Keadaan Orang yang Beriman Antara Takut dan Berharap
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pada saat menuntut ilmu dahulu Aku sering mendengar bahwa orang yang beriman harus selalu dalam keadaan takut dan berharap. Takut terhadap azab dan berharap rahmat Allah ﷻ, keutamaan-Nya berupa surga, dan ampunan-Nya. Aku sering mendengar seperti penuntut ilmu syar’i lainnya ayat-ayat yang menjelaskan tentang janji, peringatan dan ancaman Allah ﷻ, begitu juga hadis-hadis yang menjelaskan tentang kabar gembira dan peringatan-peringatan.
Namun, Aku seperti halnya kebanyakan manusia yang banyak rasa harapnya dari pada takutnya, banyak keinginannya dari pada rasa khawatirnya!! Kemudian Aku tersadar bahwa ini semua hanyalah tipuan belaka!! Setelah itu, Aku tahu yang sesungguhnya adalah bahwa yang pertama kali harus dihadirkan adalah rasa takut, di mana perasaan tersebut berlangsung terus menerus dan selamanya. Barang siapa yang tidak takut kepada Allah ﷻ secara nyata, maka sejatinya dia telah keluar dari Iman.
Sungguh Aku telah mencapai pada kondisi tersebut setelah Aku tahu bahwa ahli iman seluruhnya memiliki rasa takut. Para malaikat, mereka adalah sebaik-baik hamba Allah ﷻ dan mereka takut dari berbuat maksiat kepada Allah ﷻ. Para rasul, mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah ﷻ, sungguh mereka senantiasa takut dari azab Allah ﷻ. Sesungguhnya ahli iman yang terbaik dahulu mereka senantiasa dalam keadaan takut dari azab Allah ﷻ. Tidak ada rasa aman bagi orang yang beriman kecuali setelah memasuki surga. Allah ﷻ berfirman,
أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي، فَلاَ أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا
“Kuhalalkan keridaan-Ku untuk kalian, dan Aku tidak murka kepada kalian selama-lamanya.” ([1])
Para malaikat Allah ﷻ takut terhadap azab
Allah ﷻ menyifati para malaikat-Nya dengan ketaatan yang sempurna. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ
“Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud.” (Al-A’raf: 306)
Allah ﷻ berfirman,
فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ
“Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.” (QS. Fusilat: 38)
Allah ﷻ menyifati tentang malaikat azab yang paling kuat dan keras penciptaannya dengan “kasar dan keras” Allah ﷻ berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Meskipun demikian, mereka dalam keadaan senantiasa takut kepada Allah ﷻ, senantiasa menjauhi bermaksiat kepada-Nya, dan senantiasa takut sejak Allah ﷻ menciptakan neraka. Allah ﷻ berfirman tentang mereka,
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ، يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.” (QS. An-Nahl: 49-50)
Sungguh telah datang di dalam Al-Qur’an ancaman kepada mereka dengan Jahanam jika mereka bermaksiat. Allah ﷻ berfirman,
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ، لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ، وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. Dan barang siapa di antara mereka, mengatakan: “Sesungguhnya Aku adalah tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.” (QS. Al-Anbiya 26-29)
Inilah Iblis, sungguh dahulu ia menyembah Allah ﷻ bersama para malaikat. Ketika ia bermaksiat kepada Allah ﷻ dan tidak mau sujud kepada Adam sebagaimana yang Allah ﷻ perintahkan, maka keadaannya sebagaimana yang Allah ﷻ kisahkan kepada kita di dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ، قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ، قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ، قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ، قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ، ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ، قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَدْحُورًا لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ أَجْمَعِينَ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh”. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya”.” (QS. Al-A’raf: 11-18)
Ketika Iblis bersikeras dengan kesombongan, penentangannya, dan tidak rujuk dari kemaksiatannya maka ia berusaha menyesatkan Nabi Adam ‘alaihissalam serta keturunannya. Allah ﷻ berkata kepada Iblis,
قَالَ فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ
Allah berfirman: “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS. Shad: 84-85)
Allah ﷻ berfirman, juga berkata kepada Iblis,
قَالَ هَذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيمٌ، إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ، وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ، لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ
“Allah berfirman: “Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya. Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (QS. Al-Hijr: 41-44)
Iblis telah merusak ibadahnya yang telah lalu dan kedudukannya yang mulia di antara malaikat dengan satu maksiat yang ia lakukan. Ia telah memusuhi Rabbnya dengan permusuhan yang keras maka Allah ﷻ membalasnya dengan laknat, api neraka yang menyala, dan kehinaan di dunia dan akhirat selamanya.
