Hari Kebangkitan di Akhirat (AL-BA’TS)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ruh dikembalikan kepada jasad. Akan tetapi jasad yang mana? Ada khilaf di kalangan para ulama dalam masalah ini termasuk di kalangan ulama mutakallimin: Secara umum bisa dibagi menjadi tiga pendapat :
Pertama: Bahwasanya jasad tersebut adalah jasad yang baru dan tidak ada kaitannya dengan jasad sebelumnya di dunia (إِيجَادٌ بَعْدَ عَدَمٍ), hal ini karena jasad seluruhnya telah sirna dan tidak tersisa kecuali عَجْبُ الذَنَبِ (tulang ekor). Jadi sebagaimana Allah ﷻ menciptakan jasad ketika di dunia dengan proses air mani bertemu dengan ovum kemudian terjadilah proses tahapan-tahapan bentuk manusia dari air mani, kemudian berupa segumpal daging, kemudian berupa tulang yang kemudian tulang tersebut dibungkus oleh daging hingga akhirnya bentuknya menjadi manusia, maka begitu juga pada hari kiamat manusia akan diciptakan dengan proses yang berbeda dengan jasad yang berbeda. Yaitu Allah ﷻ menurunkan air hujan (yang seperti air mani) lalu air tersebut mengenai عَجْبُ الذَنَبِ (tulang ekor) lalu tumbuh menjadi manusia. Jasad di akhirat tidak ada hubungan dengan jasad yang ada di dunia, kecuali hanya عَجْبُ الذَنَبِ (tulang ekor)([1])
Kedua: Bahwasanya jasad yang dibangkitkan di akhirat adalah jasad ketika di dunia. Yaitu Allah ﷻ mengembalikan ruh kepada jasad-jasad yang ada di dunia kemudian dibangkitkan kembali (جَمْعُ مُتَفَرِّقٍ). Mereka memiliki dalil yang sederhana, mereka mengatakan bahwasanya jasad yang berbuat di dunia maka jasad itulah yang akan menerima balasan, baik itu nikmat atau azab.
Namun yang berpendapat dengan pendapat yang kedua ini juga bervariasi dalam menjelaskan bagian tubuh yang mana yang dibangkitkan kembali. Ada beberapa pendapat :
Pertama : Tawaqquf (abstein). Artinya tidak berkomentar jasad yang mana yang dibangkitkan. Ini adalah pendapat yang lebih selamat dari terjatuh kepada kesalahan.
Kedua : Yang dikembalikan adalah al-Jawahir al-Mufrodah. Yaitu bahwasanya setelah kematian maka jasad mengalami perubahan dan kehancuran dan tercerai berai, hingga terpisah antara satu jauhar dengan jauhar yang lain, yaitu tidak ada sambungan diantara keduanya([2]).
Pendapat ini dipegang terutama oleh orang-orang yang berpendapat bahwasanya seluruh alam terbuat dari al-jawahir al-mufrodah yaitu atom-atom yang terkecil yang tidak bisa terbagi lagi([3]). Adapun bentuk-bentuk yang terjadi adalah proses pertemuan antara atom yang satu dengan atom yang lainnya dengan susunan tertentu dan jumlah tertentu. Jasad yang selama ini di dunia ini berbuat maka jasad itulah yang akan dibangkitkan kembali dengan cara Allah menyusun kembali al-Jawahir al-Mufrodah tersebut([4]).
Ketiga : Bahwa yang dibangkitkan adalah bagian-bagian asal yang di tubuh (الأَجْزَاءُ الأَصْلِيَّةُ), yaitu sifatnya adalah selalu ada sejak awal umur hingga akhir umurnya meskipun dipotong sebelum mati, berbeda dengan kuku -misalnya- yang tidak demikian([5]).
Keempat : jasad yang dibangkitkan berasal dari sebagian jasad di dunia kemudian Allah ﷻ modifikasi. Dalil tentang ini sangat banyak:
- Allah ﷻ menamakan kebangkitan ini dengan al-i’aadah yaitu pengembalian. Dan konsekuensi dari pengembalian adalah bahwa ada sebagian yang dahulu pernah ada kemudian dikembalikan kembali, bukan Allah menciptakan jasad baru yang berbeda dengan jasad di dunia.
- Jika yang dibangkitkan adalah jasad selain jasad yang ada di dunia maka hal ini tentu tidak aneh bagi kaum musyrikin, karena mereka melihat bagaimana manusia timbuh berkembang sedikit demi sedikit, mereka melihat manusia yang mati dan manusia yang baru dilahirkan. Setiap waktu Allah menciptakan jasad baru selain dari jasad lain yang sudah sirna. Yang menjadikan kaum musyrikin mengingkari hari kebangkitan adalah menurut mereka bagaimana mungkin jasad yang telah sirna dan menjadi pasir tersebut bisa dikembalikan lagi? ([6])
- Dalil-dalil tentang jasad yang di bumi yang kemudian dikembalikan. Seperti
- Firman Allah ﷻ,
وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا ۖ قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”.” (QS. Fushilat 21)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang kafir berkata kepada kulit-kulit mereka. Kulit-kulit mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat di dunia, jika kulit-kulit ini adalah jasad yang baru yang berbeda dengan kulit-kulit di dunia maka pastinya kulit-kulit ini tidak bisa bersaksi. Dikatakan kulit-kulit bersaksi jika kulit-kulit tersebut pernah melihat menyaksikan.
