SURGA
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pada kesempatan hari ini kita akan berbicara tentang suatu hal yang merupakan cita-cita kita seluruhnya. Bukan hanya kita, bahkan ini adalah merupakan cita-cita para nabi. Oleh karenanya, Nabi Ibrahim berdoa dalam doanya,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ
“dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan,” (QS. Asy-Syu’aro: 85)
Inilah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam yang dikatakan orang yang paling bertauhid kepada Allah ﷻ yang Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. An-Nahl: 123)
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah nabi yang Allah berikan gelar dengan Khalilurrahman (kekasih Allah), dan tidaklah beliau mendapatkan predikat Khalilurrahman kecuali karena beliau sangat cinta kepada Allah. Kecintaan beliau kepada Allah mengalahkan kecintaan kepada apapun, bahkan beliau rela untuk dilempar dilautan api, rela untuk diusir oleh ayahnya, rela untuk terusir dari tanah airnya, rela untuk terpisah dari istrinya (Hajar) dan anaknya (Isma’il) yang harus ia letakan di Mekah, bahkan rela untuk menyembelih anaknya (Isma’il), semuanya karena beliau mengedepankan kecintaan beliau kepada Allah. Maka kecintaan beliau kepada Allah tidak bertepuk sebelah tangan, jadilah beliau juga sangat dicintai oleh Allah, sehingga diangkat menjadi Kholilurrahman (kekasih Allah). Allah berfirman :
وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kekasih-Nya.” (QS. An-Nisa: 125)
Dan derajat الْخُلَّةُ al-Khullah adalah derajat cinta yang tertinggi, lebih tinggi dari sekedar الْمَحَبَّةُ dan الْمَوَدَّةُ.
Yang mendapatkan predikat ini hanya dua orang yaitu Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dengan Nabi Muhammad ﷺ. Nabi bersabda :
فَإِنَّ اللهِ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Maka sesungguhnya Allah telah menjadikan aku kekasih sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim kekasih” ([1])
Kenapa penulis menekankan tentang Ibrahim ‘Alaihissalam? Agar kita tahu bahwasanya kita beribadah dengan mengharapkan surga adalah perkara yang dianjurkan, bahkan surga diharapkan oleh seorang yang sangat mencintai Allah yaitu Ibrahim ‘Alaihissalam dan juga Muhammad ﷺ. Dengan demikian tidaklah benar perkataan sebagian orang, “Jangan beribadah mengharap surga, hendaknya beribadah hanya karena cinta kepada Allah. Ibadah dengan mengarap surga adalah ibadahnya para pedagang”. Tentu Ini adalah perkataan batil, siapa di antara kita yang lebih cinta kepada Allah dibandingkan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan Nabi Muhammad ﷺ? Nabi Ibrahim berdoa,
وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ
“dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan,” (QS. Asy-Syu’aro: 85)
Nabi Muhammad ﷺ pun juga berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ
“ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu surga dan aku meminta berlindung kepada-Mu dari api neraka.” ([2])
Bahkan Nabi ﷺ memerintahkan kita untuk meminta surga Firdaus, Nabi ﷺ bersabda
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ، فَاسْأَلُوهُ الفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الجَنَّةِ وَأَعْلَى الجَنَّةِ – أُرَاهُ – فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الجَنَّةِ
bila kalian minta kepada Allah maka mintalah surga firdaus karena dia adalah tengahnya surga dan yang paling tinggi. Aku pernah diperlihatkan bahwa diatas firdaus itu adalah singgasanannya Allah Yang Maha Pemurah dimana darinya mengalir sungai-sungai surga”. ([3])
Dalam hadits ini Nabi ﷺ memerintahkan kita untuk meminta surga yang paling tinggi dan jangan kita meminta kepada Allah dengan permintaan yang tanggung, seperti hanya meminta “ya Allah yang penting aku masuk surga dan selamat dari neraka”.
Nabi ﷺ bertanya kepada seorang sahabat,
«مَا تَقُولُ فِي الصَّلَاةِ؟» قَالَ: أَتَشَهَّدُ، ثُمَّ أَسْأَلُ اللَّهَ الْجَنَّةَ، وَأَعُوذُ بِهِ مِنَ النَّارِ، أَمَا وَاللَّهِ مَا أُحْسِنُ دَنْدَنَتَكَ، وَلَا دَنْدَنَةَ مُعَاذٍ، فَقَالَ: «حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ»
“Apa yang kamu ucapkan di dalam shalat?.” Dia menjawab; “Aku membaca tasyahud, kemudian meminta surga kepada Allah, dan berlindung kepada-Nya dari neraka. Demi Allah, sesungguhnya ucapan-ucapan pujianmu sangat baik dan bukan ucapan pujian-pujian dari Mu’adz.” Beliau bersabda: “Semua dalam shalat kita mengucapkan pujian.” ([4])
Sahabat ini mengatakan bahwa ia tidak bisa berdoa dengan ungkapan-ungkapan yang biasa digunakan oleh Nabi ﷺ dan Mu’adz bin Jabal. Hal ini kemungkinan dikarenakan keindahan ungkapan yang digunakan oleh Nabi ﷺ dan Mu’adz dalam memuji Allah. Orang tersebut menjelaskan bahwa dia hanya bisa meminta surga dan neraka, maka Nabi ﷺ menjawab bahwa permintaan beliau pun sama dengannya yaitu hanya seputar itu. Diriwayatkan dari Anas,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ»
“Dahulu Nabi ﷺ berdoa: Allahumma, Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaaban-naar (Ya Allah, Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka).” ([5])
Jika mengharap surga dilarang, lalu untuk apa Allah dan Nabi menjelaskan akan indahnya surga sehingga kemudian kita dilarang untuk berharap masuk surga?. Selain itu bukankah di surga ada kenikmatan yang merupakan puncak dari segala kenikmatan bagi orang-orang yang mencintai Allah?, yaitu melihat wajah Allah.
PERKARA-PERKARA YANG BERKAITAN DENGAN SURGA
Pertama: Makna Surga
Secara bahasa surga berasal dari kata جَنَّة dan dalam bahasa Arab kata yang terdiri dari huruf jim ج dan nunن menunjukkan السِّتْرُ (tersembunyi) dan التَّسَتُّرُ (bersembunyi)([6]).
Contoh:
- اَلجِنّ, mengapa disebut dengan al-jinn? Karena tersembunyi dari penglihatan.
- الجَنِيْن, mengapa disebut dengan janin? Karena bayi tersebut tersembunyi dalam perut ibunya.
- الْجِنَانُ, qolbu karena tertutup oleh dada
- جَنَانُ اللَّيْلِ, gelap gulitanya malam
- الجُنَّةُ, perisai karena melindungi pemakainya
- الجُنُوْن atau الجِنَّةُ gila, mengapa gila disebut dengan junun? Karena akalnya tertutup atau tersembunyi.
Begitu juga dengan الجَنَّة yang bentuk jamaknya الجَنَّات, para ulama mengatakan secara bahasa artinya taman yang pohon-pohonnya rindang dan lebat sehingga seakan-akan menutupi apa yang ada di baliknya. Jadi jika pohon tersebut hanya satu maka tidak disebut dengan جَنَّة secara bahasa([7]). Karena جَنَّة adalah pepohonan yang banyak yang lebat sehingga di balik pohon-pohon tersebut seperti ada sesuatu yang tertutupi dikarenakan saking banyaknya pohon yang rindang.
Datang orang-orang liberal mereka mengatakan, “Al-Quran hanyalah sebuah kitab yang turun 1400 tahun yang lalu, buktinya ketika Al-Qurán menyebutkan tentang kenikmatan akhirat maka yang disebutkan adalah jannah (taman) dan sungai. Hal ini ketika itu audience nya adalah orang-orang Arab yang hidup di daerah tandus. Adapun kita di Indonesia mendapati banyak sungai dan taman-taman. Karenanya kita tidak boleh memahami al-Qurán dengan tekstualnya. Karena kalau kenikmatan akhirat adalah taman dan sungai maka kurang menarik bagi kita orang-orang Indonesia”.
