Kaidah-Kaidah Yang Bekaitan Dengan Nikmat Surga
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pertama : Nikmat Surga tidak dibayar dengan amal shalih.
Perlu diingat bahwa amal saleh tersebut bukan tiket sebagai pembayar surga, akan tetapi hanya sebagai sebab. Nabi ﷺ bersabda,
«لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الجَنَّةَ» قَالُوا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: ” لاَ، وَلاَ أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ،
“Amalan seorang hamba tidak akan memasukkannya ke dalam surga.” Para sahabat bertanya; Begitu juga dengan engkau wahai Rasulullah?” beliau bersabda: “tidak juga dengan diriku, hanya saja Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya padaku.” ([1])
Dalam riwayat lain disebutkan,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ وَلَكِنْ بِرَحْمَةِ اللَّهِ»
“seseorang tidak akan masuk surga dengan amalnya akan tetapi seseorang masuk surga karena rahmat Allah.” ([2])
Namun ini bukan berarti amal shalih bukan sebab masuk surga. Banyka ayat dalam Al-Quran yang menunjukan akan hal ini, diataranya Allah ﷻ berfirman,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan“. (QS. An-Nahl: 32)
Dalam ayat lain Allah ﷻ berfirman,
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ، إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ، فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ، فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ، قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ، كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
Adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini).” Sesungguhnya aku yakin, bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. (QS. Al-Haqqoh: 19-24)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwasanya yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam surga adalah karena amalnya di dunia([3]). Lalu bagaimana kita mengkompromikan dengan hadist di atas dengan ayat ini?.
Karena dalam hadits terdapat penafian sedangkan dalam ayat terdapat penetapan, maka pasti ada perbedaan antara makna huruf baa’ yang di hadits dengan makna huruf baa’ yang di ayat-ayat. Karena kalau sama maka berarti telah terjadi kontradiksi. Para ulama menjelaskan bahwa yang disebutkan di hadits بِعَمَلِهِ “dengan amalnya” maka huruf ب ini disebut dengan huruf baa’ al-‘iwadh (بَاءُ الْعِوَضِ/الْمُعَاوَضَةِ). Adapun dalam ayat disebutkan بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ “disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” dan بِمَا أَسْلَفْتُمْ “disebabkan amal yang telah kamu kerjakan” maka huruf ب ini disebut dengan huruf baa’ as-sabab (بَاءُ السَّبَبِ). ([4])
Maksud dari baa’ as-Sabab dalam ayat-ayat adalah Allah ﷻ memasukan seseorang dalam surga dengan sebab amalnya. Adapun baa’ al-iwadh dalam hadits “tidak seorang pun surga dengan amalnya” maksudnya adalah seseorang tidak akan masuk surga dengan amal maksudnya amal tersebut sebagai pembayar. Mengapa demikian? Kenapa amal kita tidak bisa untuk membayar surga sedangkan amal kita sangat sedikit. Mudahnya kita pakai contoh seseorang yang ingin menikah, maka kita bisa bayangkan berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk walimah dan lainnya. Terlebih lagi jika wanita tersebut orang Arab mungkin maharnya lebih mahal. Belum lagi jika walimahnya dengan acara yang mewah. Atau ternyata calonnya sudah haji sudah atau kerja maka tentu akan tambah mahal lagi. Atau calon mertua pasang mahar mahal. Ternyata setelah menikah harus memenuhi kebutuhan istrinya dan lain-lainnya. Jadi untuk bisa menjalani kehidupan mesra dengan sang wanita ini kita butuh biaya banyak, kerja keras hingga berkeringat, dan lainnya agar bisa hidup mesra bersama dengan wanita ini. Maka akan banyak biaya yang akan dikeluarkan padahal ini hanya untuk seorang wanita di dunia. Lalu bagaimana lagi untuk membayar 1 orang bidadari? amalan apa yang kita miliki? Salat malam jarang, sedekah masih pelit, berbakti kepada orang tua masih perhitungan, masih banyak maksiat, ke masjid malas, dan lainnya maka mau membayar dengan apa untuk mendapatkan bidadari yang sempurna yang abadi? Sementara seandainya kita gunakan sebagian banyak usia kita untuk beramal saleh mungkin kita bisa beramal saleh selama 50 tahun, lalu bagaimana bisa amal kita tersebut untuk membayar bidadari yang abadi yang sempurna. Dari sini kita tahu bahwasanya amal kita tidak bisa untuk bayar kenikmatan surga. Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“2 rakaat sebelum subuh lebih baik dari dunia dan seisinya.” ([5])
Dua rakaat sebelum subuh hanya 3 menit, lalu Nabi ﷺ menjelaskan pahalanya lebih baik dari dunia dan seisinya. Dari sini kita tahu bahwa apa yang kita lakukan bukanlah tiket untuk membayar kenikmatan surga yang abadi dan sempurna. Akan tetapi amal itu adalah sebab untuk masuk ke dalam surga.
