Mukjizat Akhlak Nabi Muhammad ﷺ
Oleh DR. Firandan Andirja, Lc. MA.
Kita akan berbicara tentang sosok makhluk dan manusia termulia yang pernah ada di atas muka bumi ini, dialah Nabi Muhammad ﷺ. Beliau adalah satu-satunya manusia yang dengan kehidupannya Allah ﷻ bersumpah. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an,
﴿لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ﴾
“(Allah berfirman) ‘Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kesesatan’.” (QS. Al-Hijr: 72)
Mengapa Allah ﷻ tidak bersumpah dengan kehidupan nabi-nabi yang lain? Tidak lain karena umur Nabi Muhammad ﷺ berkah, dan seluruh fase kehidupan Nabi Muhammad ﷺ seluruhnya adalah teladan bagi kita semua, sebagaimana firman Allah ﷻ,
﴿لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا﴾
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Agungnya Nabi Muhammad ﷺ serta kesempurnaan akhlak beliau, Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya al-Fishal fi al-Milal wa an-Nihal menyebutkan bahwasanya akhlak Nabi Muhammad ﷺ adalah mukjizat tersendiri.([1]) Bahkan beliau berkata,
فَإِنَّ سِيْرَةَ مُحَمَّد صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَنْ تَدَبَّرَهَا تَقْتَضِي تَصْدِيقَهُ
“Sesungguhnya barang siapa yang mengamati tentang sirah Nabi Muhammad ﷺ (mau tidak mau) dia akan membenarkan (kerasulan beliau).”([2])
Ibnu Hazm berkata demikian tidak lain karena Allah ﷻ telah mengemas kehidupan Nabi Muhammad ﷺ dengan begitu indah, dikemas dengan berbagai macam contoh, yang membuat setiap orang yang mengetahui tentangnya pasti akan meyakini bahwasanya beliau adalah utusan Allah ﷻ.
Kita mengetahui bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ memiliki banyak mukjizat. Di antara mukjizat beliau adalah beliau isra mikraj, beliau diutus dengan kitab Al-Qur’an di mana tidak ada yang bisa mendatangkan yang semisal dengannya, air keluar dari jari-jari beliau, beliau sering mendoakan orang yang sakit lalu langsung sembuh seketika tanpa ada bekas luka, dan masih banyak mukjizat lainnya. Namun, di antara dari sekian banyak mukjizat Nabi Muhammad ﷺ tersebut adalah akhlak Nabi Muhammad ﷺ.
Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, oleh karena itulah kita perlu untuk membahas bagaimana akhlak Nabi Muhammad ﷺ agar kita semakin mencintai beliau ﷺ.
Aisyah radhiallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak bagaimana akhlak Nabi Muhammad ﷺ. Maka Aisyah radhiallahu ‘anha pun menjawab,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”([3])
Artinya, apa yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an, itulah yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Itulah Nabi Muhammad ﷺ, keagungan akhlak beliau menjadikan Allah ﷻ memuji akhlak beliau dalam firman-Nya,
﴿وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ﴾
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar dalam berbudi pekerti (akhlak) yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Yang memuji Nabi Muhammad ﷺ bukanlah manusia yang semisal dengan beliau, akan tetapi Allah Rabbul ‘alamin yang memuji beliau, bahkan pujian tersebut ditambahkan nun dan lam taukid, sehingga benar-benar Nabi Muhammad ﷺ adalah sosok yang benar-benar menjadi teladan dalam seluruh lini kehidupan kita, dan tidak kita temukan pada diri siapa pun selain beliau di atas muka bumi ini.
Nabi Muhammad ﷺ adalah teladan yang terbaik dalam segala hal. Kalau seseorang ingin melihat bagaimana menjadi suami yang terbaik, bagaimana menjadi ayah yang terbaik, bagaimana menjadi sahabat yang terbaik, bagaimana menjadi tuan yang berbaik bagi pelayannya, bagaimana menjadi orang yang tawadhu, bagaimana menjadi orang yang paling dermawan, bagaimana menjadi orang yang berani, bahkan bagaimana menjadi kepala negara yang terbaik, maka lihatlah Nabi Muhammad ﷺ, seluruhnya ada pada diri Rasulullah ﷺ.
Jika kita menengok sirah para nabi yang lain, kita tidak mendapati sirah mereka dengan lengkap. Misalnya bagi kaum Nasrani, jika mereka ingin mencontohi Nabi Isa n, maka mereka tidak akan mendapati banyak contoh. Jika mereka ingin menjadi suami yang terbaik, maka mereka sendiri berbeda pendapat apakah Nabi Isa n menikah atau tidak. Jika mereka ingin menjadi ayah yang terbaik, maka tidak diriwayatkan bahwa Nabi Isa n memiliki anak. Jika mereka ingin menjadi kepala negara yang baik, maka Nabi Isa n tidak pernah menjadi kepala negara, bahkan ia dikejar-kejar oleh orang-orang Romawi bersama orang-orang Yahudi.
Jika kita mau mencontoh perjalanan hidup Nabi Musa n, maka sirah perjalanan hidupnya yang sampai kepada kita pun terbatas, tidak selengkap sirah perjalanan hidup Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya, inilah yang menunjukkan di antara keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ, bahwasanya seluruh sisi kehidupan beliau adalah teladan dan terbaik dari seluruh lini kehidupan.
Mukjizat Akhlak Nabi Muhammad ﷺ
Kita akan menyebutkan beberapa cuplikan akhlak-akhlak Nabi Muhammad ﷺ, agar kita bisa mencontohi beliau secara maksimal, meskipun kita tidak bisa meneladani apa yang dikerjakan oleh beliau sepenuhnya.
- Akhlak terhadap makanan
Di antara mukjizat akhlak Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi contoh sederhana adalah akhlak beliau ﷺ terhadap makanan. Perkara ini mungkin terlihat sederhana, akan tetapi kita bisa menganalogikannya dengan akhlak-akhlak yang lain.
Disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِلَّا تَرَكَهُ
“Tidaklah Nabi ﷺ mencela suatu makanan sekali pun dan seandainya beliau menyukainya maka beliau memakannya dan bila tidak menyukainya beliau meninggalkannya.”([4])
Imam an-Nawawi rahimahullah menyebutkan bahwa yang dimaksud Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah mencela makanan adalah beliau tidak mengatakan bahwa makanan itu terlalu manis atau terlalu asin, atau mengatakan makanan tersebut kurang sesuatu, tidak!([5]) Nabi Muhammad ﷺ jika menyukai makanan maka beliau akan memakannya, dan jika beliau tidak suka maka beliau meninggalkannya tanpa mengatakan sesuatu tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Coba kita renungkan diri kita. Siapakah di antara kita yang tidak pernah mengomentari makanan? Lihatlah Rasulullah ﷺ, beliau bukan sehari atau satu minggu tidak mencela makanan, akan tetapi seumur hidup beliau tidak pernah mencela atau bahkan hanya sekadar mengomentari makanan. Bagaimana dengan kita? Jangankan terhadap makanan yang kita beli, makanan yang kita dapat secara gratis pun tidak luput dari komentar kita. Oleh karenanya, suatu yang menakjubkan bagi diri Rasulullah ﷺ yang tidak pernah mengomentari makanan sekali pun.
Yang lebih menakjubkan lagi, disebutkan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad ﷺ diminta untuk mengomentari makanan. Ketika itu, beliau ﷺ makan bersama Khalid bin Walid, salah seorang panglima perang. Maka dihidangkan kepada Nabi Muhammad ﷺ dhab([6]) yang sudah diolah, namun Nabi Muhammad ﷺ tidak mengetahuinya. Sebelum makan, beliau ﷺ pun kemudian diberi tahu oleh sebagian istrinya bahwa makanan yang dihidangkan adalah dhab. Maka Nabi Muhammad ﷺ pun hanya menemani Khalid bin Walid tanpa memasukkan sesuap pun ke dalam mulutnya, sementara Khalid bin Walid makan dengan lahapnya. Melihat hal tersebut, Khalid bin Walid bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa apakah makanan tersebut haram sehingga beliau tidak makan? Di sini, Khalid bin Walid meminta komentar Nabi Muhammad ﷺ tentang makanan yang dihidangkan. Bagi kita, mungkin akan marah ketika seorang ulama bahkan seorang nabi disuguhkan hidangan yang demikian. Akan tetapi, lihatlah indahnya akhlak Nabi Muhammad ﷺ yang tidak mengomentari sama sekali makanan yang dihidangkan, beliau hanya mengatakan,
لاَ، وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي، فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ
“Tidak haram, akan tetapi daging itu tidak terdapat di kaumku (tidak biasa makan makanan seperti itu -red), karena itu aku tidak bisa memakannya.”([7])
Subhanallah, Nabi Muhammad tidak mencela makanan sama sekali, bahkan mengomentarinya pun tidak. Beliau hanya mengatakan bahwa makanan tersebut tidak bisa beliau makan karena makanan tersebut tidak ada di kampung beliau.
Dari sini, benarlah perkataan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah mencela makanan. Hal ini saja sebenarnya sudah cukup menunjukkan bagaimana luar biasanya akhlak beliau ﷺ.
- Keberanian
Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang paling berani. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, yang kita tahu bahwa beliau pun orang yang juga sangat berani([8]), namun ketika berbicara tentang Nabi Muhammad ﷺ ia berkata,
كُنَّا إِذَا احْمَرَّ الْبَأْسُ، وَلَقِيَ الْقَوْمُ الْقَوْمَ، اتَّقَيْنَا بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا يَكُونُ مِنَّا أَحَدٌ أَدْنَى مِنَ القَوْمِ مِنْهُ
“Jika peperangan sedang memanas, lalu kaum yang satu telah bertemu dengan musuhnya, maka kami berlindung di balik tubuh Rasulullah ﷺ sehingga tidak ada seorang pun yang lebih dekat dengan musuh dari pada Rasulullah ﷺ.”([9])
Lihatlah bagaimana perkataan seseorang yang dikenal dengan keberaniannya, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang paling di depan tatkala perang sudah sangat memanas, dan para sahabat berlindung di belakang beliau. Sungguh keberanian beliau ﷺ tidaklah diragukan lagi.
Dalam suatu hadits, ketika terjadi perang Hunain, Allah ﷻ menegur sebagian para sahabat atau orang-orang munafik yang bersama dengan pasukan Nabi Muhammad ﷺ yang bangga dengan jumlah yang banyak. Allah ﷻ berfirman,
﴿لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ﴾
“Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (QS. At-Taubah: 25)
Ketika itu, ada seseorang yang sesumbar mengatakan,
لَنْ نُغْلَبَ الْيَوْمَ مِنْ قِلَّةٍ
“Kita tidak akan kalah dengan jumlah yang sedikit.”
Mendengar hal tersebut membuat Nabi Muhammad ﷺ merasa berat.([10]) Beliau ﷺ merasa berat karena melihat pasukannya bertawakal dengan jumlah yang banyak sehingga lupa dengan Allah ﷻ. Maka benar saja, ketika awal peperangan, mereka diserang oleh kabilah Hawazin sehingga pasukan kaum muslimin pun mundur (baca: kabur), dan yang tidak mundur hanyalah Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ yang berada di atas tunggangannya maju ke depan lalu berkata,
أَنَا النَّبِيُّ لَا كَذِبْ أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ
“Aku adalah seorang Nabi yang tidak berdusta dan aku adalah anak dari ‘Abdul Mutthallib.”([11])
Oleh karenanya, ketika kita berbicara tentang keberanian, maka Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang paling berani di antara kaum muslimin.