Kita katakan kepada mereka:
- Bahwa jangan menyangka taman di surga sama seperti taman-taman di Indonesia, karena taman di surga isinya bermacam-macam dan termasuk di dalamnya terdapat bidadari.
- Sampai sekarang fitrah manusia masih suka dengan taman, bukankah orang-orang barat pergi ke taman-taman, banyak orang kaya pergi ke puncak, banyak orang yang masih mencari pemandangan yang hijau dan menyenangkan. Ini semua masih fitrah manusia. Banyak orang bosan dengan hidup perkotaan yang isinya bangunan-bangunan yang tinggi sehingga mereka membuat taman di tengah-tengah kota seperti kota-kota di Eropa dan di Australia misalnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini dikarenakan fitrah manusia suka dengan pemandangan seperti ini.
Perlu kita ingat, taman di surga ini jangan disangka sama seperti taman-taman di dunia. Karena taman di surga isinya banyak macamnya dan juga pepohonannya tidak sama dengan pohon di dunia.
Nama-Nama Surga
Surga memiliki banyak nama, yang masing-masing nama tersebut menggambarkan akan sifat tertentu dari surga. Diantara nama-nama tersebut :
Pertama : itulah nama yang umum yang mencakup semua kenikmatan dan keindahan serta kebahagiaan yang ada di surga.
Kedua : دَارُ السَّلاَمُ Daarussalam. Allah berfirman
لَهُمْ دَارُ السَّلَامِ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَهُوَ وَلِيُّهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan (QS Al-An’am : 127)
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam) (QS Yunus : 25)
Dinamakan dengan Daarussalam karena surga selamat dari segala kekurangan, dari segala aib, dari segala yang mengurangi kenikmatan, baik yang berkaitan dengan hati, jiwa, dan raga. Ini melazimkan bahwa kenikmatan yang ada disurga harus sempurna bahkan di puncak kesempurnaan ([8]). Demikian juga surga penuh dengan ucapan salam([9]). Allah berfirman :
وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلامٌ
dan salam penghormatan mereka (penghuni surga) ialah “Salam” (QS Yunus : 10)
وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ
sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): “Salamun ´alaikum bima shabartum” (Keselamatan atas kalian wahai penghuni surga karena kesabaran kalian) (QS Ar-Ro’d : 23-24)
لَهُمْ فِيهَا فَاكِهَةٌ وَلَهُمْ مَا يَدَّعُونَ سَلامٌ قَوْلاً مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ
Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan): “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang (QS Yasin : 57-58)
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ فَسَلامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ
Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan. maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan (QS Al-Waqi’ah : 90-91)
Ketiga : الْفِرْدَوْسُ Al-Firdaus, Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal (QS Al-Kahfi : 107)
الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (QS Al-Mukminun : 23)
Al-Firdaus asalnya adalah kebun yang penuh dengan buah anggur. Dan Al-Firdaus bisa dimaksudkan adalah nama untuk semua surga atau bisa juga dimaksudkan adalah surga yang tertinggi([10]).
Keempat : الْحُسْنَى Al-Husna. Allah berfirman :
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ´uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (QS An-Nisa : 95)
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (QS Yunus : 26)
لِلَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمُ الْحُسْنَى وَالَّذِينَ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُ لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ سُوءُ الْحِسَابِ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik (surga). Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman (QS Ar-Ra’d : 18)
لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik (surga). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Hadid : 10)
Kelima : طُوْبَى Thubaa, Allah berfirman :
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ طُوبَى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan (surga) dan tempat kembali yang baik (QS Ar-Ro’d : 29)
طُوْبَى Thubaa merupakan nama surga sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Ábbas, Íkrimah, dan Mujahid([11]). Adapun makna Thubaa adalah نِعْمَ مَا لَهُمْ (yang terbaik bagi mereka), demikian juga maknanya adalah فَرَحٌ لَهُمْ وَقُرَّةُ عَيْنٍ (Kegembiraan dan kebahagiaan) ([12]).
Keenam : دَارُ الْمُقَامَةِ Daarul Muqoomah, Allah berfirman :
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu” (QS Fathir : 35)
Maknanya surga adalah tempat tinggal mereka dan mereka tidak akan berpindah ke tempat yang lain selama-lamanya.
Ketujuh : جَنَّةُ الْمَأْوَى Jannatul Ma’wa, Allah berfirman
عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
Di dekatnya ada surga tempat tinggal (QS An-Najm : 15)
الْمَأْوَى artinya adalah tempat bernaung, sebagaimana firman Allah
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada keagungan Tuhan-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya” (QS An-Naaziáat 40-41)
Pada asalnya al-ma’wa maknanya adalah tempat naungan, namun Allah menjadikan neraka sebagai tempat naungan orang-orang kafir. Allah namakan tempat naungan sebagai bentuk ejekan bagi mereka. Allah berfirman فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى “Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya” (QS An-Naziáat : 39). Allah juga berfirman وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ “dan tempat bernaung kalian adalah neraka” (QS Al-Ánkabut : 25 dan Al-Jaatsiyah : 34)
Kedelapan : دَارُ الْحَيَوَانِ Daarul Hayawaan, Allah berfirman
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui (QS al-Ánkabut : 64)
Maknanya mengandung dua makna,
Pertama : Yaitu kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya bukan seperti kehidupan dunia yang hanya sebentar dan permainan, serta dipenuhi dengan kesedihan dan kekawatiran.
Kedua : Kehidupan yang tidak terkontaminasi dengan keburukan apapun([13]).
Karenanya tatkala Nabi ﷺ ketika melihat para sahabat yang kelaparan ketika menggali Khandaq maka beliau berkata اللَّهُمَّ إِنَّ العَيْشَ عَيْشُ الآخِرَهْ “Ya Allah sesungguhnya kehidupan adalah kehidupan akhirat” ([14])
Kesembilan : جَنَّاتُ النَّعِيْمِ Jannaatun Naíim. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan (QS Luqman : 8)
Disebut dengan Jannaatun Naíim karena surga penuh dengan berbagai macam kenikmatan baik yang dzohir maupun yang batin, baik berkaitan dengan pakain, minuman, makanan, tempat tinggal, pemandangan, wewangian maupun kenikmatan-kenikmatan lainnya.
Kedua: جَنَّةُ الْخُلْدِ “Jannatul Khuldi” Surga Yang Akan Ditempati Oleh Orang-Orang Yang Bertakwa Apakah Surganya Nabi Adam ‘Alaihissalam Dahulu?
Maka ini ada dua pendapat di kalangan para ulama:
Pertama : Bahwa surga tersebut berbeda dengan surga yang ditempati Nabi Adam dahulu. Adapun sisi perbedaannya :
- Karena جَنَّةُ الْخُلْدِ surga untuk orang-orang yang bertakwa nanti tidak ada lagi pengharaman-pengharaman berbeda dengan surga yang dahulu ditempati Nabi Adam ‘Alaihissalam yang terdapat pelarangan untun memakan buah tersebut. Selain itu surga kaum mukminin
- Surga tersebut hanya dimasuki nanti ketika hari kiamat.
Kedua : Pendapat mayoritas ulama mengatakan bahwa surganya Nabi Adam ‘Alaihissalam dahulu sama dengan surganya orang-orang yang bertakwa nanti([15]).