Jadi kesimpulannya kita masuk surga dengan rahmat Allah, dan rahmat Allah diraih dengan amal saleh. Besar-kecilnya Rahmat Allah tergantung kualitas dan kuantitas amal saleh. Maka amal saleh merupakan sebab utama untuk surga namun bukan untuk tiket untuk masuk surga.
Ibnul Qoyyim menukilkan perkataan sebagian salaf :
النَّجَاةُ مِنَ النَّارِ بِعَفْوِ اللهِ وَدُخُوْلُ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِهِ وَاقْتِسَامِ الْمَنَازِلِ وَالدَّرَجَاتِ بِالأَعْمَالِ
“Selamat dari neraka dengan ampunan Allah, masuk surga dengan rahmat Allah, dan pembagian istana di surga dan pembagian tingkatan-tingkatan di surga dengan amal shalih” ([6])
Kedua : Semua yang disebutkan di surga jika dibandingkan dengan kenikmatan di dunia yang sama hanya sekedar nama, adapun hakikat berbeda.
Ibnu Abbas berkata,
لَيْسَ فِي الْجَنَّةِ شَيْءٌ، مِمَّا فِي الدُّنْيَا إِلَّا الْأَسْمَاءُ
“tidak ada sesuatu pun di surga dari perkara dunia kecuali hanya sekedar nama.” ([7])
Jadi hakikat antara keduanya sangat jauh berbeda. Di dunia dan di surga terdapat taman, akan tetapi kesamaannya hanya sekedar nama saja adapun hakikatnya jauh berbeda. Begitu juga dengan makanan di dunia dan di surga, wanita di dunia dan di surga, dan pohon di dunia dan di surga di mana semuanya hanya sama dalam nama namun berbeda dalam hakikatnya.
Ketiga : Apa pun yang terbetik dalam benak kita dalam kenikmatan surga pasti di surga lebih baik.
Allah ﷻ berfirman,
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 17)
Nabi ﷺ bersabda menyebutkan hadits qudsi dimana Allah ﷻ berfirman,
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ، مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ذُخْرًا بَلْهَ، مَا أُطْلِعْتُمْ عَلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ: {فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
“Aku telah menyiapkan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas di benak manusia.” Sebagai simpanan, biarkan apa yang diperlihatkan Allah pada kalian.”
Lalu Nabi membaca ayat: “Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan (As Sajdah: 17).” ([8])
Jiwa tidak ada yang tahu tentang surga, semuanya tersembunyi. Karena begitu hebatnya kenikmatan tersebut maka dia tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, bahkan tidak pernah terbetik dalam hati manusia. Oleh karenanya kenikmatan-kenikmatan tersebut, apa pun yang kita renungkan dan kita khayalkan pasti keliru. Karena segala sesuatu yang berada di surga lebih nikmat dari pada yang kita bayangkan.