- Kedermawanan
Berbicara tentang kedermawanan, maka tidak perlu kita tanyakan dan ragukan lagi akan kedermawanan Nabi Muhammad ﷺ. Beliau adalah seorang yang super dermawan. Di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah kisah di mana suatu hari Nabi Muhammad ﷺ dilihat oleh seorang wanita mengenakan pakaian yang sudah cukup usang. Wanita tersebut pun kemudian membuat baju yang indah lalu menghadiahkannya kepada Nabi Muhammad ﷺ. Maka Nabi Muhammad ﷺ pun menerima hadiah tersebut karena Nabi Muhammad ﷺ membutuhkannya, dan kemudian memakainya. Tidak lama setelah pakaian tersebut beliau pakai, datang seseorang memuji dan meminta pakaian tersebut. Tanpa ada wajah marah dan cemberut sedikit pun, Nabi Muhammad ﷺ pun kemudian memberikan pakaian yang baru saja dia dapatkan kepada orang tersebut. Melihat hal tersebut, orang-orang pun berkata,
مَا أَحْسَنْتَ، لَبِسَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا، ثُمَّ سَأَلْتَهُ، وَعَلِمْتَ أَنَّهُ لاَ يَرُدُّ، قَالَ: إِنِّي وَاللَّهِ، مَا سَأَلْتُهُ لِأَلْبَسَهُ، إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتَكُونَ كَفَنِي
“Kamu ini bagaimana? Nabi ﷺ memakainya karena butuh, mengapa kamu memintanya, padahal kamu tahu bahwa Beliau tidak akan menolak orang yang meminta.” Ia pun berkata, ‘Sesungguhnya saya, demi Allah, tidaklah meminta untuk dipakai, namun saya memintanya agar menjadi kafan saya nanti’.”
Sahl radhiallahu ‘anhu yang meriwayatkan hadits tersebut kemudian menyebutkan bahwa benar orang tersebut dikafankan dengan kain yang dia minta dari Nabi Muhammad ﷺ.([12])
Contoh lain, Nabi Muhammad ﷺ pernah didatangi oleh seorang Arab badui. Kemudian orang tersebut meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ kambing yang banyak([13]). Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu pun meriwayatkan,
فَأَعْطَاهُ غَنَمًا بَيْنَ جَبَلَيْنِ، فَرَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ، فَقَالَ: يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءً لَا يَخْشَى الْفَاقَةَ
“Maka Nabi ﷺ memberikan kepadanya kambing sepenuh lembah, lalu ia pun kembali kepada kaumnya dan berkata, ‘Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam Islam, sesungguhnya Muhammad memberi pemberian tanpa takut kemiskinan sama sekali’.”([14])
Sungguh luar biasa kedermawanan Nabi Muhammad ﷺ. Tidak ada dunia sedikit pun di dalam hati beliau, sehingga seluruh apa yang orang minta kepada beliau, selama beliau sanggupi, maka pasti beliau ﷺ pasti akan berikan.
Kita menjadi tidak heran dengan akan kedermawanan Nabi Muhammad ﷺ ketika melihat bagaimana kedermawanan sahabat-sahabat dan istri-istri beliau ﷺ. Bukankah kita telah mendengar kisah di mana Abu Bakar menyedekahkan seluruh hartanya?([15]) Mungkin bagi kita kisah tersebut kisah yang mustahil, namun hal tersebut benar-benar terjadi. Coba tengok, siapa di antara kita yang pernah menginfakkan seluruh hartanya? Tidak ada! Tapi, tidak heran hal itu terjadi pada Abu Bakar radhiallahu ‘anhu karena gurunya sendiri adalah Nabi Muhammad ﷺ, orang yang sangat dermawan.
Lihat pula kisah Aisyah radhiallahu ‘anha, ketika itu ada seorang wanita bersama kedua anaknya meminta makan kepadanya, lantas ia tidak menemukan sesuatu yang bisa dimakan di rumahnya kecuali sebutir kurma. Dengan kondisinya yang juga tidak memiliki apa-apa, Aisyah radhiallahu ‘anha tetap memberikan sebutir kurma tersebut kepada sang wanita, lalu sang wanita tersebut membaginya kepada kedua putrinya.([16]) Kita mungkin heran mengapa bisa ada wanita seperti itu? Makanan yang mungkin sisa satu-satunya pun rela untuk diberikan kepada orang lain, sementara ia sendiri sangat membutuhkan. Namun, keheranan kita akan hilang ketika melihat suaminya, yaitu Nabi Muhammad ﷺ, karena suaminya sendiri adalah orang yang sangat dermawan. Tidak seperti banyak wanita zaman sekarang, di dapur dan kulkas mereka penuh dengan isi yang kapan saja mereka bisa makan, akan tetapi memberikan ke tetangga pun tidak pernah.
Inilah Rasulullah ﷺ, orang yang sangat dermawan.
- Ketawadhuan Nabi Muhammad ﷺ
Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang sangat tawadhu, jauh dari kesombongan. Lihatlah, beliau jika duduk bersama para sahabat, beliau tidak ada perbedaan dengan para sahabat. Beliau ﷺ duduk di tempat yang sama tanpa ada yang menonjol sedikit pun daripada sahabat-sahabat beliau. Saking tidak adanya perbedaan tersebut, sering kali orang yang datang dari jauh mencari Rasulullah ﷺ, mereka tidak mengenalinya, karena penampilan dan posisi Rasulullah ﷺ sama dengan para sahabat yang lain. Tentu ini menunjukkan bagaimana ketawadhuan beliau ﷺ. Barulah setelah itu, para sahabat kemudian memberi ide bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ duduk di tempat yang lebih tinggi agar orang-orang yang datang mengenali beliau ﷺ.
Lihat pula kisah ketika Nabi Muhammad ﷺ berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Ketika telah masuk ke kota Madinah, kaum Anshar menyambut kedatangan Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Namun, sebagian kaum Anshar tidak mengetahui yang mana Nabi Muhammad ﷺ. Mereka menyangka bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu adalah nabi, dan Nabi Muhammad ﷺ adalah Abu Bakar. Namun, ketika mereka berdua istirahat dan matahari semakin terik, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu kemudian menaungi Nabi Muhammad ﷺ dengan selendangnya, lantas orang-orang pun mengetahui yang mana Rasulullah ﷺ.([17]) Intinya, Nabi Muhammad ﷺ tidak dengan sombongnya mengatakan bahwa beliau adalah seorang rasul, tidak! Beliau ﷺ hanya diam, dan ini menunjukkan bagaimana tawadhunya beliau.
