bukhari no. 4202 dan Muslim no. 112
([14]) Jami’ul ‘Ulum wal Hikam Li Ibnu Rajab Al-Hanbali 1/173
([16]) H.R. Abu Dawud no. 112 di dalam kitabnya Az-Zuhd dan An-Nasa’i no. 11834 di dalam As-Sunan Al-kubra. Disebutkan di dalam Munad Asy-Syihab no. 434 1/267 bahwa riwayat tersebut disandarkan langsung kepada Rasulullah r.
([17]) Sebagian ulama mengatakan bahwa yang terpenting posisi awal ketika hendak tidur demikian. Namun, apabila pada pertengahan tidur seseorang berubah posisinya, maka diperbolehkan.
([19]) H.R. Riwayat Ahmad no. 22109 dan At-Tirmidzi no. 3235 dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih At-At-Tirmidzi 3/318
([20]) Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 7/138
([22]) H.R. Ahmad no. 16980, Ibnu Hibban di dalam Sahihnya dan At-Thabrani no. 210 di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dan disahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ As-Shaghir no. 4316 2/795
([23]) H.R. Ibnu Hibban no. 639 dan disahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ As-Shaghir no. 4316 2/795
([24]) Maksudnya adalah berharap kepada Allah I dan takut dengan dosa-dosa.
([25]) H.R. At-Tirmidzi no. 983, Ibnu Majah no. 4261 dan Al-Baihaqi no. 828 di dalam Al-Adab dan dihasankan oleh Al-Albani
([27]) H.R. Abu Dawud no. 4902 dan disahihkan oleh Al-Albani.
([28]) Siyar A’lam An-Nubala’ 4/313
([29]) H.R. Ahmad no. 51, Abu Dawud no. 5067 dan At-At-Tirmidzi no.3392 dan disahihkan oleh Al-Albani
([31]) H.R. Ath-Thabrani no. 6086 dan di sahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ As-Shaghir no. 3795 2/707