Mengapa apa yang kita bayangkan bisa keliru? Karena daya khayal kita dibangun di atas kias/analogi terhadap apa yang kita lihat. Kita bisa mengkhayalkan dengan sesuatu yang dirasakan oleh panca indra kita. Apa yang kita lihat dan yang kita dengar, semua ini ditangkap oleh panca indra kita yang kemudian dioleh oleh otak kita untuk mengkhayal. Jadi, bahan khayalan kita itu berdasarkan apa yang kita lihat. Adapun dengan sesuatu yang tidak pernah kita lihat atau kita dengar, maka bagaimana pun kita mengkhayalkannya, pasti akan keliru. Hal ini dikarenakan daya khayal kita buntu untuk sampai kepada hakikatnya. Sebagai yang sering penulis sampaikan tentang seseorang yang berkhayal bagaimana tampannya Nabi Yusuf, maka tentunya dia tidak akan mampu. Karena sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi ﷺ tentang ketampanan Nabi Yusuf,
فَإِذَا أَنَا بِيُوسُفَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا هُوَ قَدِ اُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ
“Di sana saya bertemu Yusuf ﷺ, ternyata beliau diberi setengah ketampanan.” ([9])
Sehingga para wanita yang melihat ketampanan Nabi Yusuf ‘Alaihissalam tanpa sadar memotong tangan-tangan mereka. Allah ﷻ berfirman,
فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ ۖ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَٰذَا بَشَرًا إِنْ هَٰذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ
“Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”.” (QS. Yusuf: 31)
Karena begitu tampannya Nabi Yusuf maka para wanita histeris sampai disebutkan dalam kitab-kitab tafsir bahwa ada di antara mereka yang meninggal melihat ketampanan Nabi Yusuf([10]). Jika ingin dibayangkan bagaimana tampannya Nabi Yusuf maka tidak akan bisa, karena seorang wanita hanya bisa mengkhayalkan lelaki tampan yang pernah ia lihat saja, lebih dari itu ia tidak akan mampu.
Oleh karenanya, apa yang terbetik dalam benak kita tentang kenikmatan surga maka sesungguhnya yang ada di surga lebih baik dari apa yang kita bayangkan.
Keempat : Di surga apa pun yang dipinta pasti akan dikabulkan.
Allah ﷻ berfirman,
نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fussilat: 31)
Apa pun yang dipinta oleh seseorang akan dikabulkan. Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda,
«الْمُؤْمِنُ إِذَا اشْتَهَى الْوَلَدَ فِي الْجَنَّةِ، كَانَ حَمْلُهُ وَوَضْعُهُ وَسِنُّهُ فِي سَاعَةٍ وَاحِدَةٍ، كَمَا يَشْتَهِي»
“Seorang mukmin jika menginginkan anak di surga, maka kehamilannya, kelahirannya dan pertumbuhannya dalam sesaat sebagaimana yang ia inginkan” ([11])
Tinggal apakah orang tersebut ingin punya anak atau tidak di surga? Seandainya dia ingin punya anak maka Allah akan memberikannya. Di surga apa saja yang dipinta Allah akan memberikannya. Jika ada orang yang ingin bermain bola di surga maka Allah akan mengabulkannya, hanya saja apakah orang yang beriman ketika di surga masih ingin bermain bola? Juga siapa yang mau diajak bermain bola? Semuanya sibuk dengan bidadari-bidadari di surga([12]).