- Contoh lainnya perkataan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”.” (QS. Al-Baqarah: 260)
Maksudnya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam menanyakan bagaimana kebangkitan itu terjadi?, yaitu bagaimanakah “proses menghidupkan yang mati”? karena itulah yang disebut dengan hari kebangkitan atau hari al-ba’ts. Allah menjawab
أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 260)
Jawaban Allah dari pertanyaan Nabi Ibrahim adalah dengan memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengambil 4 ekor burung. Lalu memerintahkannya untuk mencincang burung-burung tersebut dan mencampur daging burung tersebut. Lalu daging tersebut disebar di gunung-gunung yang berjauhan. Kemudian Nabi Ibrahim diperintahkan untuk memanggil burung tersebut maka burung tersebut akan datang dalam keadaan hidup kembali.
Maksudnya ketika Nabi Ibrahim bertanya tentang kebangkitan, maka Allah menjawabnya dengan kebangkitan burung-burung tersebut yang berasal dari daging-daging yang telah dicincang. Ini menunjukkan bahwasanya burung tersebut bangkit dari jasad yang sebelumnya.
- Dalam sebuah hadits juga disebutkan,
كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ المَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ: إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي، ثُمَّ اطْحَنُونِي، ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ، فَوَاللَّهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا، فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ، فَأَمَرَ اللَّهُ الأَرْضَ فَقَالَ: اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ، فَفَعَلَتْ، فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ، فَقَالَ: مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ؟ قَالَ: يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ، فَغَفَرَ لَهُ “
“Jika nanti aku meninggal dunia maka bakarlah jasadku lalu tumbuklah menjadi debu, kemudian hamburkanlah agar tertiup angin. Demi Allah, seandainya Rabbku berkuasa terhadap diriku, niscaya Dia akan menyiksaku dengan siksaan yang tidak akan ditimpakan kepada seorang pun’. Ketika orang itu meninggal dunia, wasiatnya pun dilaksanakan. Kemudian Allah memerintahkan bumi dengan berfirman : ‘Kumpulkanlah bagian darinya yang ada padamu’. Maka bumi melaksanakan perintah Allah. Ketika orang tadi telah berdiri (setelah dikumpulkan), Allah berfirman : ‘Apa yang mendorongmu melakukan itu?’. Orang itu menjawab : ‘Wahai Rabb, karena aku takut kepada-Mu’. Maka Allah ta’ala pun mengampuninya.” ([7])
Ini juga dalil bahwasanya jasad yang dibangkitkan berasal dari jasad sebelumnya.
- Walaupun jasad yang dibangkitkan berasal dari sebagian jasad di dunia namun ada modifikasi dan hasilnya juga berbeda.
Allah ﷻ memberikan isyarat hal ini dalam firman-Nya,
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ
“Dan sungguh, kalian telah tahu penciptaan yang pertama, mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Waqi’ah: 62)
Para ulama mengatakan bahwasanya ayat ini isyarat proses penciptaan yang pertama berbeda dengan penciptaan yang kedua. Proses penciptaan pertama adalah penciptaan manusia di dunia yaitu air mani lelaki yang bertemu dengan ovum kemudian berubah menjadi segumpal daging, kemudian berupa tulang yang kemudian tulang tersebut dibungkus oleh daging hingga akhirnya bentuknya menjadi manusia. Allah berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al-Mukminun 12-14)
Intinya manusia hanya mengetahui proses penciptaan yang pertama adapun proses penciptaan yang kedua mereka tidak mengetahuinya. Karena proses penciptaan yang kedua berbeda dengan proses penciptaan yang pertama. Sebagaimana yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya,
Nabi ﷺ bersabda,
«مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ» قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ شَهْرًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: أَبَيْتُ، «ثُمَّ يُنْزِلُ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ، كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ» قَالَ: «وَلَيْسَ مِنَ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى، إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا، وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Jarak antara dua tiupan (sangkakala) adalah empat puluh.” Ibnu Abbas bertanya, “Empat puluh hari?” beliau menjawab: “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Empat puluh bulan?” beliau menjawab: “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Empat puluh tahun?” Beliau menjawab: “Tidak.” Beliau kemudian bersabda: “Setelah itu, Allah menurunkan air dari langit, maka mereka pun hidup kembali sebagaimana tumbuhnya sayur-sayuran. Tidak ada tersisa seorang pun kecuali ia akan binasa, kecuali satu tulang yakni tulang ekor. Dari tulang itulah, manusia dibangkitkan kembali pada hari kiamat.” (([8]))
Dalam hadits yang lain,
«إِنَّ فِي الْإِنْسَانِ عَظْمًا لَا تَأْكُلُهُ الْأَرْضُ أَبَدًا، فِيهِ يُرَكَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» قَالُوا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «عَجْبُ الذَّنَبِ»
“Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan bumi selamanya. Padanyalah ia disusun (kembali) pada hari kiamat.” Mereka bertanya: Tulang apa itu wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Tulang ekor.” ([9])
«بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ» قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا، قَالَ: أَبَيْتُ، قَالَ: أَرْبَعُونَ سَنَةً، قَالَ: أَبَيْتُ، قَالَ: أَرْبَعُونَ شَهْرًا، قَالَ: «أَبَيْتُ وَيَبْلَى كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الإِنْسَانِ، إِلَّا عَجْبَ ذَنَبِهِ، فِيهِ يُرَكَّبُ الخَلْقُ»
“Antara dua tiupan sangkakala terdapat empat puluh.” Mereka bertanya: Hai Abu Hurairah? Empat puluh harikah? Abu Hurairah berkata: ‘Aku enggan menjawab.’ Mereka bertanya: Empat puluh tahunkah? Abu Hurairah berkata: Aku enggan menjawab. Mereka bertanya: ‘Empat puluh bulankah? ‘ Abu Hurairah berkata: Aku enggan menjawab. Ia berkata: Tidak ada sesuatupu pun melainkan telah hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dari situlah manusia disusun.” ([10])
Dalam hadits-hadits ini Nabi ﷺ menyebutkan tentang proses penciptaan yang kedua dengan kata “disusun” yaitu disusun dari tulang ekor tersebut. Allah ﷻ berfirman,
قَدْ عَلِمْنَا مَا تَنْقُصُ الْأَرْضُ مِنْهُمْ ۖ وَعِنْدَنَا كِتَابٌ حَفِيظٌ
“Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat).” (QS. Qaf: 4)
Ayat ini dijadikan oleh para ulama bahwasanya Allah ﷻ tahu kemana saja bagian tubuh kita jika sudah di dalam bumi. Semua bagian tubuh manusia diambil oleh bumi kecuali tulang ekor, dimana tulang ekor tersebut akan tetap ada hinga hari kiamat. Dari tulang ekor tersebut Allah akan membangkitkan manusia. Prosesnya sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi ﷺ dalam hadits-hadits Allah menurunkan hujan seperti air mani lelaki (bukan mani lelaki akan tetapi seperti air mani lelaki yang air tersebut bentuknya putih dan kental),
فَيُرْسِلُ اللَّهُ مَاءً مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ كَمَنِيِّ الرِّجَالِ، فَتَنْبُتُ لُحْمَانُهُمْ وَجُثْمَانُهُمْ مِنْ ذَلِكَ الْمَاءِ، كَمَا يُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنَ الثَّرَى
“Selanjutnya Allah menurunkan air dari bawah ‘Arsy yang memancar bagaikan air mani kaum lelaki, sehingga tubuh dan daging manusia tumbuh kembali berkat siraman air itu. Sebagaimana bumi menumbuhkan tanah” ([11])
Dalam riwayat lain,
«ثُمَّ يُنْزِلُ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ، كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ»
“Setelah itu, Allah menurunkan air dari langit, maka mereka pun hidup kembali sebagaimana tumbuhnya sayur-sayuran.” ([12])
Jadi dari tulang ekor disusun manusia kembali. Diambil bagian-bagian tubuh yang telah berubah bentuknya baik itu telah dimakan oleh ikan lalu ikan itu dimakan oleh manusia atau yang lainnya. Maka bagi Allah ﷻ sangat mudah untuk mengembalikan semua bagian tubuh itu dan disusun kembali. Akan tetapi tidak seperti proses pertama kali diciptakan. Jadi ada perbedaan antara penciptaan pertama dengan penciptaan kedua([13])
Perbandingan Antara Penciptaan Pertama Dan Penciptaan Kedua/Kebangkitan:
Dari segi proses:
- Penciptaan pertama: air mani bertemu dengan ovum kemudian menjadi nuthfah kemudian menjadi ‘alaqoh kemudian menjadi mudhghoh kemudian menjadi
- Penciptaan kedua: bagian ‘ajbu adz-dzanab/tulang ekor (yang tidak akan pernah berubah) ditambah bagian-bagian tubuh yang telah berubah ditambah lagi dengan air yang seperti air mani lelaki. Air yang seperti air mani tersebut mengenai ‘ajbu adz-dzanab dan bagian-bagian tubuh yang kemudian tersusun menjadi manusia yang baru.
Dari segi hasil:
- Penciptaan pertama:
- Diciptakan untuk sirna
- Penuh kekurangan
- Penciptaan kedua:
- Untuk kekal abadi
- Hasilnya sempurna luar biasa:
Penghuni surga tingginya seperti Nabi Adam ‘Alaihissalam, berwajah tampan bagi lelaki dan berwajah cantik bagi wanita, tidak pernah lelah.
Penghuni neraka yang tubuhnya sangat besar agar bisa merasakan azab, bisa melihat malaikat dan iblis atau jin, tubuhnya sangat kuat atau tahan banting dimana ketika dibakar atau dipotong mereka tidak mati, dan seterusnya.
Jadi kalau kita bandingkan antara penciptaan pertama dengan penciptaan kedua maka dari sisi proses dan hasil keduanya berbeda.
Yang jelas bahwa proses kebangkitan kedua adalah dari ‘ajbu adz-dzanab dan bagian tubuh yang telah berubah. Adapun bagaimana prosesnya maka -Allahu ‘alam- apakah dari seluruh bagian tubuh yang telah berubah atau dari sebagiannya? Itu semua adalah urusan Allah ﷻ. Dengan demikian kita bisa mengompromikan dalil-dalil yang ada.
Para pengingkar hari kebangkitan (ruh dan jasad) مُنْكِرُوْ الْبَعْث
Secara umum para pengingkar hari kebangkitan ruh dan jasad terbagi menjadi dua:
Pertama : Yang mengingkari adanya hari kebangkitan secara total baik jasad maupun ruh. Dan mereka ini ada 5 model :
Pertama: Yang mengingkari الْمَبْدَأُ (penciptaan awal) dan الْمَعَادُ (hari kebangkitan)([14]) yaitu kaum Ateis yang diikuti oleh mayoritas Falasifah Ad-Dahriyah dan Ath-Thobai’iyah.