Selain itu, di antara tanda tawadhunya Nabi Muhammad ﷺ adalah beliau sering naik himar dalam perjalanannya, sementara kita tahu bahwa himar adalah tunggangan yang paling rendah. Hal ini sering diriwayatkan oleh para sahabat, yang di antaranya oleh Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu.([18]) Meskipun Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang kepala negara, ternyata menunggangi himar bukanlah sebuah masalah bagi beliau. Bahkan, sesekali beliau ﷺ berjalan tanpa sendal karena tawadhunya.([19]) Hal ini tidak lain karena Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang sederhana, tawadhu, dan tidak sombong. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,
الْبَذَاذَةُ مِنَ الْإِيمَانِ
“Kesederhanaan itu bagian daripada iman.”([20])
Oleh karena itu, sikap Nabi Muhammad ﷺ ini mengajarkan kepada kita untuk tidak selalu tampil dengan mewah. Sesekali kita perlu untuk tampil dengan penampilan yang biasa-biasa saja. Dikhawatirkan ketika Anda selalu diliputi dengan hal-hal yang berbau mewah, mahal, eksklusif, dan semacamnya, akan membuat Anda lupa untuk tawadhu, dan bisa jadi akan timbul kesombongan di dalam diri kita.
Lihatlah sebuah kisah, di mana ada seseorang yang gemetaran dan grogi melihat Nabi Muhammad ﷺ. Namun apa kata Nabi Muhammad ﷺ kepada orang tersebut?
هَوِّنْ عَلَيْكَ فَإِنِّي لَسْتُ بِمَلِكٍ إِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ تَأْكُلُ الْقَدِيدَ
“Tenangkan dirimu, sesungguhnya aku bukan seorang raja, aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan daging yang dikeringkan.”([21])
Nabi Muhammad ﷺ tidak menjadi mentang-mentang di hadapan orang tersebut, justru Nabi Muhammad ﷺ menenangkannya agar orang itu merasa akrab dengan beliau ﷺ.
Lihatlah pula kisah Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu yang melihat Nabi Muhammad ﷺ tidur atas tikar yang kemudian membekas di tubuhnya, maka Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menyarankan agar dibuatkan tempat yang lebih nyaman untuk beliau tidur. Maka Nabi Muhammad ﷺ mengatakan,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa urusanku dengan dunia? Aku di dunia tidak lain seperti musafir yang bernaung di bawah pohon setelah itu pergi dan meninggalkannya.”([22])
Sungguh ketawadhuan luar biasa yang Nabi Muhammad ﷺ ajarkan kepada kita. Kita ini telah melewati beberapa tahapan kehidupan dunia. Setelah itu, kita akan masuk ke alam barzakh yang tidak kita ketahui berapa lama kita akan di sana. Setelah itu, kita akan berpindah ke fase padang mahsyar dengan waktu yang begitu lama, setelah itu barulah kita akan masuk ke surga atau neraka. Maka hendaknya kita menyadari pula hal ini, bahwasanya di dunia ini kita hanya sebentar, persiapkan bekal akhirat kita, jangan sampai waktu yang sebentar ini menjadikan kita merugi di akhirat kelak, di mana itulah tempat yang akan kita tuju.
Intinya, ada banyak contoh-contoh dalam kehidupan Nabi Muhammad ﷺ yang menunjukkan bagaimana ketawadhuan beliau. Lihatlah rumah beliau ﷺ, kecil dan sempit. Saking sempitnya, untuk shalat malam pun Nabi Muhammad ﷺ harus memegang kaki Aisyah radhiallahu ‘anha yang tidur di depannya agar ia melipat kakinya, sehingga Nabi Muhammad ﷺ bisa sujud. Tatkala itu rumah-rumah belum diterangi oleh lampu-lampu, sehingga Aisyah radhiallahu ‘anha baru sadar bahwa Nabi Muhammad ﷺ ingin sujud apabila kakinya telah disentuh oleh tangan Nabi Muhammad ﷺ.([23]) Lihatlah bagaimana dapur beliau, sampai-sampai Aisyah radhiallahu ‘anha meriwayatkan bahwasanya dapur mereka dua bulan berturut-turut tidak memasak. Ketika ditanyakan apa yang mereka makan selama itu, Aisyah radhiallahu ‘anha menjawab bahwasanya mereka hanya makan kurma dan air.([24]) Subhanallah, ketawadhuan yang luar biasa. Adapun kita, rumah yang besar, kamar yang besar, selalu ada makanan, namun sayangnya kita jarang atau bahkan tidak pernah shalat malam. Semoga Allah ﷻ mengampuni kelalaian kita ini.
- Sangat mudah memaafkan
Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang sangat mudah untuk memaafkan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, datang seorang Arab badui yang kemudian menarik selendang Nabi Muhammad ﷺ sampai ada bekas merah di leher beliau. Kemudian dia berkata,
يَا مُحَمَّدُ أَعْطِنِي مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ
“Wahai Muhammad berikan kepadaku dari harta yang diberikan Allah padamu.”
Maka beliau ﷺ menoleh kepadanya diiringi senyum serta menyuruh salah seorang sahabat untuk memberi suatu hadiah untuknya.”([25])
Sungguh akhlak yang sangat indah. Pertama, Nabi Muhammad ﷺ tidak marah ketika ia dipanggil dengan namanya, sementara para sahabat tidak berani memanggil beliau dengan namanya langsung, bahkan Allah ﷻ pun selalu memanggil beliau dengan sebutan “Yaa Ayyuhan-Nabiy” dan “Yaa Ayyuhar-Rasul”. Kedua, dengan sikap orang Arab badui tersebut, Nabi Muhammad ﷺ tidak marah, bahkan langsung tersenyum dan memberikan hadiah kepada orang Arab badui tersebut.
Kita pasti akan merasa aneh bagaimana bisa ada orang dengan akhlak seperti itu. Kita mungkin bisa untuk memaafkan, tapi penulis sangat yakin bahwasanya jika di posisi tersebut, kita akan emosi atau marah terlebih dahulu, baru kemudian memaafkan. Tapi tidak demikian yang terjadi pada Nabi Muhammad ﷺ, beliau malah langsung tersenyum dan langsung memaafkan orang Arab badui tersebut. Ini tentunya suatu perkara yang sangat menakjubkan bagi kita semua.