Dalam sebuah hadits juga disebutkan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَوْمًا يُحَدِّثُ، وَعِنْدَهُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ البَادِيَةِ: “أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ فِي الزَّرْعِ، فَقَالَ لَهُ: أَلَسْتَ فِيمَا شِئْتَ؟ قَالَ: بَلَى، وَلَكِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَزْرَعَ، قَالَ: فَبَذَرَ، فَبَادَرَ الطَّرْفَ نَبَاتُهُ وَاسْتِوَاؤُهُ وَاسْتِحْصَادُهُ، فَكَانَ أَمْثَالَ الجِبَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ: دُونَكَ يَا ابْنَ آدَمَ، فَإِنَّهُ لاَ يُشْبِعُكَ شَيْءٌ “، فَقَالَ الأَعْرَابِيُّ: وَاللَّهِ لاَ تَجِدُهُ إِلَّا قُرَشِيًّا، أَوْ أَنْصَارِيًّا، فَإِنَّهُمْ أَصْحَابُ زَرْعٍ، وَأَمَّا نَحْنُ فَلَسْنَا بِأَصْحَابِ زَرْعٍ، فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya Nabi ﷺ suatu hari menyampaikan hadis sedang di sisinya ada seorang arab badui: “sesungguhnya seorang lelaki dari penduduk surga meminta izin Tuhannya untuk bercocok tanam. Allah bertanya kepadanya, ‘Bukankah engkau diperkenankan sekehendakmu! ‘ Orang tersebut menjawab, ‘Memang, namun aku ingin bercocok tanam! ‘ Orang itu kemudian bergegas menabur benih, dan ujung-ujung tanamannya sedemikian cepat tumbuh, juga perkembangbiakannya, sehingga ia juga cepat memanen, yang himpunan panenannya sebesar gunung-gunung. Kemudian Allah berkata, ‘Silahkan kau ambil wahai Anak adam, sungguh tak ada sesuatu yang menjadikanmu puas! ‘ Maka si arab badui berkata, ‘Wahai Rasulullah, (jika demikian) tidak akan engkau temukan seperti orang ini selain dari Quraisy atau orang Anshar, sebab mereka adalah para petani, adapun kami, bukanlah para petani. Maka Nabi ﷺ pun menjadi tertawa.” ([13])
Jangankan yang langsung masuk surga, bahkan yang pernah mampir ke neraka juga bebas meminta dan berangan-angan. Nabi bersabda :
وَيَبْقَى رَجُلٌ بَيْنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ وَهُوَ آخِرُ أَهْلِ النَّارِ دُخُولًا الجَنَّةَ مُقْبِلٌ بِوَجْهِهِ قِبَلَ النَّارِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ اصْرِفْ وَجْهِي عَنِ النَّارِ، قَدْ قَشَبَنِي رِيحُهَا وَأَحْرَقَنِي ذَكَاؤُهَا، فَيَقُولُ: هَلْ عَسَيْتَ إِنْ فُعِلَ ذَلِكَ بِكَ أَنْ تَسْأَلَ غَيْرَ ذَلِكَ؟ فَيَقُولُ: لاَ وَعِزَّتِكَ، فَيُعْطِي اللَّهَ مَا يَشَاءُ مِنْ عَهْدٍ وَمِيثَاقٍ، فَيَصْرِفُ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ، فَإِذَا أَقْبَلَ بِهِ عَلَى الجَنَّةِ، رَأَى بَهْجَتَهَا سَكَتَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَسْكُتَ، ثُمَّ قَالَ: يَا رَبِّ قَدِّمْنِي عِنْدَ بَابِ الجَنَّةِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: أَلَيْسَ قَدْ أَعْطَيْتَ العُهُودَ وَالمِيثَاقَ، أَنْ لاَ تَسْأَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنْتَ سَأَلْتَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ لاَ أَكُونُ أَشْقَى خَلْقِكَ، فَيَقُولُ: فَمَا عَسَيْتَ إِنْ أُعْطِيتَ ذَلِكَ أَنْ لاَ تَسْأَلَ غَيْرَهُ؟ فَيَقُولُ: لاَ وَعِزَّتِكَ، لاَ أَسْأَلُ غَيْرَ ذَلِكَ، فَيُعْطِي رَبَّهُ مَا شَاءَ مِنْ عَهْدٍ وَمِيثَاقٍ، فَيُقَدِّمُهُ إِلَى بَابِ الجَنَّةِ، فَإِذَا بَلَغَ بَابَهَا، فَرَأَى زَهْرَتَهَا، وَمَا فِيهَا مِنَ النَّضْرَةِ وَالسُّرُورِ، فَيَسْكُتُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَسْكُتَ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَدْخِلْنِي الجَنَّةَ، فَيَقُولُ اللَّهُ: وَيْحَكَ يَا ابْنَ آدَمَ، مَا أَغْدَرَكَ، أَلَيْسَ قَدْ أَعْطَيْتَ العُهُودَ وَالمِيثَاقَ، أَنْ لاَ تَسْأَلَ غَيْرَ الَّذِي أُعْطِيتَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ لاَ تَجْعَلْنِي أَشْقَى خَلْقِكَ، فَيَضْحَكُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ، ثُمَّ يَأْذَنُ لَهُ فِي دُخُولِ الجَنَّةِ، فَيَقُولُ: تَمَنَّ، فَيَتَمَنَّى حَتَّى إِذَا انْقَطَعَ أُمْنِيَّتُهُ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: مِنْ كَذَا وَكَذَا، أَقْبَلَ يُذَكِّرُهُ رَبُّهُ، حَتَّى إِذَا انْتَهَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: لَكَ ذَلِكَ وَمِثْلُهُ مَعَهُ