Mereka mengatakan bahwasanya alam semesta terjadi dengan sendirinya tanpa ada Tuhan yang menciptakan dan mengaturnya. Jika Tuhan bukan yang menciptakan maka tidak ada hari kebangkitan.
Kedua: pendapat kaum ateis yang dikenal dengan Ad-Dauriyah (siklus atau perputaran kembali). ([15])
Mereka mengatakan bahwasanya alam semesta mengalami siklus yang berulang-ulang setiap 36 ribu tahun selama-lamanya. Jadi menurut mereka alam semesta ini akan berjalan selama 36 ribu kemudian alam semesta ini hancur lalu dimulai dari awal lagi, lalu jika sudah berusia 36 ribu tahun maka akan hancur kembali dan dimulai lagi dari awal. Begitu seterusnya alam semesta ini berjalan, sehingga menurut mereka tidak ada hari kebangkitan. Mereka juga berdalil dengan firman Allah ﷻ,
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ ۚ وَمَا لَهُمْ بِذَٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al-Jatsiyah: 24)
Ada 2 tafsiran dalam hal ini:
- Maksud dari “kita mati dan kita hidup” adalah bahwa kami akan mati lalu anak-anak kami akan hidup, lalu anak-anak kami mati lalu cucu-cucu kami hidup dan seterusnya([16]). Seperti kebiasaan yang biasa yang sesuai dengan berjalannya alam semesta.
- Maksud dari “kita mati dan kita hidup” adalah siklus kehidupan. Yaitu kami mati lalu kami hidup kembali setelah 36 ribu tahun kemudian
Ketiga: yang berkeyakinan tentang reinkarnasi ruh (التَّنَاسُخُ) ([17]).
Mereka meyakini ruh ketika keluar dari jasad akan pindah ke jasad yang lain sebagai bentuk balasan. Ini diyakini oleh sebagian agama yang mereka tidak meyakini akan hari kebangkitan. Akan tetapi mereka meyakini bahwa seseorang jika meninggal maka ruhnya akan pergi ke jasad yang lain entah itu ke jasad yang lebih baik atau yang lebih buruk. Jika sebelumnya ruh tersebut berada pada jasad yang baik, beramal saleh, dan berbuat kebajikan maka ruh tersebut akan pindah kepada jasad yang lebih baik. Misalnya di awal ruh tersebut berada pada jasad seorang pembantu. Namun karena dia berbuat baik maka pada kehidupan berikutnya ruh tersebut akan berada pada jasad seorang majikan. Kemudian jika dia baik maka ruh tersebut pada kehidupan berikutnya akan berpindah pada jasad seorang menteri dan seterusnya. Akan tetapi jika ruh tersebut pada jasad pertamanya misalnya berupa seorang majikan yang berbuat buruk, maka ketika dibangkitkan akan berpindah ke jasad pembantu atau ke jasad hewan yang rendah. Keyakinan ini merupakan salah satu pemikiran untuk menjelaskan metode pembalasan.
Bantahan:
Menurut mereka setiap orang pasti akan mengalami reinkarnasi, namun tidak seorang pun dari mereka yang ingat akan kehidupan sebelumnya dalam jasad yang sebelumnya. Jika mereka tidak ingat maka tidak ada arti pembalasan tersebut. Pembalasan tersebut memiliki arti jika mereka ingat kehidupan mereka sebelumnya bahwa ia dahulunya adalah orang yang jahat sehingga menjadi hewan atau ia dahulunya adalah orang baik sehingga sekarang menjadi seorang raja. Namun faktanya mereka tidak tahu dahulunya sebagai apa, maka ini adalah omong kosong yang tidak ada faedahnya.
Keempat: yang mengakui الْمَبْدَأُ (penciptaan awal) dan mengingkari الْمَعَادُ (hari kebangkitan). Yaitu orang-orang musyrikin Arab([18]) yang mengakui Allah ﷻ maha pencipta akan tetapi mengingkari hari kebangkitan. Allah ﷻ berfirman,
إِنْ هِيَ إِلَّا مَوْتَتُنَا الْأُولَىٰ وَمَا نَحْنُ بِمُنْشَرِينَ
“tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan.” (QS. Ad-Dukhon: 35)
Dari hadits qudsi juga Allah ﷻ befirman,
كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي، كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا الأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفْئًا أَحَدٌ “
“’Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal ia tidak pantas untuk mendustakan-Ku. Dan ia juga telah mencaci-Ku padahal ia tidak pantas untuk mencaci-Ku. Ada pun kedustaanya padaku adalah ungkapannya, ‘Dia tidak akan membangkitkan aku kembali sebagaimana ia telah menciptakanku pertama kali.’ Padahal penciptaan yang pertama tidak lebih mudah daripada hanya sekedar mengembalikannya. Adapun caci makinya pada-Ku adalah ungkapannya, ‘Allah telah mengambil anak.’ Sementara Aku adalah Yang Maha Esa, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang serupa Dengan-Ku.'” ([19])
Kedua: yang mengakui الْمَعَادُ (hari kebangkitan) namun tidak sesuai dengan syariat([20]):
Ada dua kelompok yang berkeyakinan seperti ini:
Pertama : Yang dibangkitkan hanya jasad tanpa ruh. Menurut mereka yang menjadi patokan bagi manusia adalah jasadnya. Bahkan sebagian dari mereka yang berpedapat dengan pendapat ini meyakini bahwa jasad tidak memiliki ruh, dan asalnya ruh itu tidak ada. Adapun hidupnya jasad karena ada sesuatu kondisi yang Allah ciptakan pada jasad, bukan karena dimasukan ruh ke dalam jasad([21]).