Ini sangat jelas ditunjukan oleh hadits berikut :
يَجْمَعُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى النَّاسَ، فَيَقُومُ الْمُؤْمِنُونَ حَتَّى تُزْلَفَ لَهُمُ الْجَنَّةُ، فَيَأْتُونَ آدَمَ، فَيَقُولُونَ: يَا أَبَانَا، اسْتَفْتِحْ لَنَا الْجَنَّةَ، فَيَقُولُ: وَهَلْ أَخْرَجَكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَّا خَطِيئَةُ أَبِيكُمْ آدَمَ
“Allah mengumpulkan manusia, maka kaum mukminin berdiri hingga surga didekatkan kepada mereka. Lalu merekapun mendatangi Adam, lantas mereka berkata, “Wahai ayah kami, mintalah agar surga dibuka untuk kami !”. Maka Adam berkata, “Bukankah yang mengeluarkan kalian dari surga tidak lain kecuali kesalahan ayah kalian Adam?” ([16])
Karena itulah Nabi Musa berdebat dengan Nabi Adam,
إِنَّ مُوسَى قَالَ: يَا رَبِّ، أَرِنَا آدَمَ الَّذِي أَخْرَجَنَا وَنَفْسَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، فَأَرَاهُ اللَّهُ آدَمَ، فَقَالَ: أَنْتَ أَبُونَا آدَمُ؟ فَقَالَ لَهُ آدَمُ: نَعَمْ، قَالَ: أَنْتَ الَّذِي نَفَخَ اللَّهُ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ، وَعَلَّمَكَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا وَأَمَرَ الْمَلَائِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَمَا حَمَلَكَ عَلَى أَنْ أَخْرَجْتَنَا وَنَفْسَكَ مِنَ الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ لَهُ آدَمُ: وَمَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: أَنَا مُوسَى، قَالَ: أَنْتَ نَبِيُّ بَنِي إِسْرَائِيلَ الَّذِي كَلَّمَكَ اللَّهُ مِنْ وَرَاءِ الْحِجَابِ لَمْ يَجْعَلْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ رَسُولًا مِنْ خَلْقِهِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: أَفَمَا وَجَدْتَ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَبْلَ أَنْ أُخْلَقَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فِيمَ تَلُومُنِي فِي شَيْءٍ سَبَقَ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى فِيهِ الْقَضَاءُ قَبْلِي؟ «قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ» فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى، فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى ”
“Musa berkata, “Wahai Rabb, perlihatkanlah kepadaku Adam, orang yang telah mengeluarkan kami dan dirinya dari surga.” Lalu Allah memperlihatkan Adam kepadanya, Musa pun berkata, “Engkau Adam bapak kami!” Adam menjawab, “Benar.” Musa berkata lagi, “Engkaukah orang yang telah ditiupkan ruh oleh Allah, diberikan pengetahuan tentang nama-nama segala sesuatu, dan Allah memerintahkan para malaikat untuk sujud, lalu mereka sujud kepadamu?” Adam menjawab, “Benar.” Musa bertanya, “Lalu apa yang mendorongmu untuk mengeluarkan kami serta dirimu dari surga?” Adam balik bertanya, “Lalu kamu sendiri siapa?” Musa menjawab, “Aku adalah Musa.” Adam bertanya, “Kamukah Nabi dari kalangan bani Isra’il yang Allah telah mengajakmu berbicara dari balik tabir tanpa ada seorang perantara?” Musa menjawab, “Benar.” Adam bertanya, “Tidakkah engkau mengerti bahwa itu semua sudah ditentukan oleh Allah dalam kitab-Nya (Al Lauhul Mahfudh) sebelum aku diciptakan?” Musa menjawab, “Benar.” Adam bertanya, “Lalu kenapa engkau menyalahkanku atas sesuatu yang telah ditentukan Allah sebelum aku (diciptakan)?” Ketika itu Rasulullah ﷺ lalu bersabda: “Adam mengalahkan Musa, Adam mengalahkan Musa.” ([17])
Jika surga Adam bukanlah surga yang akan didatangi maka buat apa Musa mendebat Adam?, bukankah surga yang akan didatangi beda dan memang untuk menempatinya harus keluar dari surganya Adam?.
Seorang sekarang beramal saleh dalam rangka agar bisa kembali ke kampung halaman yang sesungguhnya yaitu surga surga yang ditempati Nabi Adam. Akan tetapi dengan catatan bahwa surga bisa diubah oleh Allah ﷻ, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama bahwa surga bisa ditambah, oleh karenanya dalam hadits disebutkan,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى – قَالَ بُكَيْرٌ: حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ: يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ – بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“barang siapa yang membangun masjid karena Allah ta’ala maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di surga.” ([18])
Jadi Allah bisa membuat tambahan di surga, memperluas surga, dan Allah bisa mengubahnya. Intinya surga yang akan didapatkan oleh orang-orang bertakwa kelak adalah surganya Nabi Adam.
Selain itu ciri-cirinya juga sama, bahwa surga Adam juga terletak di langit, karenanya ketika Adam dihukum oleh Allah Adam disuruh untuk turun ke bumi. Allah berfirman :
قَالَ اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ، قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ
Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan”. Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan” (QS Al-A’rof : 24-25)
Sangat jelas bahwasanya Allah memerintahkan Adam untuk turun ke bumi, yang menunjukan bahwa sebelumnya Adam bukan di bumi. Demikian juga Allah menyebutkan sifat bumi tersebut adalah tempat Adam akan hidup, akan mati, lalu dibangkitkan. Ini menunjukan bahwa Adam sebelumnya bukan di bumi yang memiliki sifat-sifat tersebut, akan tetapi Adam sebelumnya di surga yang letaknya di langit([19]).
Hal ini dikuatkan lagi ternyata Iblis juga disuruh turun bersama Adam dan Hawa. Allah berfirman :
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kalian! sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan” (QS Al-Baqoroh : 36)
Dan Iblis sebelumnya bersama malaikat di langit ketika diperintahkan untuk sujud kepada Adam.
Demikian juga sifat surganya Adam sama dengan sifat surga yang akan didatangi oleh kaum mukminin. Allah berfirman :
فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى، إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعْرَى، وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَى
Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya” (QS Thaha : 117-119)
Tentu ini bukanlah sifat-sifat dunia, seseorang di dunia bagaimanapun mewah hidupnya ia pasti merasakan lapar atau haus atau kepanasan. Ini menunjukan tidak ada bedanya surga Adam dengan surga kaum mukminin([20]).
Adapun Adam dan Hawwa dilarang mendekati sebuah pohon maka :
- Itu bukanlah pembebanan takliif seperti amal-amal yang ketika di dunia seperti shalat, puasa, umroh, dan haji, akan tetapi hanya pelarangan untuk mendekati salah satu kenikmatan yang ada di surga. Hal ini juga berlaku pada surga جّنَّةُ الْخُلْدِ setelah hari kiamat bukankah seorang penghuni surga tidak bisa mendekati istri penghuni surga yang lain?
- Tidak adanya taklif (perintah dan larangan) itu hanya ketika pada hari kiamat ketika kaum mukminin masuk ke dalam surga. Adapun sebelum hari kiamat maka secara akal mungkin saja status surga berbeda dan boleh saja terjadi taklif. Karena memang surga ketika di masuki oleh Adam bukan sebagai Daarul Jazaa’ (balasan) kepada Adam, karena Adam memang belum mendapat taklif (beban syariát dan ujian).
- Lagi pula Nabi ketika masuk di surga Nabi bertemu dengan seorang wanita yang sedang berwudhu([21]). Wallahu a’lam apakah itu wudhu seperti wudhu di dunia sebagai beban taklif ataukah karena yang lain?.
Adapun surga جّنَّةُ الْخُلْدِ hanya bisa dimasuki setelah hari kiamat, maka ini benar jika yang dimaksud adalah masuk yang abadi, adapun jika masuk sementara -sebagaimana masuknya Adam dan Hawwa yang sementara- maka mungkin terjadi sebelum hari kiamat. Diantaranya Nabi pernah memasukinya ketika Mi’rooj, demikian juga ruh kaum mukiminin dan juga ruh para syuhada juga masuk ke dalam surga meski mereka di alam barzakh([22]).
Ketiga: menurut Ahlusunah Wal Jamaah surga telah diciptakan.
Muktazilah([23]) yang mengatakan bahwa surga dan neraka belum ada sekarang, surga dan neraka baru diciptakan ketika hari kiamat([24]).