“Dan tersisa seorang lelaki antara surga dan neraka, ia adalah penghuni neraka yang terakhir masuk surga, ia menghadapkan wajah ke neraka lalu berkata, “Ya Rabbku palingkanlah wajahku dari neraka, sungguh anginnya telah meracuniku, nyala apinya telah membakarku”. Allah berkata, “Apakah jika engkau diselamatkan lantas engkau akan minta yang lain?”. Ia berkata, “Tidak, demi keperkasaanMu”. Maka Allah memberikan perjanjian kepadanya, lalu Allah memalingkan (menyelamatkan) wajahnya dari neraka. Maka ketika wajahnya sudah menghadap ke arah surga dan melihat keindahannya, iapun terdiam dalam beberapa masa, lalu ia berkata, “Ya Rabku, majukanlah aku di pintu surga !”, Allah berkata kepadanya, “Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta selain yang kau pinta tadi?”. Ia berkata, “Ya Rabbku janganlah aku adalah hambamu yang paling sengsara?”. Allah berkata, “Jika aku mengabulkan nanti engkau akan meminta lagi yang lainnya?”. Ia berkata, “Tentu tidak, demi keperkasaanMu, aku tidak akan meminta yang lain lagi”. Lalu Allah memberikan perjanjian kepadanya, lalu Allah memajukannya hingga di pintu surga. Ketika ia telah sampai di pintunya maka ia melihat mawarnya dan berbagai macam keindahan dan kegembiraan. Iapun terdiam untuk beberapa waktu. Lalu ia berkata, “Ya Rabbku masukanlah aku ke dalam surga !”. Allah berkata, “Apa udzurmu (alasanmu)?, bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta selain yang diberikan kepadamu?”. Ia berkata, “Ya Rabbku janganlah engkau jadikan aku hambaMu yang paling sengsara”. Maka Allah pun tertawa karenanya, lalu Allah mengizinkannya untuk masuk surga, lalu Allah berkata kepadanya, “Berangan-anganlah !”. Maka iapuan berangan-angan hingga selesai (seluruh) angan-angannya. Maka Allah berkata, “Berangan-anganlah ini dan itu !”, Allah mengingatkannya. Hingga jika seluruh angan-angannya telah selesai Allah berkata, “Bagimu angan-anganmu dan yang semisalnya” ([14])
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) HR. Bukhari No. 5637 dan Muslim No. 2816
([2]) HR. Tabrani dalam kitabnya Musna Asy-Syamiyyin No. 698
([3]) Sebagaimana sebaliknya para penghuni neraka masuk neraka karena sebab amal mereka juga.
([4]) Lihat: Majmu’ Al-Fatawa 1/217 dan Haadil Arwaah 1/177
([7]) HR. Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ba’ts Wa An-Nusyur No. 332. Disahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir No. 5410
([8]) HR. Bukhori dan Muslim No. 3422 dan Muslim No. 2824
([10]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/180
([11]) HR. Ibnu Majah No. 4338 disahihkan oleh Al-Albani
([12]) Hal ini karena keinginan seseorang di dunia saja bisa berubah. Jika seseorang hidup di tahun 70-an, lalu ia melihat sepeda motor mewah di tahun tersebut, sementara ia tidak memiliki uang, tentu ia berkeinginan untuk bisa punya motor tersebut. Bahkan memiliki motor tersebut merupakan impiannya. Akan tetapi jika ia masih hidup hingga sekarang lalu melihat motor tersebut mungkin ia sudah tidak berminat lagi. Demikian juga pecinta komputer atau laptop, jika ia melihat komputer terbaik di zaman tersebut tentu komputer tersebut menjadi impiannya. Seandainya sekarang (di tahun 2020) ia diberi komputer tersebut mungkin ia tidak akan menggunakannya.
Lihatlah di dunia saja kita bisa mengalami perubahan keinginan, lantas bagaimana lagi jika seseorang sudah masuk surga dan telah melihat berbagai macam kenikmatan yang sempurna, maka bisa jadi keinginan dan impiannya bisa berubah.