Di antara bukti mukjizat akhlak Nabi Muhammad ﷺ dalam hal memaafkan adalah bagaimana beliau memaafkan orang-orang kafir Quraisy. Kita tentu sudah sangat paham bagaimana Nabi Muhammad ﷺ terusir dari kampung halamannya yang sangat ia cintai dan berhijrah ke kota Madinah. Sampai-sampai ketika meninggalkan kota Mekkah, beliau dengan sedih berkata kepada kota Mekkah,
وَاللَّهِ إِنَّكِ، لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ، وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَيَّ، وَاللَّهِ لَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ، مَا خَرَجْتُ
“Demi Allah, sungguh kamu adalah sebaik-baik bumi Allah dan bumi Allah yang paling aku cintai. Demi Allah, seandainya aku tidak di keluarkan darimu (oleh kaumku), tentu aku tidak akan keluar.”([26])
Oleh karenanya, al-‘Aini rahimahullah dalam kitabnya ‘Umdah al-Qari’ juga mengatakan,
أَنَّ اللهَ لَمَّا ابْتَلَى نَبِيَّهُ، عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ بِالْهِجْرَةِ وَفِرَاقِ الْوَطَنِ
“Sesungguhnya Allah menguji Nabi-Nya ﷺ dengan hijrah dan meninggalkan kampung halamannya.”([27])
Meskipun Nabi Muhammad ﷺ telah terusir dari kampung halamannya, apa yang terjadi setelah delapan tahun berikutnya? Rasulullah ﷺ kembali ke kota Mekkah dengan membawa 10.000 pasukan. Saat itu terjadilah percakapan antara Rasulullah ﷺ dengan orang-orang kafir Quraisy. Rasulullah ﷺ bersabda,
يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، مَا تَظُنّونَ أَنِّي فاعِلٌ بِكُمْ؟
“Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?”
Mendengar perkataan Nabi Muhammad ﷺ, tentu mereka menjadi ingat bagaimana mereka mengusir beliau, mereka ingat bagaimana mereka berencana untuk membunuh beliau, mereka ingat bagaimana mereka menyerang beliau ﷺ dalam beberapa peperangan, dan mereka tentu menyangka bahwa saatnya Nabi Muhammad ﷺ membalas dendamnya kepada mereka, karena saat itu kekuasaan berada di tangan Nabi Muhammad ﷺ. Meskipun demikian, Nabi Muhammad ﷺ tidak sombong, bahkan beliau masuk ke kota Mekkah dengan menundukkan badan beliau sebagai tawadhu di hadapan Allah ﷻ sampai hampir-hampir janggut beliau mengenai pelana untanya.
Kemudian, orang-orang Quraisy pun menjawab pertanyaan Nabi Muhammad ﷺ dengan berkata,
خَيْرًا؛ أَخٌ كَريمٌ وابْنُ أَخٌ كَريمٌ (وَفِي رِوايَةٍ: وَقَدْ قَدَّرت)
“Menurut kami yang akan kau lakukan adalah kebaikan. Engkau adalah seorang yang mulia, dan anak dari seorang yang mulia, (dalam riwayat lain: sedangkan engkau telah mampu membalas)([28]).”
Namun, justru Nabi Muhammad ﷺ mengatakan,
اليَوْمَ اَقُوْلُ لَكُمْ مَا قَالَ أَخِي يُوسُفَ مِنْ قِبَلِ: لَا تَثْريبَ عَلَيْكُمْ اليَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ، اذْهَبُوا فَأَنْتُمْ الطُلَقاءُ
“Pada hari ini aku mengatakan kepada kalian sebagaimana perkataan saudaraku Yusuf: Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang’ (QS. Yusuf : 92), Pergilah! Sekarang kalian bebas’.”([29])
Inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ ketika penaklukan kota Mekkah, beliau memaafkan orang-orang kafir Quraisy tanpa mencela mereka sedikit pun, tanpa mengungkit-ungkit kesalahan mereka di masa lalu. Sungguh sifat memaafkan yang luar bisa, yang dimiliki oleh Nabi Muhammad ﷺ, sampai-sampai musuhnya pun beliau maafkan.
Di antara kisah menakjubkan lainnya adalah kisah antara Nabi Muhammad ﷺ dengan Shafwan bin Umayyah bin Khalaf([30]). Shafwan bin Umayyah benci dan selalu ingin balas dendam atas kematian ayahnya, sehingga ia selalu berusaha ingin membunuh Nabi Muhammad ﷺ dalam beberapa peperangan. Bahkan, ketika Rasulullah ﷺ menaklukkan kota Mekkah, ia pun lari keluar kota Mekkah. Ketika Rasulullah ﷺ telah menjamin keamanan baginya, maka barulah Shafwan bin Umayyah kembali ke kota Mekkah([31]).
Setelah beberapa saat, ia ikut bersama Nabi Muhammad ﷺ dalam perang Hunain, namun waktu itu ia belum masuk Islam. Ketika selesai perang, Rasulullah ﷺ bersama para sahabat yang lain mendapatkan banyak ganimah. Kemudian, Rasulullah ﷺ melihat kepada Shafwan bin Umayyah, dan melihat bahwa ia adalah orang yang senang dengan dunia, maka beliau ﷺ pun mengambil 100 ekor unta dan memberikannya kepada Shafwan. Setelah itu, Nabi Muhammad ﷺ memberinya kembali 200 ekor unta kepada Shafwan. Melihat sikap Nabi Muhammad ﷺ tersebut, Shafwan bin Umayyah sampai berkata,
وَاللهِ لَقَدْ أَعْطَانِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَعْطَانِي، وَإِنَّهُ لَأَبْغَضُ النَّاسِ إِلَيَّ، فَمَا بَرِحَ يُعْطِينِي حَتَّى إِنَّهُ لَأَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ
“Demi Allah, Rasulullah ﷺ telah memberiku hadiah yang banyak sekali. Sebenarnya dahulu ia adalah orang yang paling saya benci, tetapi karena ia selalu memberi hadiah kepadaku, sehingga beliau kini adalah orang yang paling saya cintai.”([32])
Demikianlah Nabi Muhammad ﷺ dengan sikap mudah memaafkannya. Demikian pulalah sikap para nabi secara umum. Kalau sekiranya para nabi tidak mudah memaafkan, maka tentu hidup mereka akan sengsara, sementara kita tahu bahwa hidup para nabi tidak lepas dari cacian dan makian.