Kemudian akhir dari Iblis adalah sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan,
وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ ۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي ۖ فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ ۖ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ ۖ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ ۗ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan Aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi Aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) Aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca Aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya Aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan Aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22)
Lantas, apakah setelah ini hamba-hamba Allah ﷻ merasa aman dari dirinya tergelincir? Merasa aman dari dikhianati dari urusannya? Merasa aman dari dibutakan oleh segala tipuan? Akhirnya dia menjadi termasuk hamba-hamba yang binasa dengan satu maksiat yang terus ia lakukan. Juga ia menjadi sombong dari menaati Rabbnya. Betapa banyak hamba dan ulama yang jiwanya membuatnya tersesat sehingga dia menaati setan dan berubah menjadi pengikut setan yang hina.
Betapa banyak para ahli ilmu yang telah disesatkan oleh setan bahkan mereka yang termasuk senantiasa taat dan bertobat. Allah ﷻ berfirman,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ، وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al-A’raf: 175-176)
Allah ﷻ berfirman tentang kaum Saba’,
وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوهُ إِلَّا فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman.” (QS. As-Saba’: 20)
Allah ﷻ berfirman tentang kaum ‘Ad,
وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَدْ تَبَيَّنَ لَكُمْ مِنْ مَسَاكِنِهِمْ ۖ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
“Dan (juga) kaum ‘Ad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang berpandangan tajam.” (QS. Al-Ankabut: 38)
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
“Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat’. Aku memanggil mereka, ‘Kemarilah kalian semua’. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat’. Maka Aku bersabda: “Pergilah jauh-jauh dari sini.” ([2])
Para malaikat yang Allah ﷻ ciptakan dalam ketaatan, senantiasa beribadah, diilhamkan kepada mereka ketakwaan, dan takut kepada Allah ﷻ maka sejatinya ketaatan mereka karena Allah ﷻ menghendakinya bukan karena mereka yang berkehendak.
Rasulullah ﷺ sangat mencintai Jibril, sehingga beliau ﷺ berkata kepada Jibril,
أَلاَ تَزُورُنَا أَكْثَرَ مِمَّا تَزُورُنَا؟، قَالَ: فَنَزَلَتْ: {وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا}
“Tidakkah engkau mengunjungi kami lebih banyak dari kunjunganmu ini?”
Kemudian turun ayat,
“Dan kami (malaikat) tidak turun melainkan dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa yang ada di hadapan kami dan apa yang ada di belakang kami dan apa yang ada di antara keduanya dan Tuhanmu tidak pernah lupa.” ([3])
Jika Jibril adalah aminullah (orang yang diberi amanah oleh Allah ﷻ) atas wahyu-Nya, utusan-Nya yang diutus kepada para rasul-Nya, dia tidak turun ke bumi kecuali dengan izin-Nya, tidak mengunjungi Rasulullah ﷺ kecuali dengan perintah-Nya maka perhatikanlah bagaimana ketaatan para malaikat kepada Allah ﷻ.
Perhatikanlah malaikat Israfil yang telah memasukkan sangkakala ke dalam mulutnya, mendekatkan keningnya, dan menyiapkan telinganya menunggu perintah Allah ﷻ untuk meniupkan sangkakala. Sampai kapan keadaannya seperti ini? Sungguh betapa taatnya dia dan senantiasa taat kepada perintah Allah ﷻ.
Para malaikat seluruhnya takut kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS. An-Nahl: 50)
Disebutkan bahwa mereka senantiasa takut kepada Allah ﷻ sejak Allah ﷻ menciptakan neraka.
Para rasul dan para nabi takut kepada azab-Nya
Adapun para rasul dan para nabi mereka adalah orang yang paling takut kepada Allah ﷻ, menjauhi azab-Nya, dan mendekat diri mereka kepada-Nya. Padahal mereka adalah hamba-hamba yang senantiasa taat, istikamah, dan beribadah.
Inilah Nabi Adam ‘alaihissalam, semenjak ia bermaksiat kepada Allah ﷻ dengan memakan buah dari pohon yang Allah ﷻ larang maka dia takut diazab oleh Allah ﷻ. Padahal, dia senantiasa beristigfar dan bertobat kepada Allah ﷻ dari dosanya. Kemudian dia juga diberi ujian dengan dikeluarkan dari surga dan beratnya kehidupan di atas bumi.