Muktzilah berdalil dengan 3 pendalilan :
Pendalilan Pertama : Mereka (muktazilah) adalah Musyabbihah (yang menyamakan Allah dengan makhluk) dalam perbuatan-perbuatan Allah. Sehingga mereka mengatakan, “Seharusnya Allah melakukan demikian dan demikian, dan tidak boleh Allah melakukan demikian dan demikian”. Akan tetapi barometernya adalah dengan perbuatan manusia([25]). Menurut mereka tidak ada faedahnya penciptaan surga dan neraka sekarang karena belum ada yang diberi balasan. Lalu untuk apa surga dan neraka sekarang?. Jika ada seorang raja membuat sebuah istana yang penuh dengan kelezatan untuk rakyatnya lantas ia melarang rakyatnya untuk memasuki istana tersebut dalam waktu yang lama, tentu perbuatan raja tersebut tidaklah hikmah dan bijak, dan akan ada orang yang mengkritikinya.
Jawabannya : Kita katakan bahwa kita harus tunduk kepada dalil, dan dalil menunjukkan bahwa surga sudah ada sangat banyak. contohnya:
Allah ﷻ berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (QS Al-Hadid : 21)
Perhatikan, Allah mengatakan tentang surga dengan أُعِدَّتْ “disiapkan” jadi ini menunjukkan bahwa surga telah ada.
Begitu juga Nabi ﷺ melihat surga ketika melakukan isra’ mi’raj, Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى، عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal,” (QS. An-Najm: 13-15) ([26])
Adapun dari hadits maka sangat banyak, di antaranya hadits tentang malaikat Jibril yang diperintahkan untuk melihat isi surga dan neraka Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Jibril melihat surga dia berkata: ya Allah, tidak ada seorang pun yang mendengar tentang surga kecuali dia akan memasukinya. Kemudian Allah meliputi surga dengan perkara yang dibenci maka Jibril mengatakan setelah itu: hampir-hampir tidak ada yang mendengarnya bisa masuk([27]). Ini dikarenakan saking banyak perkara yang dibenci yang meliputi surga. Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga diliputi dengan perkara yang dibenci dan neraka diliputi dengan syahwat.” ([28])
Demikian juga hadits tentang Nabi melihat surga ketika sedang shalat gerhana. Ibnu Ábbas berkata :
خَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَصَلَّى، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَأَيْنَاكَ تَنَاوَلْتَ شَيْئًا فِي مَقَامِكَ، ثُمَّ رَأَيْنَاكَ تَكَعْكَعْتَ، قَالَ: «إِنِّي أُرِيتُ الجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ مِنْهَا عُنْقُودًا، وَلَوْ أَخَذْتُهُ لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَا بَقِيَتِ الدُّنْيَا»
“Terjadi gerhana matahari di zaman Nabi ﷺ maka Nabipun shalat. Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah kami melihatu mengambil sesuatu ketika engkau sedang shalat, lalu kami melihatmu mundur”. Nabi berkata, “Sesungguhnya aku diperlihatkan surga, maka akupun mengambil dari surga setandan buah, seandainya aku mengambilnya maka kalian akan makan darinya selama umur dunia” ([29])
Perkataan Nabi, “Jika aku mengambilnya lantas kalian makan darinya…”, menunjukan surga sudah ada sehingga buahnya bisa memungkinkan untuk diambil.
Adapun pernyataan mereka bahwasanya penciptaan surga dan neraka sekarang tidak ada faedahnya maka kita katakan justru dalil-dalil menunjukkan adanya surga sekarang ada faedahnya, di antaranya:
Pertama : Ruh orang mukmin seperti burung yang berjalan-jalan di surga. Nabi bersabda :
نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ إِذَا مَاتَ طَائِرٌ تَعْلَقُ بِشَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يُرْجِعَهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يَبْعَثُهُ اللهُ
“Ruh seorang mukmin jika meninggal adalah burung yang bergantung di pohon-pohon surga hingga Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari Allah membangkitkannya”([30]).
Ini menunjukan ruh seorang mukmin merasakan kenikmatan di surga, akan tetapi dia tidak masuk surga secara total, hanya ruhnya saja adapun jasadnya akan dibangkitkan pada hari kiamat. Maka ini menunjukkan surga ada fungsinya.
Kedua : Ruh para syuhada yaitu ruh para orang yang mati syahid. Nabi ﷺ bersabda,
أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ، لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ، تَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ، ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ
“Ruh mereka berada di dalam rongga burung hijau yang mempunyai banyak pelita yang bergantungan di ‘Arsy, ia dapat keluar masuk surga sesuka hati kemudian beristirahat lagi di pelita-pelita itu.” ([31])
Ruh para syuhada lebih khusus dari ruh orang beriman, meskipun keduanya adalah burung. Karena ruh syuhada yang berada dalam jasad burung juga bisa dikatakan sebagai burung. Hanya saja ruh syuhada lebih lebih sempurna karena ruhnya berada di rongga burung. Dan kelezatan itu lebih sempurna kalau disertai dengan jasad. Karenanya puncak kelezatan jika ruh sudah dibangkitkan bersama jasad pada hari kiamat kelak untuk masuk surga dan menikmati surga dengan sempurna. Orang mukmin secara umum ketika di alam barzakh yang merasakan kelezatan hanya ruh saja. Adapun orang yang mati syahid karena mereka waktu di dunia telah mengorbankan raga mereka maka Allah memberikan raga sementara berupa jasad seekor burung yang mereka beterbangan menikmati kenikmatan surga([32]). Kenikmatan ini lebih baik daripada kenikamatan ruh orang beriman yang tanpa jasad burung. Namun kenikmatan ini pun tidak sempurna, dan kenikmatan yang sempurna akan mereka rasakan nanti pada hari kiamat kelak dengan jasad mereka yang sesungguhnya.
Ketiga : Seseorang dalam alam barzakh maka dia akan dibukakan pintu menuju surga dan diperlihatkan tempatnya di surga maka datang angin surga menuju dirinya
Nabi bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ وَالعَشِيِّ، إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَيُقَالُ: هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian jika meninggal maka akan dilihatkan kepadanya tempatnya (di surga atau di neraka-pen) setiap pagi dan petang. Jika ia penghuni surga maka ia akan menjadi penghuni surga, kalau ia penghuni neraka maka ia akan menjadi penghuni neraka, maka dikatakan : “Inilah tempatmu hingga Allah membangkitkanmu pada hari kiamat (menuju tempat tersebut)” ([33])
Keempat : Seorang mukmin di alam barzakh dibukakan baginya pintu surga. Nabi bersabda tentang seorang mukmin di barzakh:
فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ “. قَالَ: ” فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا، وَطِيبِهَا، وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ
“(Allah berkata) : Bentangkan baginya permadani dari surga !, dan pakaikan baginya pakaian dari surga !, serta bukakan baginya pintu yang menuju surga !”. Maka sampai kepadanya angin surga dan aroma wangi surga, dan dilapangkan kuburannya hingga sejauh matanya memandang” ([34])
Kelima : Dalam hadits ketika seorang sahabat akan meninggal di dalam Perang Uhud Dia berkata,
فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَجِدُ رِيحَ الْجَنَّةِ دُونَ أُحُدٍ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya sungguh aku mencium aroma surga di bawah Uhud.” ([35])
Hadits ini menjelaskan bahwa Allah ﷻ membuatnya bisa mencium aroma surga saat itu. Ini menunjukkan surga sudah ada.
Ini semua menunjukkan bahwa pernyataan “surga tidak ada fungsinya sekarang” adalah pernyataan yang tidak benar.
Selain itu tentu berbeda antara ganjaran yang sudah ada dan tinggal dinikmati dengan ganjaran yang belum ada. Contohnya jika ada seorang bos mengatakan kepada anak buahnya bahwa jika anak buahnya bekerja dengan baik maka bos tersebut akan bangunkan untuknya sebuah rumah. Lalu ada bos yang lain yang mengatakan bahwa jika anak buahnya bekerja dengan baik maka dia akan mendapatkan rumah yang sudah ada dan sudah lengkap isinya tinggal ditempati saja. Maka yang lebih menarik adalah kalau rumah tersebut sudah ada.