Kedua : Yang dibangkitkan hanya ruh saja tanpa jasad. Ini adalah pendapat Ibnu Sina([22]) dan al-Faarobi([23]). Adapun al-Kindi maka beliau mengakui adanya kebangkitan jasad.
Ibnu Sina berdalil dengan dua pendalilan:
Pertama : Dalil logika
Menurutnya jasad tidak mungkin dibangkitkan lagi karena:
- Jasad telah berubah menjadi unsur lain maka bagaimana mungkin bisa dibangkitkan.
- Jasad selalu mengalami perubahan. Yang asalnya berbentuk kecil lalu mengalami perubahan bentuk semakin besar dan gagah kemudian ketika melewati usia 40 tahun mulai melemah, sakit-sakitan, kurus, lalu meninggal. Lantas jasad di fase manakah yang akan dibangkitkan?
- Satu materi bisa jadi sebagai sumber dari beberapa jasad. Contoh: seseorang yang dimakan ikan hiu lalu ikan hiu tersebut dimakan manusia. Sehingga manusia ini menjadi sumber bagi 2 orang, yaitu sumber bagi manusia yang dimakan dan manusia yang memakan. Contoh berikutnya: ketika manusia meninggal lalu dikubur, ketika dikubur tubuhnya menjadi unsur bagi tumbuhan lalu tumbuhan tersebut dimakan oleh manusia. Sehingga satu bagian manusia bisa menjadi bagian untuk banyak jasad. Nah, jika dibangkitkan segumpal daging yang ternyata segumpal daging tersebut adalah anggota dari beberapa manusia. Jika daging tersebut dipakai untuk jasad si A maka akan kurang untuk si B, jika dipakai untuk jasad si B maka akan kurang untuk si C, dan seterusnya. Inilah logika Ibnu Sina.
- Ibnu Sina berkata jika digunakan untuk jasad baru maka tidak logis karena jasad yang mendapat balasan harus jasad yang lama yang melakukan bukan jasad yang baru. ini adalah dalil-dalil Ibnu Sina yang menjelaskan dengan logikanya bahwasanya jasad tidak mungkin untuk dibangkitkan.
Kita katakan kepadanya bahwa dalil sangat banyak yang menyebutkan bagaimana jasad dibangkitkan yang mana hal itu diingkari oleh orang-orang musyrikin. Mereka mengingkari bagaimana mungkin jasad bisa dibangkitkan.
Kedua : Dalil takwil
Ibnu Sina mengatakan benar dalam Al-Quran menjelaskan bahwasanya secara zahir jasad dibangkitkan akan tetapi kita harus menakwilnya. Ibnu Sina dalam bab takwil dia sangat komitmen berbeda dengan Asyairoh, dimana Ibnu menggunakan bab takwil dalam urusan asma wa sifat dan hari kebangkitan. Dia mengatakan ayat-ayat yang menjelaskan tentang Allah ﷻ memiliki wajah, memiliki tangan, Allah ﷻ di atas, dan lainnya semuanya adalah ayat kesyirikan dan merupakan ayat tasybih dan dia tidak beriman dengan ini. Dia meyakini Allah ﷻ tidak di atas, tidak di bawah, bukan di dalam alam, di luar alam, dan lainnya yang sama persis dengan akidah Asyairoh. Jika ayat-ayat yang berkaitan dengan Allah ﷻ bisa ditakwil seluruhnya maka demikian juga ayat-ayat yang berkaitan dengan kebangkitan jasad harus ditakwil. Mengapa harus ditakwil? Menurutnya karena hal ini merupakan metode Allah ﷻ untuk menakuti orang-orang awam. Oleh karenanya Allah ﷻ mengatakan jasad akan dibangkitkan yang sebenarnya jasad tidak akan dibangkitkan. Sebagaimana sifat-sifat Allah ditakwilkan maka begitu juga tentang hari kebangkitan
Inilah 2 dalil yang digunakan oleh Ibnu Sina yang beliau jelaskan dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Adhawiyah. Imam Ghozali dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah([24]) mengkafirkan Ibnu Sina karena 3 sebab:
- Ibnu Sina mengatakan bahwa alam qodim yang keberadaannya ada bersama Allah ﷻ.
- Ibnu Sina mengatakan bahwasanya Allah ﷻ hanya mengetahui hal yang global saja dan tidak mengetahui hal-hal yang terperinci.
- Ibnu Sina mengatakan bahwa yang dibangkitkan hanya ruh bukan jasad. Kalau menurut logikanya hal ini tidak masuk akal.
Kemudian datanglah Ibnu Rusyd Al-Hafid penulis Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid yang ia membela Ibnu Sina agar tidak dikafirkan. Ini dia tuliskan dalam kitabnya Tahafut At-Tahafut. Dalam kitab ini dia membantah Al-Ghozali, di akhir kitab ini dia memberikan isyarat bahwasanya Ibnu Sina tidak harus dikafirkan. Dia setuju bahwasanya Ibnu Sina salah dalam pemikirannya bahwa yang dibangkitkan hanya ruh saja bukan jasad. Akan tetapi dia mengatakan bahwa Ibnu Sina tidak harus dikafirkan karena beberapa hal:
- Karena takfirnya bukanlah ijmak. Menurutnya permasalahan ini masih ranah khilaf.