Ketika anak keturunan Adam pada hari kiamat meminta syafaat kepadanya agar Allah ﷻ menyegerakan peradilan antara hambanya dan memasukkan mereka ke dalam surga seraya berkata, “Wahai Adam, engkau adalah bapaknya para manusia, Allah ﷻ menciptakanmu dengan kedua tangannya, membuat para malaikat sujud kepadamu, dan mengajarkanmu seluruh nama-nama, tidakkah engkau memberikan syafaat kepada kami di sisi Allah? Beliau pun menjawab, “ bukankah kalian dikeluarkan dari surga karena maksiat nenek moyang kalian? Pergilah kalian kepada selainku.
Dalam hadis syafaat yang panjang disebutkan bahwa para rasul senantiasa takut kepada Allah ﷻ. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , dia berkata,
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دَعْوَةٍ فَرُفِعَ إِلَيْهِ الذِّرَاعُ وَكَانَتْ تُعْجِبُهُ فَنَهَسَ مِنْهَا نَهْسَةً وَقَالَ أَنَا سَيِّدُ الْقَوْمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هَلْ تَدْرُونَ بِمَ يَجْمَعُ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَيُبْصِرُهُمْ النَّاظِرُ وَيُسْمِعُهُمْ الدَّاعِي وَتَدْنُو مِنْهُمْ الشَّمْسُ فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ أَلَا تَرَوْنَ إِلَى مَا أَنْتُمْ فِيهِ إِلَى مَا بَلَغَكُمْ أَلَا تَنْظُرُونَ إِلَى مَنْ يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ فَيَقُولُ بَعْضُ النَّاسِ أَبُوكُمْ آدَمُ فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُونَ يَا آدَمُ أَنْتَ أَبُو الْبَشَرِ خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ وَأَمَرَ الْمَلَائِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ وَأَسْكَنَكَ الْجَنَّةَ أَلَا تَشْفَعُ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ وَمَا بَلَغَنَا فَيَقُولُ رَبِّي غَضِبَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَا يَغْضَبُ بَعْدَهُ مِثْلَهُ وَنَهَانِي عَنْ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ نَفْسِي نَفْسِي اذْهَبُوا إِلَى غَيْرِي اذْهَبُوا إِلَى نُوحٍ فَيَأْتُونَ نُوحًا فَيَقُولُونَ يَا نُوحُ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ وَسَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا أَمَا تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيهِ أَلَا تَرَى إِلَى مَا بَلَغَنَا أَلَا تَشْفَعُ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ رَبِّي غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَا يَغْضَبُ بَعْدَهُ مِثْلَهُ نَفْسِي نَفْسِي ائْتُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَأْتُونِي فَأَسْجُدُ تَحْتَ الْعَرْشِ فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ وَسَلْ تُعْطَهْ
“Kami bersama Nabi ﷺ dalam jamuan makan walimah kemudian disodorkan kepada Beliau sepotong paha kambing yang mengundang selera Beliau maka Beliau memakannya dengan cara menggigitnya lalu bersabda: “Aku adalah penghulu kaum (manusia) pada hari kiamat. Mengertikah kalian tatkala Allah mengumpulkan manusia dari yang pertama (diciptakan) hingga yang terakhir pada satu bukit. Kemudian mereka dijadikan menatap oleh seorang juru pandang dan dijadikan mendengar oleh seorang juru seru dan matahari didekatkan. Kemudian sebagian orang berkata; “Mungkin kalian punya saran karena nasib kalian sekarang?”. Tidakkah kalian punya pandangan siapa yang dapat memintakan syafaat kepada Rabb kalian?”. Maka sebagian orang ada yang berkata; “Bapak kalian, Adam ‘alaihissalam”. Maka mereka menemui Adam Alaihissalam dan berkata; “Wahai Adam, kamu adalah bapak seluruh manusia. Allah menciptakan kamu langsung dengan tangan-Nya dan meniupkan langsung ruh-Nya kepadamu dan memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu dan menempatkan kamu tinggal di surga, tidakkah sebaiknya kamu memohon syafaat kepada Rabbmu untuk kami?. Tidakkah kamu melihat apa yang sedang kami hadapi?”. Adam Alaihissalam menjawab; “Rabbku pernah marah kepadAku dengan suatu kemarahan yang belum pernah Dia marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pula marah seperti itu sesudahnya. Dia melarang Aku mendekati pohon namun Aku mendurhakai-Nya. Oh diriku, oh diriku. Pergilah kalian kepada orang selain aku. Pergilah kepada Nuh”. Maka mereka menemui Nuh Alaihissalam dan berkata; “Wahai Nuh, kamulah Rasul pertama kepada penduduk bumi ini dan Allah menamakan dirimu sebagai ‘Abdan syakuura (hamba yang bersyukur). Tidakkah kamu melihat apa yang sedang kami hadapi?, Tidakkah sebaiknya kamu memohon syafaat kepada Rabbmu untuk kami?. Maka Nuh Alaihissalam berkata; “Pada suatu hari Rabbku pernah marah kepadAku dengan suatu kemarahan yang belum pernah Dia marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pula marah seperti itu sesudahnya. Oh diriku, oh diriku. Pergilah kalian kepada Nabi ﷺ“. Maka mereka menemui aku. Kemudian Aku sujud di bawah al-‘Arsy lalu dikatakan; “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu dan mohonkanlah syafaat serta mintalah karena permintaan kamu akan dikabulkan” ([4])
Jika ini adalah kondisi yang dialami Rasulullah ﷺ pada hari kiamat maka bagaimana lagi kondisi para pelaku maksiat? Padahal Rasulullah ﷺ adalah hamba yang paling bertakwa, yang paling takut kepada Allah ﷻ, dan hamba yang paling berilmu. Bahkan ketika beliau menangis terdengar dari dada beliau suara seperti air mendidih pada panci.