- Sikap Nabi Muhammad ﷺ terhadap anak-anak
Di antara contoh sayang dan sabarnya beliau ﷺ terhadap anak-anak adalah kisah di mana beliau menggendong cucunya Umamah binti Abu al-‘Ash dalam shalat beliau di hadapan para sahabat([33]).
Kemudian, lihat pula kisah di mana suatu hari Nabi Muhammad ﷺ ingin memanjangkan bacaan shalat beliau. Namun, ketika shalat beliau mendengar ada tangisan anak kecil di masjid. Maka beliau pun kemudian memendekkan shalat beliau. Sahabat yang shalat bersama beliau tentu heran, karena tidak biasanya Nabi Muhammad ﷺ shalat cepat. Namun ternyata, Nabi Muhammad ﷺ sengaja memendekkan shalatnya karena khawatir hal tersebut memberatkan ibu dari sang anak tersebut.([34])
Selain itu, Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang lebih dahulu memberi salam ketika melewati anak-anak yang sedang berkumpul, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu.([35])
Selain itu, disebutkan bahwa suatu hari Nabi Muhammad ﷺ sedang berkhutbah. Tiba-tiba datang Hasan dan Husain k yang mengenakan baju baru. Namun dalam perjalanannya, Hasan dan Husain terjatuh. Nabi Muhammad ﷺ yang tidak tega melihat mereka pun kemudian menghentikan khutbahnya, lalu mengambil (menggendong) keduanya, lalu beliau kembali berkhutbah sambil menggendong keduanya.([36])
Selain itu, suatu hari Nabi Muhammad ﷺ sedang shalat dan sedang sujud, maka datang Hasan atau Husain naik ke punggung Nabi Muhammad ﷺ. Hal itu menjadikan beliau ﷺ sujud lebih lama dari sujud-sujud yang lainnya. Salah seorang sahabat yang heran kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang terjadi, dan melihat salah seorang cucu beliau ﷺ sedang berada di atas punggungnya. Namun, banyak para sahabat yang lain yang tidak tahu apa yang terjadi. Maka, setelah selesai shalat, mereka pun bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ
“Wahai Rasulullah Anda tadi sujud dalam shalat dalam waktu yang lama, sehingga kami mengira jangan-jangan terjadi suatu hal atau telah diturunkan wahyu kepadamu.”
Maka Nabi Muhammad ﷺ mengatakan,
كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
“Bukan karena semua itu, akan tetapi cucuku menjadikan aku sebagai tunggangannya, sehingga aku tidak mau membuatnya terburu-buru hingga ia selesai dari bermainnya.”([37])
Bayangkan bagaimana Nabi Muhammad ﷺ membiarkan anak-anak di punggungnya hingga anak tersebut puas dan senang, meskipun harus mengorbankan para sahabat yang akhirnya sujud dalam waktu yang lama.
Selain itu, dikisahkan bahwa Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu memiliki adik yang memiliki peliharaan burung, dan adiknya tersebut selalu bermain dengan burung peliharaannya tersebut. Suatu hari, Nabi Muhammad ﷺ pernah pergi ke rumah Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu yang merupakan pembantu beliau, dan ini menunjukkan betapa tawadhunya Nabi Muhammad ﷺ yang berkunjung ke rumah pembantunya. Di rumah Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ mendapati adik Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu sedih, dan ternyata disebabkan burung peliharaannya mati. Maka, Nabi Muhammad ﷺ pun mendekatinya dan mengobrol dengannya seraya menghiburnya dengan berkata,
يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ
“Wahai Aba Umair, apa yang terjadi dengan burung kecil peliharaanmu itu?”([38])
Para ulama menyebutkan bahwa umur adik Anas bin Malik saat itu masih kecil, mungkin di bawah lima tahun. Namun, Nabi Muhammad ﷺ berusaha menurunkan levelnya agar bisa berbicara dengan anak tersebut, dan juga dalam rangka untuk menghibur anak tersebut. Tentu berbeda dengan apa yang terjadi pada sebagian orang tua yang memiliki titel, pangkat, dan jabatan yang tinggi, mereka bahkan ingin agar anak-anak yang masih kecil menghormati dan segan kepadanya sebagaimana orang lain pada umumnya. Subhanallah, tidakkah mereka mencontoh bagaimana sikap Nabi Muhammad ﷺ terhadap anak-anak?
- Akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya
Sebelum kita membahas tentang bagaimana akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istri beliau, perlu penulis ingatkan bagi para suami maupun istri bahwasanya kita hidup di zaman krisis akhlak, baik sang istri maupun sang suami. Oleh karena itu, seorang suami dan istri hendaknya saling bersinergi untuk menciptakan surga di rumahnya.
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istrinya adalah setiap kali memanggil istrinya selalu dengan kata-kata menunjukkan kasih sayang. Lihatlah, Nabi Muhammad ﷺ memanggil Aisyah radhiallahu ‘anha dengan sebutan “Ya ‘Aisy”([39]) dan “Ya Humairah”([40]). Maka, Bagaimana mungkin seorang istri tidak senang ketika dipanggil oleh suaminya dengan panggilan yang menunjukkan kecantikannya dan kasih sayang kepadanya?
Adapun saat ini, kita menyayangkan sikap sebagian kita para suami yang tidak memilih kata-kata yang baik dan indah dalam memanggil istri-istri kita. Mengapa kita tidak memanggil istri kita dengan panggilan yang dia senang mendengarnya? Tidak perlu malu, bukankah kita ingin agar kasih sayang tumbuh di antara kita dan istri kita? Maka paling tidak, mulai saat ini kita hendaknya memanggil istri kita dengan panggilan yang indah, yang dia senang mendengarnya. Tanyakan kepada istri kita, siapa tahu dia ingin dipanggil dengan julukan tertentu sejak dulu. Ingatlah, kalau menyenangkan orang lain saja mendapatkan pahala, maka menyenangkan istri tentu lebih berpahala lagi. Bukankah Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi keluarganya (istrinya), dan aku adalah yang terbaik bagi keluargaku (istriku).”([41])
Ini merupakan isyarat bahwasanya orang yang paling utama untuk kita berbuat baik kepadanya adalah istri kita.