- Yang berbicara tentang kebangkitan jasad baru ada sejak zaman nabi-nabi Bani Israil. Ini adalah kesalahan Ibnu Rusyd, dalam pernyataannya ini dia ingin memberikan keringanan bahwasanya tentang kebangkitan semua nabi berbicara. Akan tetapi tentang dibangkitkannya jasad baru ada sejak zaman Bani Israil sehingga dengan ini dia membela Ibnu Sina.
Yang benar bahwasanya ini adalah kekufuran, karena apa yang diingkari oleh Ibnu Sina berupa kebangkitan jasad maka ini juga yang diingkari oleh orang-orang musyrikin Arab. Mereka berkata,
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ، قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”. Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin: 78-79)
Dalam ayat ini orang-orang musyrikin Arab mengingkari kebangkitan jasad. Karena logika mereka mengatakan tidak masuk akal jika tulang belulang yang telah hancur bisa kembali lagi. Ini semua persis dengan pengingkaran Ibnu Sina, walaupun logikanya berbeda akan tetapi tujuannya sama yaitu sama-sama mengatakan tidak mungkin untuk jasad untuk dikembalikan. Kesalahan Ibnu Sina adalah dia mendukung pernyataan orang-orang musyrikin Arab sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Isra,
وَقَالُوا أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا، أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَى هُوَ قُلْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا
“Dan mereka berkata: “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?” Katakanlah: “Jadilah kamu sekalian batu atau besi. Atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu”. Maka mereka akan bertanya: “Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama”. Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: “Kapan itu (akan terjadi)?” Katakanlah: “Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat”.” (QS. Al-Isra: 49-51)
Dalam ayat ini orang-orang musyrikin Arab mengingkari kebangkitan jasad, mereka mengatakan “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”. Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk mengatakan kepada mereka “seandainya kalian tercipta dari batu atau besi (bukan dari daging) maka Allah mampu untuk memusnahkan kalian dan mampu untuk membangkitkan kalian kembali”. Karena yang menciptakan kalian pertama kali sangat mampu untuk membangkitkan kalian. Intinya kesalahan Ibnu Sina sama dengan kesalahan orang-orang musyrikin. Walaupun logika mereka berbeda akan tetapi hasilnya sama yaitu sama-sama mengatakan mustahilnya kebangkitan jasad. Ibnu Rusyd mencoba membantah Ghozali dengan mengatakan bahwasanya Ibnu Sina masih mengimani kebangkitan akan tetapi dia hanya mengimani kebangkitan ruh saja berbeda dengan orang-orang musyrikin yang mengingkari kebangkitan jasad dan ruh. Namun Ghozali melihat betapa banyak dalil yang menunjukkan jasad akan dibangkitkan. Ibnu Sina juga tahu akan hal tersebut karena dia adalah seorang alim. Akan tetapi dia sengaja menakwil ayat-ayat Allah dengan mengatakan bahwasanya Allah sedang berbicara dengan orang-orang awam. Contohnya ketika Allah ﷻ mengatakan tentang Tuhan, jika Allah mengatakan Tuhan tidak bisa ditunjuk, tidak berada di atas, juga tidak di bawah maka banyak orang yang tidak beriman oleh karenanya membuat semacam penipuan agar orang bisa memahami dengan mengatakan bahwa Allah di atas, begini, dan begitu. Demikian juga dalam masalah kebangkitan, jika Allah mengatakan dengan hakikatnya yaitu yang dibangkitkan hanya ruh maka orang-orang tidak akan takut. Hal ini dikarenakan yang dihadapi adalah orang-orang Arab yang keras yang tinggal di Badui. Maka Allah membuat kesan seakan-akan yang dibangkitkan adalah jasad. Jadi intinya Ibnu Sina mengatakan bahwasanya Allah ﷻ seakan-akan sedang berbohong demi kebenaran atau kebaikan agar mereka bisa takut kepada Allah ﷻ. Ini juga dijadikan dalil oleh orang-orang liberal dalam buku fikih lintas agama yang diberikan muqoddimah (pendahuluan) oleh Cak Nun Nur Khalis Majid dengan perkataan Ibnu Sina bahwasanya Ibnu Sina mengatakan demikian dan demikian. Seperti yang tadi dijelaskan dalam rangka agar orang-orang awam paham maka perlu ada sedikit penipuan agar mereka takut kepada Allah ﷻ yang sebenarnya itu tidak ada. Namun jika disebutkan secara hakikat maka ini tidak menyebabkan mereka takut kepada Allah ﷻ. Sebagian orang yang tidak paham dengan Ibnu Sina mereka membantah Ghozali. Mereka mengatakan bahwasanya Ibnu Sina dalam sebagian kitabnya mengakui akan adanya kebangkitan jasad yaitu dalam kitab An-Najad, Asy-Syifa, dan Isyarotut Tanbihat. Akan tetapi hal itu dibantah kembali oleh para ulama, bahwasanya Ibnu Sina memiliki 2 metode. Ketika dia menulis kepada orang-orang awam maka dia menulis seakan-akan menetapkan kebangkitan jasad. Akan tetapi ketika menulis dalam Ar-Risalah Al-Adhawyah dia menjelaskan bahwa dirinya memang membedakan metode penjelasan di hadapan orang-orang awam dengan orang-orang yang paham dimana dia akan menyebutkan secara hakikat jika menjelaskannya di hadapan orang-orang yang paham. Pada kitab Ar-Risalah Al-Adhawiyah halaman 126 dengan tegas dia mengatakan bahwa jasad tidak bisa dibangkitkan. Ini adalah kekufuran dan pendapat Al-Ghozali sangat kuat karena perkataan Ibnu Sina sama seperti perkataan orang musyrikin Arab yang mengingkari dibangkitkannya jasad. Terlebih lagi Ibnu Sina bukan hanya terjatuh dalam 1 kesalahan akan tetapi dia terjatuh dalam 3 kesalahan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Juga Allah ﷻ berfirman,
وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ
dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (QS. Al-Hajj: 7)
Dan firman-Nya,
وَإِذَا الْقُبُورُ بُعْثِرَتْ
“dan apabila kuburan-kuburan dibongkar,” (QS. Al-Infitar: 4)
Sisi pendalilannya adalah jika yang dibangkitkan hanya ruh maka tidak perlu kuburan dibongkar. Karena ketika berbicara tentang kuburan maka menunjukkan bahwasanya jasad yang dibangkitkan. Kalau ruh saja yang dibangkitkan maka tidak perlu Allah berfirman pada ayat di atas.