Orang-orang yang benar keimanannya senantiasa takut dari azab Allah ﷻ dan mengharapkan untuk dimasukkan ke dalam surga
Ketika Aku membaca Al-Qur’an maka Aku mendapati bahwa Allah ﷻ menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman senantiasa takut dari azab Allah ﷻ. Juga mereka senantiasa merasa bahwa azab akan ditimpakan kepada mereka di waktu kapan saja. Mereka juga senantiasa takut dari apa yang mereka kerjakan.
Aku mendapati bagaimana Allah ﷻ menyebutkan di dalam Al-Qur’an sifat hamba-hamba-Nya yang beriman,
وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ
“Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).” (QS. Al-Ma’arij: 27-28)
Allah ﷻ menyifati hamba-hamba-Nya bahwa mereka berada di puncak ketakutan kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ، وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ، وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ، وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ، أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minun: 57-61)
Orang-orang beriman ini senantiasa merasa takut padahal mereka salat, berpuasa, dan bersedekah. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ‘Aisyah berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ {وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ} أَهُوَ الَّذِي يَزْنِي، وَيَسْرِقُ، وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ؟ قَالَ: «لَا، يَا بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ، وَيَتَصَدَّقُ، وَيُصَلِّي، وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لَا يُتَقَبَّلَ مِنْهُ»
“Wahai Rasulullah, apakah firman Allah: ‘(Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut…) ‘ (QS. Al-Mu’minun: 60), ditujukan kepada orang-orang berzina, mencuri dan minum minuman keras saja?” Beliau menjawab: “Tidak wahai putri Abu Bakar -atau wahai putri As Shiddiq-, tetapi (ayat tersebut) ditujukan kepada seseorang yang berpuasa, bersedekah dan salat, sedangkan ia takut jika amalannya tidak di terima.” ([5])
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirannya terhadap firman Allah ﷻ,
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka”
Ia berkata,
هُمْ مَعَ إِحْسَانِهِمْ وَإِيمَانِهِمْ وَعَمَلِهِمُ الصَّالِحِ، مُشْفِقُونَ مِنَ اللَّهِ خَائِفُونَ مِنْهُ، وَجِلُونَ مِنْ مَكْرِهِ بِهِمْ
“mereka adalah orang yang dengan kebaikan, keimanan, kesalehan mereka namun mereka tetap takut kepada Allah ﷻ dan takut tertimpa hal-hal yang dibenci.”([6])
Hasan Al-Bashri berkata,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ جَمَعَ إِحْسَانًا وَشَفَقَةً، وَإِنَّ الْمُنَافِقَ جَمَعَ إِسَاءَةً وَأَمْنًا
“sesungguhnya orang yang beriman menggabungkan perbuatan baik dengan rasa takut. Adapun orang munafik menggabungkan perbuatan buruk dengan rasa aman.” ([7])
Sungguh Aku mendapati bahwa tidaklah merasa aman kecuali orang-orang kafir dan munafik yang mereka tertipu oleh diri mereka sendiri. Mereka memandang amalan buruk mereka sebagai amalan yang baik. Mereka mengira jika Allah ﷻ memberikan mereka harta dan anak di dunia ini maka sesungguhnya Allah ﷻ juga akan memuliakan mereka di akhirat.