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya adalah beliau ketika minum dengan istrinya, biasanya beliau menggunakan gelas bekas istrinya dan meletakkan bibirnya di bekas bibir istrinya. Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan,
كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ، ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ، فَيَشْرَبُ، وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ، ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ
“Aku minum saat haid, kemudian aku memberikannya kepada Nabi ﷺ. Beliau meletakkan bibir beliau di bekas tempat bibirku (saat minum dari gelas tersebut), lalu meneguk airnya (meminumnya). Aku (juga) pernah menghirup kuah masakan saat sedang haid, lalu kuberikan wadahnya kepada Nabi ﷺ . Beliau meletakkan bibir beliau di bekas tempat aku meletakkan bibirku.”([42])
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ adalah mengajak istrinya untuk mengobrol sebelum tidur. Ibnu ‘Abbas k menuturkan,
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً، ثُمَّ رَقَدَ
“Suatu ketika aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, aku mendengar Rasulullah ﷺ berbincang-bincang bersama istrinya sesaat. Kemudian beliau tidur.”([43])
Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwasanya hadits ini menunjukkan mengobrol bersama istri adalah ibadah sebagaimana orang yang begadang karena menuntut ilmu.([44]) Namun sayangnya, saat ini banyak dari suami yang pulang dari kerja seharian namun di rumahnya pun masih sibuk dengan gawai mereka. Demikian pula sang istri, ia juga sibuk dengan gawainya sambil mengobrol dengan laki-laki lain. Bagaimana rumah tangga seperti ini mengharapkan kebahagiaan? Bagaimana keluarga seperti ini mengharapkan rumahnya menjadi surga? Contohilah Nabi Muhammad ﷺ, manusia yang paling mulia saja masih menyempatkan dirinya untuk mengobrol dengan istrinya.
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya adalah beliau biasa mandi bersama dengan istrinya. Aisyah radhiallahu ‘anha menuturkan,
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ، فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ: دَعْ لِي، دَعْ لِي. قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ
“Aku mandi bersama Rasulullah ﷺ dari satu tempayan (yang diletakan) antara kami berdua, maka Rasulullah ﷺ mendahuluiku (dalam mengambil air dari tempayan) hingga aku berkata, ‘Sisakan air buatku, sisakan air buatku’.”([45])
Lihatlah, Nabi Muhammad ﷺ mandi bersama istrinya, bahkan beliau tidak hanya diam-diam saja, melainkan beliau sambil mencandai istrinya ketika sedang mandi bersama. Maka lihatlah bagaimana akhlak Nabi Muhammad ﷺ ini.
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya beliau mau dan mudah membantu istrinya. lihatlah kisah Shafiyah radhiallahu ‘anha, istri Nabi Muhammad ﷺ yang ingin naik unta. Shafiyah radhiallahu ‘anha adalah sosok wanita yang tidak tinggi, sehingga berat baginya untuk bisa langsung naik ke atas unta. Maka Nabi Muhammad ﷺ kemudian menegakkan lututnya sehingga Shafiyah radhiallahu ‘anha naik ke atas pahanya sebagai pijakan untuk naik ke atas Unta.([46])
Wahai para suami, mungkin saat ini kita tidak lagi seperti di zaman Nabi Muhammad ﷺ yang naik unta. Namun, apa susahnya bagi kita untuk membukakan pintu istri mobil untuk istri kita? Apa susahnya membantu memakaikan helm untuk istri kita ketika naik motor? Tentu istri kita akan merasa lebih terhormat dan bangga memiliki suami seperti Anda.
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya adalah beliau memberhentikan i’tikaf yang beliau lakukan demi mengobrol bersama istrinya Shafiyah radhiallahu ‘anha. Tidak hanya itu, bahkan beliau keluar dari masjid, dan mengantar Shafiyah radhiallahu ‘anha kembali ke rumahnya.([47]) Tidak hanya itu, ketika sedang i’tikaf, Nabi Muhammad ﷺ mengeluarkan kepalanya dari masjid ke kamar Aisyah radhiallahu ‘anha, kemudian rambut beliau disisir oleh Aisyah radhiallahu ‘anha.([48]) Demikianlah akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya, meskipun beliau sedang beribadah.
Di antara akhlak Nabi Muhammad ﷺ terhadap istri-istrinya adalah beliau biasa mencandainya istrinya. dahulu, Nabi Muhammad ﷺ pernah berjalan bersama para sahabat dan Aisyah radhiallahu ‘anha. Tiba-tiba, Nabi Muhammad ﷺ meminta para sahabat untuk jalan terlebih dahulu. Setelah tampak para sahabat jauh dari Nabi Muhammad ﷺ dan Aisyah radhiallahu ‘anha, maka Nabi Muhammad ﷺ pun berkata kepada Aisyah radhiallahu ‘anha,
تَعَالَيْ حَتَّى أُسَابِقَكِ
“Mari kita lomba lari.”
Mereka pun berlomba lari, namun karena Nabi Muhammad ﷺ sudah semakin menua dan Aisyah radhiallahu ‘anha masih muda, maka Nabi Muhammad ﷺ pun kalah. Berjalannya waktu demi waktu, Nabi Muhammad ﷺ masih mengingat kenangan romantis tersebut. Maka suatu waktu, ketika Aisyah radhiallahu ‘anha mulai gemuk dan dalam kondisi safar, maka Nabi Muhammad ﷺ pun yang bersama para sahabat menyuruh mereka berjalan terlebih dahulu, kemudian mengajak Aisyah radhiallahu ‘anha kembali lomba lari, sementara ia tidak mengingat lomba lari mereka sebelumnya. Ketika Nabi Muhammad ﷺ berlomba lari dengan Aisyah radhiallahu ‘anha, maka beliau pun menang dan berkata kepada Aisyah radhiallahu ‘anha,
هَذِهِ بِتِلْكَ
“Ini (balasan) untuk (lomba lari) yang kemarin.”([49])
Sungguh akhlak yang sangat indah, yang Nabi Muhammad ﷺ perlihatkan kepada kita semua terhadap istri-istri beliau, tidak lain agar kita mencontoh beliau.