Pendalilan Kedua : Muktazilah juga berdalil dengan firman Allah :
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah” (QS Al-Qoshoh : 88)
Mereka mengatakan bahwa jika surga dan neraka sudah ada sekarang maka kelak akan binasa, karena Allah menetapkan kebinasaan (kehancuran) terhadap segala sesuatu, termasuk surga dan neraka.
Jawabannya :
Pertama : Surga dan neraka dikecualikan karena surga dan neraka diciptakan untuk tetap abadi dan bukan untuk fana (sirna).
Kedua : Makna binasa juga terlalu umum, bisa artinya dihancurkan bisa juga dimatikan. Contoh manusia semuanya akan binasa akan tetapi setelah dibinasakan (dimatikan) akan dibangkitkan kembali untuk keabadian. Itupun manusia ketika dibinasakan masih tersisa tulang ekor yang tidak hancur dan proses penghidupan kembali manusia pada hari kebangkitan dimulai lagi dari tulang ekor.
Adapun langit dan bumi akan dihancurkan namun menurut pendapat yang benar bahwa bumi akan dihancurkan bukan untuk disirnakan menjadi ketiadaan akan tetapi dimodifikasi oleh Allah untuk menjadi padang mahsyar yang akan ditempati oleh manusia ketika hari kiamat untuk dihisab oleh Allah.
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit” (QS Ibrahim : 48)
Maka demikian juga seandainya surga telah diciptakan lalu dibinasakan maka bisa jadi dalam artian dimodifikasi oleh Allah untuk menjadi lebih baik. Dan ini secara akal tidaklah mustahil
Ketiga : Imam Ahmad menafsirkan ayat ini hanya berkaitan dengan yang hidup (jin, manusia, hewan, dan malaikat). Imam Ahmad berkata :
وأما قوله: {كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ}. وذلك أن الله أنزل: {كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ} قالت الملائكة: هلك أهل الأرض وطمعوا في البقاء، فأنزل الله آية يخبر عن أهل السموات وأهل الأرض أنهم يموتون، فقال: {كُلُّ شَيْءٍ} من الحيوان {هَالِكٌ} يعني ميت {إِلاَّ وَجْهَهُ} أنه حي لا يموت، فأيقنوا عند ذلك بالموت
“Adapun firman Allah “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah”, hal ini karena Allah menurunkan firmanNya “Semua yang di atas bumi akan sirna”, malaikatpun berkata, “Binasa penghuni bumi” dan malaikat ingin kekal (tidak mati), maka Allah pun menurunkan ayat tentang penghuni langit dan penghuni bumi bahwasanya mereka semua akan mati, maka Allah berfirman “Tiap-tiap sesuatu” yaitu dari yang hidup “binasa” yaitu akan mati “kecuali wajah Allah” yaitu Allah maha hidup dan tidak akan mati. Maka malaikatpun yakin setelah itu bahwasanya mereka akan mati” ([36])
Jadi menurut Imam Ahmad ayat tersebut (QS Al-Qoshos : 88) tidak berkaitan dengan seluruh makhluk akan tetapi berkaitan dengan makhluk-makhluk yang hidup dari penghuni bumi dan langit. Sehingga ayat ini tidak berkaitan dengan langit dan bumi tapi berkaitan dengan penghuninya. Jika demikian tentu lebih tidak berkaitan lagi dengan surga dan neraka, apalagi ársy. Wallahu a’lam.
Keempat : Telah datang ayat yang lain yang menjelaskan bahwa pada hari kiamat tidak semua makhluk akan dibinasakan atau dihancurkan. Allah berfirman :
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)” (QS Az-Zumar : 68)
Ini menunjukan bahwa tidak semua makhluk akan binasa. Para ulama menjelaskan diantaranya yang tidak binasa adalah árys([37]), surga, neraka, demikian juga ruh-ruh([38]).
Pendalilan Ketiga : Dalil-dalil menunjukan bahwasanya kenikmatan-kenikmatan di surga diciptakan berdasarkan perbuatan hamba, jika hamba melakukan suatu amalan maka kenikmatan surga juga diciptakan. Sebagai contoh sabda Nabi ﷺ :
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang mengucapkan : Subhaanallah al-Ádzim wabihamdihi maka akan ditanam baginya pohon kurma di surga” ([39])
Demikian juga doa istri Firáun :
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Ya Rabb ku bangunkanlah bagiku di sisiMu rumah di surga” (QS At-Tahrim : 11)
Ini semua menunjukan penciptaan nikmat surga terjadi setelah amal shalih. Berarti surga belum ada sekarang dan baru akan ada belakangan.
Jawabannya :
Pertama : Sudah adanya surga tidak melazimkan bahwa isi surga sudah final (selesai) tidak ada tambahan lagi. Dalil-dalil tersebut menunjukan bahwa kenikmatan surga bisa ditambahkan oleh Allah pada surga yang sudah ada([40]).
Ini menguatkan bahwasanya surga yang akan ditempati orang-orang beriman tentu kondisinya tidak seperti surga saat ditempati Adam ‘alaihis salam, karena Allah senantiasa menciptakan dalam surga.
Demikian juga jika surga telah dimasuki/ditempati oleh kaum mukminin maka Allah akan menciptakan perkara-perkara yang lain lagi yang diminta oleh para penghuni surga ketika mereka telah masuk surga.
Kedua : Justru dalil-dalil tersebut mengisyaratkan bahwa surga sudah ada, hanya yang baru adalah tambahannya. Karenanya Nabi berkata, “Allah bangun rumah baginya di surga”, Nabi tidak berkata, “Allah bangunkan baginya surga yang ada rumahnya”. Ini menunjukan bahwa surganya sudah ada, yang belum ada adalah rumahnya.
Keempat: Surga Bertingkat-Tingkat
Dalilnya sangat banyak dari Al-Quran maupun dari hadits.
Adapun dari al-Qur’an maka diantaranya :
Firman Allah :
هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali-‘Imran : 163)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan dalam ayat yang lain,
لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid : 10)
Meskipun di dalam ayat ini Allah sebutkan bahwa mereka sama-sama dijanjikan surga, akan tetapi surga bagi masing-masing mereka berbeda.
Allah berfirman :
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا، دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ´uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS An-Nisa : 95-96)
Pada ayat ini Allah menyebutkan 3 derajat penghuni surga, (1) orang beriman yang tidak ikut berjihad yang tidak mempunyai udzur (2) orang-orang yang tidak ikut berperang karena mempunyai udzur, dan yang tertinggi (3) orang-orang yang berjihad dengan hartanya dan jiwanya.
Antara yang berjihad dengan yang tidak berjihad karena udzur Allah bedakan satu derjat . Adapun antara yang berjihad dengan yang tidak berjihad tanpa udzur maka Allah bedakan beberapa derajat ([41]).
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ، جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ
“Kemudian Kitab (Alquran) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Bagi mereka) surga ‘and, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera.” (QS. Fathir : 32-33)
Di dalam ayat ini dengan jelas Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tiga golongan manusia yaitu yang berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri, orang-orang pertengahan yang hanya mengerjakan yang wajib-wajib namun tidak melakukan yang sunnah dan, dan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan serta melakukan hal-hal yang disunnahkan, dan mereka semua ini kata Allah akan di masukkan ke dalam surga, akan tetapi tentunya surga bagi mereka berbeda tingkatannya.
Allah berfirman,
وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً، فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ، وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ، وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ، أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ
“dan kamu menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu, dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu, dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).” (QS. Al-Waqiah: 7-11)
Ternyata dalam ayat ini disebutkan bahwa penghuni surga ada 2 tingkatan:
Pertama: adalah as-sabiqun “orang-orang yang paling dahulu (beriman)”.