Aku juga dapati bahwa Allah ﷻ mengabarkan kepada kita tentang perkataan penduduk surga dan ingatan mereka di dunia. Allah ﷻ berfirman,
قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ
“Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab)”. Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (QS. Ath-Thur: 26-28)
Contoh orang-orang beriman yang takut dari azab Allah ﷻ.
- Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu
Inilah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu, di mana setiap mukmin berharap bisa melakukan sebagian amalannya. Dia berkata ketika dalam sakit yang menyebabkannya meninggal dunia tentang keislamannya dan seluruh amal salehnya,
كَفَافًا، لاَ لِي وَلاَ عَلَيَّ
“Aku hanya berharap semuanya impas, tidak untukku dan tidak juga atasku.” ([8])
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanadnya hingga Al-Miswar bin Makhramah
لَمَّا طُعِنَ عُمَرُ جَعَلَ يَأْلَمُ، فَقَالَ لَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ وَكَأَنَّهُ يُجَزِّعُهُ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، وَلَئِنْ كَانَ ذَاكَ، لَقَدْ صَحِبْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسَنْتَ صُحْبَتَهُ، ثُمَّ فَارَقْتَهُ وَهُوَ عَنْكَ رَاضٍ، ثُمَّ صَحِبْتَ أَبَا بَكْرٍ فَأَحْسَنْتَ صُحْبَتَهُ، ثُمَّ فَارَقْتَهُ وَهُوَ عَنْكَ رَاضٍ، ثُمَّ صَحِبْتَ صَحَبَتَهُمْ فَأَحْسَنْتَ صُحْبَتَهُمْ، وَلَئِنْ فَارَقْتَهُمْ لَتُفَارِقَنَّهُمْ وَهُمْ عَنْكَ رَاضُونَ، قَالَ: «أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ صُحْبَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِضَاهُ، فَإِنَّمَا ذَاكَ مَنٌّ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى مَنَّ بِهِ عَلَيَّ، وَأَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ صُحْبَةِ أَبِي بَكْرٍ وَرِضَاهُ، فَإِنَّمَا ذَاكَ مَنٌّ مِنَ اللَّهِ جَلَّ ذِكْرُهُ مَنَّ بِهِ عَلَيَّ، وَأَمَّا مَا تَرَى مِنْ جَزَعِي فَهُوَ مِنْ أَجْلِكَ وَأَجْلِ أَصْحَابِكَ، وَاللَّهِ لَوْ أَنَّ لِي طِلاَعَ الأَرْضِ ذَهَبًا لاَفْتَدَيْتُ بِهِ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَبْلَ أَنْ أَرَاهُ»
Ketika ‘Umar ditikam, yang membuatnya kesakitan, maka Ibnu ‘Abbas berkata kepada ‘Umar seakan dia ingin membantu meringankan keluhan sakitnya; “Wahai amirul mukminin, sekalipun ini terjadi kepada Anda akan tetapi Anda bersahabat dengan Rasulullah ﷺ, dan Anda menjalin persahabatan itu dengan baik lalu beliau berpisah dari Anda (wafat) dalam keadaan beliau rida. Kemudian Anda bersahabat dengan Abu Bakar dan Anda menjalin persahabatan itu dengan baik lalu dia berpisah dari Anda (wafat) dalam keadaan dia rida kepada Anda. Kemudian Anda juga bersahabat dengan para sahabat dan menjalin persahabatan itu dengan baik. Jika sekarang Anda meninggalkan mereka, sungguh perpisahan Anda dengan mereka ini dalam keadaan mereka semua rida kepada Anda. Lalu ‘Umar berkata; “Adapun yang kamu sebut sebagai persahabatanku dengan Rasulullah ﷺ dan keridaannya sesungguhnya hal itu semata karunia Allah ﷻ yang dianugerahkan kepadaku. Sementara apa yang kamu sebut sebagai persahabatanku dengan Abu Bakar dan keridaannya sesungguhnya hal itu juga merupakan karunia Allah ﷻ yang dianugerahkan kepadaku. Sedangkan apa yang kamu lihat berupa keluhan sakitku ini sesungguhnya ini karena dirimu dan sahabat-sahabatmu. Demi Allah, seandainya Aku memiliki emas sepenuh bumi tentu Aku akan gunakan untuk menebus diriku dari siksaan Allah ﷻ sebelum Aku melihatnya”. ([9])
Dalam riwayat yang lain,
لَوْ مَاتَتْ شَاةٌ عَلَى شَطِّ الْفُرَاتِ ضَائِعَةً، لَظَنَنْتُ أَنَّ اللهَ تَعَالَى سَائِلِي عَنْهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika ada seekor kambing mati di pinggir sungai Efrat (di Iraq) karena tersesat (tidak ada yang mengurusinya), aku khawatir Allah ﷻ akan akan menanyakanku tentang itu pada hari kiamat.”([10])
Apakah masih ada mukmin yang akan tertipu dengan amalannya setelah melihat ini dari Umar bin Khatthab?