Semua syubhat mereka ini dapat kita bantah, bahwasanya Allah ﷻ maha mampu membangkitkan manusia kembali dari sumber yang tidak akan berubah yaitu ‘ajbu adz-dzanab. Adapun untuk unsur yang lain maka sangat mudah bagi Allah, Allah bisa saja membangkitkan sebagian atau Allah menambahkan unsurnya. Semua ini mudah bagi Allah ﷻ yang jelas nanti manusia dibangkitkan dengan sebagian jasad yang pernah ada di dunia. Semua itu mudah bagi Allah ﷻ untuk melakukannya.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Ini adalah pendapat Muktazilah sebagaimana yang dinukil oleh Thahir Ibnu ‘Asyur )Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir 2/54), dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh As-Safaarini (lihat : Lawaami’ al-Anwaar al-Bahiyyah, 2/160). Pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Ibrahim Al-Laqoni dalam Jauharot at-Tauhid. Ia berkata :
وَقُلْ يُعَادُ الْجِسْمُ بِالتَّحْقِيْـقِ ….عَنَ عَدَمٍ وَقِيْلَ عَنْ تَفْرِيْقٍ
“Dan katakanlah bahwa jasad dikembalikan -berdasarkan penelitian- adalah عَنَ عَدَمٍ setelah ketiadaan (sirna), dan dikatakan (pendapat lain-pen) dikembalikan jasad setelah terpisah”
([2]) Ini adalah salah satu pendapat Asyaíroh sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibrahim Al-Laqoni dalam Jauharot at-Tauhid. Ia berkata :
وَقُلْ يُعَادُ الْجِسْمُ بِالتَّحْقِيْقِ ….عَنَ عَدَمٍ وَقِيْلَ عَنْ تَفْرِيْقٍ
“Dan katakanlah bahwa jasad dikembalikan -berdasarkan penelitian- adalah setelah ketiadaan (sirna), dan dikatakan (pendapat lain-pen) dikembalikan jasad setelah terpisah”
Maksud dari عَنْ تَفْرِيْقٍ “terpisah” adalah yaitu Allah memisahkan bagian-bagian dari jasad sehingga tidak ada dua jauhar yang saling bersambung (Lihat Tuhfatul Murid, Syarh Jauharot at-Tauhid, Al-Bayjuri hal 188)
([3]) Ahlus sunnah meyakini bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur yang berbeda dari unsur untuk menciptakan hewan, pohon, batu, dan air. Atau satu makhluk tercipta dari berbagai unsur.
Berbeda dengan mayoritas al-Jahmiyah, al-Mu’tazilah, dan al-Asyaíroh. Menurut mereka yang pertama Allah ciptakan adalah al-Jauhar al-Mufrod, dari al-Jauhar al-Mufrod itulah Allah menyusun dan memisahkan sehingga menjadi langit, menjadi bumi, menjadi api, menjadi air, dll. Semuanya berasal dari unsur terkecil yang sama yang disebut dengan al-Jauhar al-Mufrod. Jadi Allah tidak pernah menciptakan benda-benda dan makhluk-mahkluk yang berdiri sendiri, akan tetapi Allah menciptakan sifat-sifat yang tegak pada al-jawahir al-mufrodah tersebut. Jadi anak yang lahir dari rahim, buah yang timbul dari pohon, api yang muncul dari batu bara, semuanya asalnya adalah unsur yang sama (yaitu kumpulan al-Jauhar al-Mufrod) hanya saja Allah rubah sifat-sifatnya dengan 4 cara (الاِجْتِمَاعُ dikumpulkan, الاِفْتِرَاقُ dipisahkan, الحَرَكَةُ gerakan, dan السُّكُوْنُ diam) sehingga berubah pula bentuknya. (Lihat kembali pembahasan Tauhid Ar-Rububiyah pada sub pembahasan “Hal-hal yang mengotori Tuuhid ar-Rububiyah pada poin ke sembilan)
([4]) Menurut mereka pendapat yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari al-Jawahir al-Mufrodah inilah yang bisa menjelaskan bagaimana proses kebangkitan dengan ilmiyah. Dengan teori ini mereka bisa membantah orang-orang ahli filsafat (seperti Ibnu Sina) yang menyatakan bahwa yang dibangkitkan hanyalah ruh, karena jasad mengalami perubahan, dari kecil menjadi besar, atau menjadi rusak, atau jasad tersebut berada pada beberapa makhluk dalam waktu yang bersamaan. Seperti manusia yang dimakan oleh 3 hewan, dan sebagiannya terbuang di lautan atau tertiup angin atau menjadi sumber asupan makanan bagi tumbuhan. Maka diantara cara membantah Ibnu Sina adalah dengan teori al-Jauhar al-Mufrod, yaitu bagian terkecil dari makhluk yang tidak akan sirna, dan bagian itulah yang akan dikumpulkan kembali oleh Allah dan akan dibangkitkan sebagai jasad.