Kedua: ashabul yamin, menunjukkan surga memiliki tingkatan.
Contoh lainnya adalah ketika Allah ﷻ menyebutkan tentang nikmat surga, Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ، عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ، تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ، يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ، خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ، وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ، عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan, mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel), laknya dari kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. Dan campurannya dari tasnim, (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada Allah).” (QS. Al-Mutaffifin: 22-28)
Pada ayat-ayat ini Allah ﷻ menyebutkan 2 tipe minuman:
Pertama: رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ
Kedua: تَسْنِيْمٍ
Perbedaan keduanya adalah, kalau رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍ adalah khamar yang terlezat dan ini diminum oleh golongan al-Abrar di mana ketika mereka selesai meminumnya akan keluar aroma wangi yang sangat indah. Allah menyebutkan di antara ciri minuman tersebut,
وَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍ
Dan campurannya dari tasnim
Jadi minuman mereka dari rahiiq dan dicampur dengan tasnim. Apa itu tasnim?
عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ
“(yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada Allah)”
Muqorrobun adalah tingkatan yang lebih tinggi. Dari sini berarti kita tahu bahwa penghuni surga ada dua:
Pertama: al-Muqorrobun yang
Kedua: Al-Abror
Al-muqarrabun kedudukannya lebih tinggi yaitu yang didekatkan oleh Allah. Kedudukan mereka lebih tinggi oleh karenanya minuman mereka lebih istimewa yaitu tasnim. Sementara Al-Abror hanya mendapat campuran tasnim. Ini menunjukkan bahwa air minum saja dibedakan antara golongan atas dengan golongan bawah, sehingga ini menunjukkan bahwa surga itu bertingkat-tingkat. Kalau minumannya beda apalagi kenikmatan-kenikmatan yang lainnya, jelas berbeda.
Contoh yang lainnya seperti firman Allah ﷻ,
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: 46-47)
Allah ﷻ menyebutkan bahwa bagi orang yang takut kepada keagungan Allah maka dia akan dapat 2 surga, kemudian Allah sebutkan ciri-ciri surga tersebut, Allah ﷻ berfirman,
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، ذَوَاتَا أَفْنَانٍ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، فِيهِمَا عَيْنَانِ تَجْرِيَانِ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، فِيهِمَا مِنْ كُلِّ فَاكِهَةٍ زَوْجَانِ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، مُتَّكِئِينَ عَلَى فُرُشٍ بَطَائِنُهَا مِنْ إِسْتَبْرَقٍ وَجَنَى الْجَنَّتَيْنِ دَانٍ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ، هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? kedua surga itu mempunyai aneka pepohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang memancar. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat aneka buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bersandar di atas permadani yang bagian dalamnya dari sutera tebal. Dan buah-buahan di kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin sebelumnya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan mereka itu permata yakut dan marjan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula). Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman: 47-61)
Allah ﷻ menyebutkan surga-Nya, mata airnya, sungai yang mengalir, dan Allah sebutkan bidadarinya. Setelah itu Allah menyebutkan kembali,
وَمِنْ دُونِهِمَا جَنَّتَانِ، فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan” (QS. Ar-Rahman: 62)
Sebagian ulama seperti Syaikh As-Sa’di ﷺ 2 surga yang di atas untuk orang-orang yang spesial. Dan 2 surga yang di bawah untuk orang-orang beriman secara umum. Ini menunjukkan bahwa memang surga itu bertingkat-tingkat.([42])
Masing-masing memiliki derajat yang sesuai dengan perbuatan mereka.
Kemudian juga dalam surat al-isra Allah,
كُلًّا نُمِدُّ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا
“Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu.” (QS. Al-Isra: 20)
Ini adalah konsekuensi dari rububiyah Allah, Allah memberi rezeki kepada orang mukmin dan orang kafir. Kemudian Allah ﷺ bersabda,
انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا
“Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.” (QS. Al-Isra: 21)
Orang kafir kekayaan mereka bertingkat-tingkat yang mungkin ada 1000 tingkatan. Begitu juga orang Islam yang bertingkat-tingkat kekayaannya. Akan tetapi Allah mengingatkan,
وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا
“Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya”
Jika kita di bumi bisa mengklasifikasikan tingkat kekayaan orang-orang maka di akhirat Allah bisa mengklasifikasi dengan lebih detail lagi.
Adapun dalil-dalil dari hadits diantaranya,
Sabda Nabi :
إِنَّ فِي الجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Dalam surga terdapat seratus derajat yang Allah persiapkan bagi para mujahidin di jalan-Nya, yang jarak antara setiap dua tingkatan bagaikan antara langit dan bumi.” ([43])
Hadits ini menunjukkan betapa adilnya Allah. Allah ﷻ menyebutkan tentang tingkatan surga yang dipersiapkan untuk para Mujahidin. Ibnu Hajar ﷺ juga berkata dalam Fathul Bari: “Demikian juga untuk amalan-amalan yang lain([44]), Allah Maha Adil”. Orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya memiliki tingkatan yang berbeda, orang yang salat malam memiliki tingkatan yang berbeda, orang yang bersedekah bertingkat-tingkat, penuntut ilmu bertingkat-tingkat, ulama bertingkat-tingkat, dan para ustaz bertingkat-tingkat. Jadi tingkatan amal saleh banyak tingkatannya bukan hanya satu tingkatan. Akan tetapi untuk mujahidin terdapat 100 tingkatan sebagaimana yang disabdakan Nabi ﷺ.
Adapun bilangan 100 bukanlah pembatasan jumlah derajat (tingkatan surga). Hal ini semisal dengan sabda Nabi :
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghitungnya dia masuk surga.” ([45])([46])
Disebutkan juga dalam hadits,
«إِنَّ أَهْلَ الجَنَّةِ يَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ، كَمَا يَتَرَاءَوْنَ الكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الغَابِرَ فِي الأُفُقِ، مِنَ المَشْرِقِ أَوِ المَغْرِبِ، لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ» قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تِلْكَ مَنَازِلُ الأَنْبِيَاءِ لاَ يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ، قَالَ: «بَلَى وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا المُرْسَلِينَ»
“Sungguh penduduk surga mereka saling melihat penduduk yang berada di kamar-kamar dari atas mereka, sebagaimana saling melihat pelanet yang mengkilap seperti warna debu di ufuk timur atau barat karena mereka berbeda derajat”, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, itu kedudukannya para Nabi tidak mendapatkannya kecuali mereka ?”, beliau menjawab: “Iya, demi Dzat yang jiwaku ada pada genggaman-Nya, orang-orang yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul”. ([47])
Nabi ﷺ menjelaskan bahwa penghuni surga melihat Ahli Ghuraf yang surganya lebih tinggi. Jadi Ahli Janah mendapat surga yang umum sedang Ahli Ghuraf mendapatkan surga yang spesial. Mereka melihat Ahli Ghuraf di atas seperti melihat bintang yang jauh yang akan terbenam. Jadi jarak antara Ahli Janah dengan Ahli Ghuraf sangat jauh. Itulah jarak antara Ahlul Jannah dengan Ahli Ghuraf, yang menunjukkan jarak antara 1 derajat dengan derajat yang lain jauh berbeda.
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ: اقْرَأْ، وَارْتَقِ، وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
“Dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur’an: “Bacalah, dan naiklah, serta bacalah dengan tartil (jangan terburu-buru), sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia, sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” ([48])
Berdasarkan hadits ini, para ulama menyatakan bahwasanya surga itu ada sekitar enam ribu tingkatan berdasarkan jumlah ayat-ayat di dalam Alquran([49]).