Inilah beberapa akhlak-akhlak Nabi Muhammad ﷺ yang menunjukkan bahwasanya akhlak beliau sendiri merupakan mukjizat tersendiri. Tentu masih banyak akhlak-akhlak Nabi Muhammad ﷺ yang lain, namun tidak bisa kita sampaikan semuanya di sini karena keterbatasan kesempatan yang kita miliki. Namun, kita berharap dengan pembahasan yang sedikit ini menjadikan kita semakin menjadikan beliau ﷺ sebagai teladan dalam seluruh lini kehidupan kita.
Footnote:
________
([1]) Al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal (2/73).
([2]) Al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal (2/73).
([3]) HR. Ahmad No. 25302, Syu’aib al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam ta’liqnya.
([5]) Lihat: Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam an-Nawawi (14/26).
([6]) Semisal kadal yang tersebar yang tersebar di daerah padang pasir, hukumnya halal untuk dimakan.
([8]) Ali bin Abi Thalib h adalah salah seorang sahabat yang sangat pemberani. Dialah yang menjadi pahlawan ketika Nabi Muhammad ﷺ berhijrah, dan kisahnya sangat masyhur. Ketika itu, orang-orang musyrikin mengadakan sayembara untuk membunuh Nabi Muhammad ﷺ. Maka, yang tidur di tempat tidur Nabi Muhammad ﷺ adalah Ali bin Abi Thalib h, sementara Nabi Muhammad ﷺ pergi berhijrah bersama para sahabat yang lain. Ali bin Abi Thalib h tentu orang yang sangat berani, karena dia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu memiliki risiko yang besar, karena sewaktu-waktu dia bisa saja ditikam oleh orang-orang musyrikin.
Selain itu, Ketika di perang Khandaq, ketika Nabi Muhammad ﷺ bertanya kepada para sahabat siapa yang bisa membunuh ‘Amr bin Wud, maka Ali bin Abi Thalib h pun maju untuk membunuhnya, padahal ‘Amr bin Wud itu adalah seorang pendekar peperangan yang terkenal. Dengan keberaniannya, dia pun akhirnya bisa membunuh ‘Amr bin Wud. [Lihat: Dalail an-Nubuwah Li al-Baihaqi (3/438)].
Selain itu, ketika di perang Khaibar, muncul seorang bernama Marhab, seorang jagoan yang pernah berkata,
شَاكٍ سِلَاحِي بَطَلٌ مُجَرَّبُ
“Aku adalah orang yang sangat hebat dengandan terbukti kehebatannya.”
Maka Ali bin Abi Thalid h kemudian menghadapinya dengan mengatakan,
أَنَا الَّذِي سَمَّتْنِي أُمِّي حَيْدَرَهْ … كَلَيْثِ غَابَاتٍ كَرِيهِ الْمَنْظَرَهْ
“Aku adalah orang yang ibuku menamakan aku dengan singa hutan yang mengerikan penampakannya.” [Lihat: Shahih Muslim No. 1807 (3/1433)].
“Akulah yang ibuku menamakan aku dengan Singa, seperti Singa hutan yang menakutkan penampakannya.”
([9]) HR. Ahmad No. 1347, Syu’aib al-Arnauth menyatakan di dalam ta’liqnya bahwa sanad hadits ini shahih.
([10]) Lihat: Fath al-Bari (8/27)
([11]) HR Al-Bukhari No. 2864.
([12]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 1277 (2/78).
([13]) Terkadang, Nabi Muhammad ﷺ memiliki harta yang banyak karena mungkin karena menang dalam peperangan. Ketika itu, Nabi Muhammad ﷺ mendapatkan kambing yang banyak yang memenuhi satu lembah di antara dua bukit.
([15]) Lihat: Sunan at-Tirmidzi No. 3675, dinyatakan hasan oleh Syekh al-Albani dalam Misykah al-Mashabih No. 6030.
([16]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 5995 (8/7).
([17]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 3906 (5/60).
([18]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 2856.
([19]) Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Fadhalah bin Ubai h, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ memerintahkannya untuk berjalan tanpa alas kaki sesekali. [Lihat: Sunan Abu Daud No. 4160, dinyatakan shahi oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.
([20]) HR. Ibnu Majah No. 4118, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.
([21]) HR. Ibnu Majah No. 3312, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ash-Shahihah No. 1876.
([22]) HR. At-Tirmidzi No. 2377, dinyatakan shahih lighairih oleh Syekh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib No. 3282.
([23]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 382 dan 513.
([24]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 2567.
([25]) HR. Ahmad No. 12570. Syu’aib al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih berdasarkan syarat Imam Muslim.
([26]) HR. Ibnu Majah No. 3108, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam Misykah al-Mashabih No. 2725.
([27]) Umdah al-Qari’ (10/251)
([28]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (9/258)
([29]) As-Sirah an-Nabawiyyah Durus wa ‘Ibar (1/101).
([30]) Dia adalah anak dari Umayyah bin Khalaf yang meninggal dalam perang Badar, dibunuh oleh Bilal h, sementara dahulu dia adalah majikannya Bilal h.
([31]) Lihat: Fiqh as-Sirah an-Nabawiyah Li Munir al-Ghadhaban (hlm. 710)
([33]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 516 (1/109)
([34]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 707 (1/143).
([35]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 6247 (8/55)
([36]) Lihat. Sunan Abu Daud No. 1109, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.
([37]) HR. An-Nasai No. 1141, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ta’liqnya.
([39]) Ini di antara metode orang Arab dalam menyingkat nama, namun menunjukkan kasih sayang.
([40]) Disebut Humairah karena Aisyah i adalah seorang wanita yang sangat putih, hingga rona-rona merah di pipinya terlihat. Oleh karena itulah Nabi Muhammad ﷺ memanggilnya dengan sebutan Humairah ‘Yang kemerah-merahan pipinya”, dan ini menujukkan panggilan yang menunjukkan kecantikan Aisyah i.
([41]) HR. Ibnu Majah No. 1977, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani dalam ash-Shahihah No. 285.
([44]) Lihat: Fath al-Bari (1/213)
([46]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 2893 (4/36).
([47]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 2035 (3/49).
([48]) Lihat: Shahih al-Bukhari No. 2028 (3/48)
([49]) HR. Ahmad No. 26277, dinyatakan shahih oleh Syu’aib al-Arnauth dan selainnya dalam ta’liq mereka.