Kita tahu bahwa Umar bin Khatthab adalah termasuk orang yang telah masuk Islam lebih dahulu dan ikut berperang bersama Rasulullah ﷺ. Kita juga tahu bahwa menemani Rasulullah ﷺ walau sesaat tidak akan ada amalan setelahnya yang bisa menyainginya. Beliau adalah penolong Rasulullah ﷺ dan orang yang diajak musyawarah oleh Rasulullah ﷺ. Tidaklah Rasulullah ﷺ wafat kecuali beliau telah berulang kali memberikan kabar gembira kepadanya dengan surga. Beliau juga adalah sebaik-baik sahabat, penolong, dan yang diajak musyawarah bagi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Kemudian beliau memangku pemerintahan kaum mukminin dan ditangannyalah daerah barat dikuasai hingga maasyarakat menjadi makmur dan tentram.
Pada zamannya ditaklukkan beberapa negara serta banyak manusia berbondong-bondong memeluk agama Islam. Hampir seluruh belahan bumi diselimuti dengan agama Islam seperti Persia, Romawi, bangsa-bangsa dari Syam, dan Mesir. Harta perbendaharaan raja-raja dan kaisar banyak dibawa ke Madinah, meski demikian Umar wafat dalam keadaan syahid, mulia, dan memiliki utang sebesar delapan puluh enam ribu dinar. Lalu Abdullah bin Umar melunasi utang ayahnya setelah mengumpulkan harta dari keluarga Al-Khattab.
Dengan segala kemuliaan dan kedudukannya yang tinggi namun beliau ketika akan meninggal tetap saja beliau takut kepada Allah dan tidak ujub sama sekali dengan apa yang telah ia lakukan. Bahkan ia berkata :
“Aku hanya berharap semuanya impas, tidak untukku dan tidak juga atasku.”
Beliau juga berkata,
“Demi Allah, seandainya Aku memiliki emas sepenuh bumi tentu Aku akan gunakan untuk menebus diriku dari siksaan Allah ﷻ sebelum Aku melihatnya”.
Maksudnya, “Seandainya Aku memiliki emas sepenuh bumi maka Aku akan menebus diriku dengannya sekarang dari azab Allah ﷻ yang Aku takuti”. Jika Umar radhiyallahu ‘anhu yang dia adalah orang yang Allah ﷻ ridai takut akan azab Allah ﷻ maka bagaimana lagi dengan orang yang semisal kita yang dosa-dosanya sangat banyak dan tidak ada kebaikan yang diperbuat untuk Islam.
- Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu menangis takut kepada Allah ﷻ ketika dia akan meninggal
Aku melihat bagaimana Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu menangis ketika dia akan meninggal karena takut dari azab Allah ﷻ. Diriwayatkan dari Imam Muslim dengan sanadnya hingga Ibnu Syimasah Al-Mahri ia berkata
حَضَرْنَا عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ، وَهُوَ فِي سِيَاقَةِ الْمَوْتِ، يَبَكِي طَوِيلًا، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ إِلَى الْجِدَارِ، فَجَعَلَ ابْنُهُ يَقُولُ: يَا أَبَتَاهُ، أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَذَا؟ أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَذَا؟ قَالَ: فَأَقْبَلَ بِوَجْهِهِ، فَقَالَ: إِنَّ أَفْضَلَ مَا نُعِدُّ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، إِنِّي قَدْ كُنْتُ عَلَى أَطْبَاقٍ ثَلَاثٍ، لَقَدْ رَأَيْتُنِي وَمَا أَحَدٌ أَشَدَّ بُغْضًا لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنِّي، وَلَا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَكُونَ قَدِ اسْتَمْكَنْتُ مِنْهُ، فَقَتَلْتُهُ، فَلَوْ مُتُّ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ لَكُنْتُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَلَمَّا جَعَلَ اللهُ الْإِسْلَامَ فِي قَلْبِي أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: ابْسُطْ يَمِينَكَ فَلْأُبَايِعْكَ، فَبَسَطَ يَمِينَهُ، قَالَ: فَقَبَضْتُ يَدِي، قَالَ: «مَا لَكَ يَا عَمْرُو؟» قَالَ: قُلْتُ: أَرَدْتُ أَنْ أَشْتَرِطَ، قَالَ: «تَشْتَرِطُ بِمَاذَا؟» قُلْتُ: أَنْ يُغْفَرَ لِي، قَالَ: «أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْإِسْلَامَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ؟ وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهَا؟ وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ؟» وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا أَجَلَّ فِي عَيْنِي مِنْهُ، وَمَا كُنْتُ أُطِيقُ أَنْ أَمْلَأَ عَيْنَيَّ مِنْهُ إِجْلَالًا لَهُ، وَلَوْ سُئِلْتُ أَنْ أَصِفَهُ مَا أَطَقْتُ؛ لِأَنِّي لَمْ أَكُنْ أَمْلَأُ عَيْنَيَّ مِنْهُ، وَلَوْ مُتُّ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ لَرَجَوْتُ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، ثُمَّ وَلِينَا أَشْيَاءَ مَا أَدْرِي مَا حَالِي فِيهَا، فَإِذَا أَنَا مُتُّ فَلَا تَصْحَبْنِي نَائِحَةٌ، وَلَا نَارٌ، فَإِذَا دَفَنْتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا، ثُمَّ أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ وَيُقْسَمُ لَحْمُهَا، حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ، وَأَنْظُرَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي
“Kamu menjenguk Amr bin Al-Ash ketika dalam keadaan akan meninggal beliau menangis panjang dan menghadapkan wajahnya ke arah dinding. Anaknya berkata: “Hai ayahku, bukankah Rasulullah ﷺ telah memberikan kabar gembira kepada Anda dengan ini (surga)? Bukankah Rasulullah ﷺ telah memberikan kabar gembira kepada Anda dengan ini (surga)? Amr lalu menghadapkan wajahnya kepada anaknya itu seraya berkata: “Sesungguhnya seutama-utama apa yang kami sediakan ialah bersyahadat bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Sesungguhnya Aku ini telah mengalami tiga tingkatan. Dahulu sekali Aku telah melihat diriku adalah orang yang sangat membenci Rasulullah ﷺ. Tidak ada sesuatu yang lebih Aku sukai daripada mendapatkan kesempatan untuk membunuh Rasulullah ﷺ. Seandainya Aku mati dalam keadaan tersebut sungguh Aku termasuk golongan ahli neraka. Ketika Allah menjadikan agama Islam dalam hatiku, maka Aku mendatangi Nabi ﷺ lalu Aku berkata: “Bentangkanlah tangan kananmu, sungguh Aku akan membaiatmu.” Beliau pun membentangkan tangan kanannya lalu Aku menjabat tangan beliau. Beliau bertanya: “Ada apa denganmu wahai Amr?” Aku berkata: “Aku ingin memberi syarat.” Beliau bertanya: “Apa yang kamu syaratkan?” Aku menjawab: “Aku ingin diampuni”. Beliau bersabda: “Tidakkah kamu tahu bahwa Islam, hijrah, dan haji itu menghapus apa yang sebelumnya? Sejak saat itu tidak ada seorang pun yang lebih Aku cintai dan lebih agung dalam pandangan mataku daripada Rasulullah ﷺ. Bahkan Aku tidak dapat memenuhi kedua mataku dengannya karena sangat mengagungkannya. Seandainya Aku diminta untuk menyebutkan sifat beliau, tentu Aku tidak akan mampu, karena Aku tidak dapat memenuhi kedua mataku dengannya. Jikalau Aku mati dalam keadaan sedemikian ini, sesungguhnya Aku mengharapkan termasuk dalam golongan ahli surga. Tetapi kami mengatur berbagai macam perkara, yang Aku sendiri tidak mengetahui bagaimana keadaanku di dalamnya. Oleh sebab itu, jikalau Aku meninggal dunia, maka janganlah Aku disertai oleh tangisan yang keras dan api. Jikalau kalian menguburku, maka taburkanlah tanah ke dalamnya. Kemudian beradalah kalian semua di sekitar kuburku yang lamanya sebatas waktu menyembelih binatang yang kemudian dibagi-bagikan dagingnya. Dengan demikian Aku dapat merasa tenang dengan doa kalian dan Aku dapat berikan jawaban kepada para utusan Tuhanku -yakni para malaikat-.” ([11])
- Aisyah radhiyallahu ‘anha mengategorikan dirinya termasuk orang yang menzalimi dirinya sendiri
Ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya tentang firman Allah ﷻ,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar. (QS. Fatir: 32)
Maka ia menjawab,
أَمَّا السَّابِقُ فَقَدْ مَضَى فِي حَيَاةِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَهِدَ لَهُ بِالْجَنَّةِ، وَأَمَّا الْمُقْتَصِدُ فَمَنِ اتَّبَعَ آثَارَهُمْ فَعَمِلَ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ حَتَّى يَلْحَقَ بِهِمْ، وَأَمَّا الظَّالِمُ لِنَفْسِهِ فَمِثْلِي وَمِثْلُكَ وَمَنِ اتَّبَعَنَا، قَالَتْ: وَكُلُّهُمْ فِي الْجَنَّةِ
“Adapun ) yang lebih dahulu berbuat kebaikan maka dia telah berlalu pada hayat Rasulullah ﷺ , dan beliau bersaksi untuknya dengan surga. Adapun orang yang pertengahan adalah orang yang mengikuti asar-asar orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan dan beramal seperti amal mereka. Adapun orang yang menzalimi dirinya sendiri adalah seperti diriku, dirimu, dan orang yang mengikuti kita. Aisyah pun berkata: semuanya di surga.” ([12])
- Semuanya menangisi dosa-dosanya dan mengingat kesalahannya
Sungguh Aku telah melihat bahwa semuanya menangisi dosa-dosanya dan mengingat kesalahannya. Mereka tidak memandang diri mereka lebih dari yang lain dan tidak menyebut-nyebut amalan saleh mereka. Salah seorang dari mereka berkata,
لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ اللَّهَ تَقَبَّلَ مِنِّي سَجْدَةً وَاحِدَةً أَوْ صَدَقَةَ دِرْهَمٍ وَاحِدٍ لَمْ يَكُنْ غَائِبٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَ الْمَوْتِ أَتَدْرِي مِمَّنْ يَتَقَبَّلُ اللَّهُ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Seandainya Aku tahu ada satu sujudku atau sedekah satu dirhamku yang diterima oleh Allah ﷻ maka tidak ada satu pun dari perkara gaib yang lebih Aku cintai dari kematian. Apakah engkau tidak tahu amalan siapa yang diterima oleh Allah ﷻ? Sesungguhnya Allah ﷻ hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” ([13])
Ketika Aku memperhatikan hal tersebut dan Aku perhatikan bahwa jalan menuju surga sangat panjang, Aku mendapati Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا مِنْ حَكَمٍ يَحْكُمُ بَيْنَ النَّاسِ، إِلَّا حُبِسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَلَكٌ آخِذٌ بِقَفَاهُ، حَتَّى يَقِفَهُ عَلَى جَهَنَّمَ، ثُمَّ يَرْفَعَ رَأْسَهُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنْ قَالَ: الْخَطَأَ، أَلْقَاهُ فِي جَهَنَّمَ، يَهْوِي أَرْبَعِينَ خَرِيفًا
“Tidak ada seorang hakim pun yang menegakkan hukum di antara manusia kecuali ia ditahan pada hari kiamat. Ada malaikat yang memegang tengkuknya hingga didirikan di atas Jahanam kemudian dia mengangkat kepalanya kepada Allah ﷻ, jika Dia mengatakan: Ia berbuat salah, maka (malaikat) itu akan melemparkannya ke Jahanam hingga ia terjatuh selama empat puluh musim.”([14])
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) HR. Bukhari No. 6549 dan Muslim No. 2829.
([5]) HR. Ibnu Majah No. 4198, dinyatakan hasan oleh Al-Albani.
([6]) Tafsir Ibnu Katsir (5/480)
([7]) Tafsir Ath-Thabari (17/68).
([10]) Diriwayatkan dari banyak jalan yang semuanya lemah akan tetapi saling menguatkan menjadi hasan lighoirihi (Lihat : Hilyatul Auliyaa, Abu Nuáim 1/53, At-Thobaqoot, Ibn Sa’d 3/350, Tarikh Dimasq, Ibnu Ásaakir 44/355, Tarikh at-Thobari 4/202, Al-Bidayah Wannihayah 14/60)
([12]) HR. Ath-Thabrani, al-Mu’jam al-Awsath No. 6094.
([13]) At-Tamhid Lima Fi al-Muwattha’ Min al-Ma’ani Wa al-Asanid (4/256).
([14]) HR. Ahmad No. 4097. Dinyatakan sanadnya lemah oleh Al-Arnauth.