Dari keterangan ini pula kita tahu bahwa di surga terdapat begitu banyak tingkatan surga. Oleh karenanya hendaknya seseorang berlomba-lomba untuk meraih surga tertinggi di surga.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([2]) HR. Abu Dawud No. 792 disahihkan oleh Al-Albani
([4]) HR. Ibnu Majah No. 910 dan disahihkan oleh Al-Albani
([5]) HR. Bukhari No. 4522 dan Muslim No. 2690
([6]) Lihat Mu’jam Maqoyiis al-Lughoh, Ibnu Faaris 1/421
([7]) Lihat Haadi al-Arwah, Ibnul Qoyyim hal 94
([8]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 8/64 dan Tafsir As-Sa’di hal 273
([9]) Lihat Hadi al-Arwaah, Ibnul Qoyyim hal 96
([10]) Lihat Hadi al-Arwaah, Ibnul Qoyyim hal 99-100
([11]) Lihat Tafsir At-Thobari 13/521-523
Ada dua pendapat yang lain tentang Thubaa :
Pertama : Thubaa adalah nama sebuah pohon di surga
Kedua : Thubaa maknanya adalah kebaikan, yaitu penghuni surga mendapatkan kebaikan di surga. (Lihat Tafsir At-Thobari 13/521-529 dan Tafsir al-Qurthubi 9/316)
([12]) Lihat Tafsir at-Thobari 13/520 dan Tafsir al-Qurthubi 9/316
([13]) Lihat Hadi al-Arwaah hal 99
([15]) Bahkan Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa ini adalah pendapat para salaf dan pendapat Ahlus Sunnah (Lihat: Majmu’ Al-Fatwa 4/347). Namun Ibnul Qoyyim menukil perselisihan ini juga terjadi di kalangan ahlus sunnah (Lihat Haadi al-Arwaah 1/47-55).
([17]) HR. Abu Dawud No. 4702 dan dikatakan oleh Al-Albani hadits ini hasan
([19]) Lihat Majmu’ al-Fatawa 4/347-348.
([20]) Lihat dalil-dalil tentang samanya surga Adam dengan surga yang akan dimasuki oleh kaum mukminin di Haadi al-Arwaah 1/46-65.
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي فِي الجَنَّةِ، فَإِذَا امْرَأَةٌ تَتَوَضَّأُ إِلَى جَانِبِ قَصْرٍ فَقُلْتُ: لِمَنْ هَذَا القَصْرُ؟ فَقَالُوا: لِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ فَذَكَرْتُ غَيْرَتَهُ فَوَلَّيْتُ مُدْبِرًا، فَبَكَى عُمَرُ وَقَالَ: أَعَلَيْكَ أَغَارُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Ketika aku sedang tidur aku melihat diri sedang di surga. Tiba-tiba ada seorang wanita berwudhu di sisi sebuah istana. Maka aku berkata, “Milik siapakah istana ini?”. Mereka berkata, “Milik Umar bin al-Khottob”. Maka akupun ingat akan sifat pencemburumu maka akupun balik”. Maka Umarpun menangis dan berkata, “Apakah aku cemburu kepadamu wahai Rasulullah?” (HR Al-Bukhari no 3242 dan Muslim no 2395)
([22]) Lihat Haadi al-Arwaah 1/87-90
([23]) Asy-Syahristani berkta :
وَمِنْ بِدَعِهِ أَنَّ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ لَيْسَتَا مَخْلُوْقَتَيْنِ الآنَ، إِذْ لاَ فَائِدَةَ فِي وُجُوْدِهِمَا وَهُمَا جَمِيْعًا خَالِيَتَانِ مِمَّنْ يَنْتَفِعُ وَيَتَضَرَّرُ بِهِمَا. وَبَقِيَتْ هَذِهِ الْمَسْأَلَةُ مِنْهُ اعْتِقَادًا لِلْمُعْتَزِلَةِ
“Dan di antara bid’ah-bid’ahnya Hisyam bin ‘Amr al-Fuuthi bahwasanya surga dan neraka belum diciptakan sekarang, karena tidak ada faedahnya jika keduanya sudah ada sementara keduanya kosong dari yang mengambil manfaat atau yang mendapat mudhorot dengan keduanya. Dan keyakinan ini tetap bercokol sebagai aqidah pada kaum Muktazilah” (Al-Milal wa An-Nihal 1/73)
وَأَنْكَرَهُ أَكْثَرُ الْمُعْتَزِلَةِ وَقَالُوا إِنَّهُمَا يُخْلَقَانِ يَوْمَ الْجَزَاءِ
“Dan keberadaan surga dan neraka sekarang diingkari oleh mayoritas muktazilah, mereka berkata surga dan neraka diciptakan pada hari pembalasan” (al-Mawaqif hal 374-375)
([25]) Lihat Haadii al-Arwaah 1/24
ثُمَّ انْطَلَقَ حَتَّى أَتَى بِي السِّدْرَةَ المُنْتَهَى، فَغَشِيَهَا أَلْوَانٌ لاَ أَدْرِي مَا هِيَ، ثُمَّ أُدْخِلْتُ الجَنَّةَ، فَإِذَا فِيهَا جَنَابِذُ اللُّؤْلُؤِ، وَإِذَا تُرَابُهَا المِسْكُ
“Kemudian Jibril membawaku hingga tiba di Sidratul Muntaha, maka Sidratul Muntaha dipenuhi dengan warna-warna yang aku tidak tahu warna-warna apakah itu. Kemudian aku dimasukan surga, maka tiba-tiba di surga ada kubah-kubah mutiara, dan tanahnya adalah misik”(HR Al-Bukhari no 3342 dan Muslim no 263)
([27]) Lihat: Ad-Daarul Aakhirah karya ‘Umar Abdul Kaafii 17/10
([29]) HR. Al-Bukhari no 748 dan Muslim no 907
([30]) Lihat: HR. Ahmad No. 15776. Syu’aib Al-Arnauth mengatakan sanadnya sahih dengan syarat Bukhari Muslim
([32]) Lihat Syarh al-Áqidah at-Thahawiyah, Ibnu Abil Ízz al-Hanafi 2/587
Adapun Firman Allah ﷻ,
إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلَالٍ عَلَى الْأَرَائِكِ مُتَّكِئُونَ
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.” (QS. Yasin: 55-56)
Maka ayat ini bukan menjelaskan ada orang-orang yang telah masuk surga. Adapun hadits tentang ruh-ruh orang yang beriman dan para mujahidin yang berada di surga maka mereka belum memasukinya secara keseluruhan. Karena mereka akan menikmati kelezatan surga dengan sempurna apabila dengan jasadnya. Sebagaimana di alam barzakh mereka merasakan kenikmatan, di antara bentuk kenikmatan tersebut ruh mereka berjalan di surga akan tetapi ruh tersebut belum di kembalikan kepada jasadnya. Jika ruh dikembalikan kepada jasadnya dan dibangkitkan baru kemudian seseorang bisa merasakan kenikmatan secara sempurna atau seseorang akan merasakan azab secara sempurna.
Adapun ayat di atas maka maksud dari الْيَوْمَ “pada hari itu” adalah setelah hari kebangkitan. Yaitu setelah mereka dibangkitkan oleh Allah ﷻ dengan jasad mereka baru kemudian mereka akan merasakan kenikmatan yang sempurna. Oleh karenanya orang yang berada di alam barzakh berkata,
رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ
“ya Allah tegakkanlah hari kiamat.”
Setelah dia merasakan sebagian kenikmatan maka dia mengatakan, “ya Rabbku tegakkan hari kiamat”, dia ingin segera masuk ke dalam surga agar mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Jadi yang disebut dalam surat Yasin tersebut adalah setelah kebangkitan bukan sekarang. الْيَوْمَ artinya “pada hari itu” bukan hari sekarang.
([33]) HR. Al-Bukhari No. 1379 dan Muslim no 2866
([34]) HR. Ahmad no 18534 dengan sanad yang shahih.
([35]) HR. Ahmad No. 13658 dikatakan oleh Syuaib Al-Arnauth hadits ini sahoh sesuai dengan syarat Muslim.