Seluruh manusia tersusun dari unsur yang sama yaitu al-Jauhar al-Mufrod yang terangkai, hanya saja manusia bisa berbeda-beda karena nisbah (jumlah) nya masing-masing orang berbeda-beda. Persis seperti tangan manusia sama hanya saja sidik jarinya berbeda-beda. Akan tetapi Allah maha tahu akan perbedaan nisbah masing-masing manusia. Maka ketika tiba hari kiamat Allah mengembalikan lagi al-Jawahir al-Mufrodah lalu Allah susun kembali berdasarkan nisbahnya masing-masing. (Lihat ‘Aunul Murid Li Syarh Jauharat at-Tauhid hal 2/1037-138). Dengan teori ini maka Asyairoh merasa telah membantah syubhat falasifah yang mengingkari kebangkitan jasad.
([5]) Lihat Tuhfatul Murid Syarh Jauharot at-Tauhid, hal 187. Bagian-bagian asli inilah yang membedakan satu manusia dengan yang lainnya. Namun apakah yang dimaksud adalah al-Jauhar al-Mufrod itu sendiri -menurut Asya’iroh-? (sehingga sama dengan pendapat kedua Asya’iroh), ataukah pendapat ketiga dari dua pendapat sebelumnya?
([6]) Lihat penjelasan Ibnul Qoyyim di al-Fawaid hal 6-7.
([7]) HR. Bukhori No. 3481 dan Muslim No. 2756
([11]) HR. Hakim dalam kitab Mustadrok No. 8519. Beliau mengatkan hadits ini sahih
([13]) Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah di Majmu’ al-Fatawa 17/253-261
([14]) Lihat Ma’arij Al-Qobuul Bisyarhi Sullam Al-Wusuul
([15]) Lihat Ma’arij Al-Qobuul Bisyarhi Sullam Al-Wusuul
([16]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 16/170
([17]) Akidah Rainkarnasi dibangun dengan pemikiran bahwa ruh itu kekal abadi, sementara jasad itu fana. Ketika jasad itu fana maka ruh membutuhkan jasad yang lain untuk ditempati. Dan mereka yang meyakini rainkarnasi berselisih, apakah ruh hanya bisa menempati jasad manusia ataukah bisa menempati jasad selain manusia?, seperti jasad hewan atau tumbuhan?
Ar-Risalah Al-Adhawiyah halaman 126
([18]) Lihat Ma’arij Al-Qobuul Bisyarhi Sullam Al-Wusuul
([20]) Lihat Ma’arij Al-Qobuul Bisyarhi Sullam Al-Wusuul
([21]) Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Sina (wafat 472 H) dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Adhawiyah halaman 97
([22]) Sebagaimana Ibnu Sina tegaskan dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Adhawiyah halaman 126
([23]) Ibnu Taimiyyah berkata, “Mereka falasifah ada 3 pendapat tentang kebangkitan ruh. Dan ketikga pendapat ini disebutkan dari al-Farobi, terkadang ia berpendapat dengan pendapat pertama, terkadang dengan pendapat kedua, dan terkadang dengan pendapat ketiga.
(Pertama) diantara mereka ada yang mengakui kebangkitan ruh secara mutlak.
(Kedua) Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan hanya ruh yang berilmu bukan ruh yang jahil, karena ruh yang berilmu tetap kekal dengan ilmunya, karena ruh itu menetap dengan ilmunya. Adapun ruh yang jahil yang tidak memiliki ilmu yang menetap maka ruh tersebut akan rusak….
(Ketiga) Diantara mereka ada yang mengingkari kebangkitan ruh, dan pendapat beberapa kelompok dari mereka, dan diantara mereka ada yang berkeyakinan rankarnasi” (Ar-Rodd ála Al-Manthiqiyin hal 458)
Adapun pendapat al-Farabi yang mengakui kebangkitan ruh secara mutlak maka al-Farobi sebutkan dalam kitabnya آراءُ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ الْفَاضِلَةِ, yaitu beliau berpendapat bahwa ruh yang baik ketika meninggalkan jasad maka mendapatkan kebahagiaan yang puncak, adapaun ruh yang buruk maka akan berada dalam penderitaan yang abadi.
Adapun pendapat al-Farobi yang sesuai dengan pendapat kedua maka beliau sebutkan dalam kitabnya السِّيَاسَةُ الْمَدَنِيَّةُ, yaitu menurut al-Farobi bahwasanya jiwa yang buruk tidak sempurna, sehingga ketika meninggalkan jasad maka iapun sirna.
([24]) Lihat Tahafutul Falasifah, cetakan Darul Ma’rifah Mesir, 1/307-308.