([36]) Ar-Rodd ála al-Jahmiyyah wa az-Zanaadiqoh, Ahmad bin Hanbal hal 170
فَأَمَّا السَّمَاءُ وَالأَرْضُ فَقَدْ زَالَتَا لِأَنَّ أَهْلَهَا صَارُوا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِلَى النَّارِ وَأَمَّا الْعَرْشُ فَلاَ يَبِيْدُ وَلاَ يَذْهَبُ لِأَنَّهُ سَقْفُ الْجَنَّةِ وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَيْهِ فَلاَ يَهْلَكُ وَلاَ يَبِيْدُ
“Adapun langit dan bumi maka telah sirna (pada hari akhirat) karena penghuninya telah menuju surga dan menuju neraka. Adapun árys maka tidak hancur dan tidak sirna karena ársy adalah atap surga demikian juga Allah berada di atasnya maka tidak hancur dan tidak sirna” (Ar-Rodd ála al-Jahmiyyah wa az-Zanaadiqoh, Ahmad bin Hanbal hal 170)
([38]) Lihat Majmu’ al-Fatawa 18/307 dan Bayaan Talbiis al-Jahmiyah 1/581 dan 2/20. Dan pembahasan tentang apa saja dan siapa saja yang dikecualikan dari kebinasaan telah lalu pembahasannya dalam pembahasan “Hari Kebangkitan”.
([39]) HR at-Tirmidzi no 3464 dan dishahihkan oleh Al-Albani
([40]) Selain itu ada dalil-dalil yang lain juga, diantaranya :
Sabda Nabi :
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Siapa yang membangun masjid ikhlas karena Allah maka Allah bangunkan baginya rumah di surga” (HR Muslim no 533)
Hadits ini menyebutkan tentang syarat dan balasan, ini menunjukan bahwa balasan baru terjadi jika telah terpenuhi syarat. Ini menunjukan Allah bangunkan rumah baginya di surga setelah ia bangun masjid karena Allah.
Nabi juga bersabda :
قَالَ اللهُ تَعَالَى ” يَا مَلَكَ الْمَوْتِ قَبَضْتَ وَلَدَ عَبْدِي. قَبَضْتَ قُرَّةَ عَيْنِهِ وَثَمَرَةَ فُؤَادِهِ “. قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ” فَمَا قَالَ؟ ” قَالَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. قَالَ: ” ابْنُوا لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ
“Allah berkata : Wahai malaikat maut, engkau telah mencabut nyawa anak hambaku, engkau telah mencabut nyawa kebahagiaannya dan buah hatinya”. Malaikat maut berkata, “Ya”. Allah berkata, “Apa yang diucakan hambaku?”. Malaikat maut berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan Innaa lillahi wa inna ilaihi rajiún”. Allah berkata, “Bangunkan baginya rumah di surga dan namakan rumah tersebut dengan “Baitul Hamdi” (Rumah pujian)” (HR Ahmad no 19725 dan Ibnu Hibban no 2937, dan dinilai shahih oleh Al-Albani dala As-Shahihah no 1408)
Nabi juga bersabda :
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا، غَيْرَ فَرِيضَةٍ، إِلَّا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang hamba muslim shalat sunnah (bukan wajib) karena Allah 12 rakaát setiap hari kecuali Allah bangunkan baginya rumah di surga” (HR Muslim no 728)
([41]) Lihat Haadi al-Arwaah 1/153
([42]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal: 831
([44]) Lihat: Fath Al-Bari 6/12
([45]) HR Bukhari no. 2736 dan Muslim no. 2677
Hadits ini tidak lantas menunjukkan bahwa nama Allah hanya berjumlah 99. Jika diperhatikan lebih lanjut tersebut, disitu ada kataاسْمًا berupa isim nakirah lalu setelahnya ada jumlah مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ yang berfungsi sebagai na’at/sifat dari kata اسْمًا, sehingga maksudnya adalah Allah mempunyi 99 nama yang barang siapa menghafal dan memahami 99 tersebut maka dia akan masuk surga. Artinya selain 99 nama tersebut masih ada nama yang lain. Sama halnya dengan perkataan, “Zaid punya 100 dinar yang dia gunakan untuk berinfak”, kalimat ini tidak berkonsekuensi Zaid hanya punya uang sejumlah 100 dinar. Akan tetapi 100 dinar tersebut digunakan oleh Zaid untuk berinfaq, dan bisa jadi Zaid masih punya banyak dinar yang lain tapi tidak ia gunakan untuk berinfaq.
([46]) Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah yang dinukil oleh Ibnul Qoyyim di Haadi al-Arwaah 1/132-133
([47]) HR. Bukhari No. 3256 dan Muslim No. 2831
Ibnul Qoyyim berkata, “Hadits ini mengandung 2 kemungkinan, (1) kedudukannya sesuai pada hafalan (al-Qurán) nya yang terakhir, dan (2) kedudukannya pada ayat terakhir yang ia baca dari hafalannya” (Haadi al-Arwaah 1/135)
([49]) Diantara para ulama tersebut adalah al-Khotthobi (lihat Maálim as-Sunan 1/289-290), Abul Ábbas al-Qurthubi (lihat Al-Mufhim Li Maa Asykala Min Talkhiis Kitaabi Muslim 3/711), Ibnu Batthol (lihat Syarh Shahih al-Bukhari 10/257), al-‘Aini (lihat Syarh Sunan Abi Daud 5/381), As-Suyuthi (lihat Syarh Shahih Muslim 4/475), dan Al-Munawi (lihat Faidhul Qodir 2/458),
Al-Khotthobi berkata :
جَاءَ فِي الأَثَرِ أَنَّ عَدَدَ آيِ الْقُرْآنِ عَلَى قَدْرِ دَرَجِ الْجَنَّةِ، يُقَالُ لِلْقَارِئِ اِرْقَ فِي الدَّرَجِ عَلَى قَدْرِ مَا كُنْتَ تَقْرَأُ مِنْ آيِ الْقُرْآنِ فَمَنِ اسْتَوْفَى قِرَاءَةَ جَمِيْعِ الْقُرْآنِ اسْتَوْلَى عَلَى أَقْصَى دَرَجِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَرَأَ جُزْءًا مِنْهَا كَانَ رُقِيُّهُ فِي الدَّرَجِ عَلَى قَدْرِ ذَلِكَ فَيَكُوْنُ مُنْتَهَى الثَّوَابِ عِنْدَ مُنْتَهَى الْقِرَاءَةِ.
“Telah datang dalam atsar/riwayat bahwasanya jumlah ayat al-Qurán sesuai dengan jumlah derajat surga. Dikatakan kepada Al-Qori’ (pembaca al-Qurán) naiklah di derajat surga sesuai dengan kadar ayat al-QUrán yang engkau baca. Maka siapa yang sempurna membaca seluruh ayat al-Qurán maka ia telah menempati derajat surga yang tertinggi. Dan siapa yang membaca sebagian al-Qurán maka naiknya dia di derajat surga sesuai dengan kadarnya. Maka ujung dari pahala sesuai dengan ujung dari bacaan al-Qurán” (Maálim as-Sunan 1/289-290)
Adapun atsar/riwayat tentang hal ini telah datang dari Aisyah radhiallahu ‘anhaa bahwa Nabi bersabda :
عَدَدُ دَرَجِ الْجَنَّةِ عَدَدُ آيِ الْقُرْآنِ، فَمَنْ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ أَهْلِ الْقُرآنِ فَلَيْسَ فَوْقَهُ دَرَجَةٌ
“Jumlah derajat di surga sama dengan jumlah ayat al-Qurán, barang siapa yang masuk surga dari kalangan ahli al-Qurán maka tidak ada derajat yang lebih tinggi darinya” (HR Ad-Dailami dan Al-Baihaqi dalam Asy-Syuáb, akan tetapi hadits ini dinilai dhoíf olah Al-Albani di Ad-Dhoífah no 3858)
Hadits ini juga diriwayatkan secara mauquf dari perkataan Aisyah radhiallahu ánhaa sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf no 10001, akan tetapi sanadnya juga dinilai lemah oleh Al-Albani di As-Shahihah 5/283