Al-Kiamat al-Kubro
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Dinamakan dengan Al-Qiyamat al-Kubro untuk membedakan dengan Al-Qiyamatul Sughro. Al-Qiyamat al-Kubro artinya hari kiamat besar adapun Al-Qiyamat as-Sughro artinya hari kiamat kecil (maksudnya adalah kematian). Kita semua akan melewati Al-Qiyamat as-Sughro sebelum melewati Al-Qiyamat al-Kubro. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf,
مَنْ مَاتَ فَقَدْ قَامَت قِيَامَته
“Barang siapa yang telah meninggal maka telah tegak kiamatnya.”([1])
Kapan tegak hari kiamat?
Pertama: Allah ﷻ menyifatinya dengan dekat.
Kapan terjadinya hari kiamat adalah suatu rahasia yang tidak ada yang tahu kecuali Allah ﷻ. Hanya saja Allah ﷻ menyifatinya dengan dekat, Allah ﷻ berfirman,
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا
“Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.” (QS. Al-Ahzab: 63)
Dekat ini adalah perkara yang nisbi (relatif). Apakah maksudnya ditinjau dari umur dunia yang semakin sedikit?, karena kita tidak tahu sudah berapa lamakah umur dunia?, apakah puluhan ribu tahun, atukah jutaan tahun?. Bahkan sebagian peneliti menyatakan bahwa ada batu di bumi yang diperkirakan umurnya sudah 4 milyard tahun([2]). Jika perkaranya demikian, maka seandainya hari kiamat masih sejuta tahun pun maka tentu itu sudah dekat jika dibanding umur bumi yang sudah sekitar 4 milyard tahun.
Ataukah yang dimaksud dengan “dekatnya hari kiamat” adalah “hari kiamat akan datang dan terjadi”, sebagaimana perkataan orang Arab,
كلُّ آتٍ قريبٌ
“Setiap yang akan datang adalah dekat.” ([3])
Dan semua yang tidak akan datang dan tidak akan terjadi adalah sesuatu yang jauh. Oleh karenanya dalam Al-Quran Allah ﷻ berfirman,
إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيدًا وَنَرَاهُ قَرِيبًا
“Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (mungkin terjadi).” (QS. Al-Ma’arij: 6-7)
Mereka memandang hari kiamat jauh karena menurut mereka mustahil akan terjadi hari kiamat. Adapun kami orang-orang yang beriman memandang hari kiamat adalah sesuatu yang dekat yaitu akan terjadi.
Kedua: Terjadi pada hari Jumat
Datang dalam hadits bahwa hari kiamat terjadi ada hari Jumat([4]). Hanya saja tidak ada yang tahu pada hari Jumat yang mana hari kiamat akan terjadi. Sangat jelas disebutkan dalam sebuah ayat tentang tidak ada yang tahu kapan terjadi hari kiamat, Allah ﷻ berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا إِلَىٰ رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا
“(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).” (QS. An-Naziat: 42-44)
Juga firman Allah ﷻ,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.” (QS. Al-A’raf: 187)
Demikian juga dalam hadits yang masyhur ketika Jibril datang kepada Nabi ﷺ bertanya,
مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: مَا المَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ
“kapan terjadi Kiamat? Nabi menjawab: ”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”([5])
Jadi tidak ada yang tahu kapan terjadi hari kiamat. Oleh karenanya Allah ﷻ menjelaskan tentang kedatangan hari kiamat,
لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً
“Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba” (QS Al-A’rof : 187)
Datangnya hari kiamat secara tiba-tiba menunjukkan tidak siapnya orang-orang ketika itu. Oleh karenanya jika ada orang berpendapat bahwa hari kiamat akan terjadi dalam waktu beberapa tahun lagi maka ini semua adalah kesalahan. Meskipun ada sebagian ulama yang mengatakannya, akan tetapi ini adalah sebuah kesalahan yang tidak boleh diikuti karena tidak ada orang yang tahu kapan hari kiamat.
Ketiga: Nabi ﷺ menjelaskan tanda-tandanya
Tidaklah terjadi hari kiamat kecuali setelah datang tanda-tanda besar. Di antara tanda-tanda tersebut adalah keluarnya Dajal. Kemudian selama 40 hari di atas muka bumi satu hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari seperti seminggu, dan satu harinya seperti hari-hari biasa. Seluruh tempat akan didatangi oleh Dajal kecuali Makkah dan Madinah. Dajal memfitnah banyak orang dan banyak orang yang mengikutinya serta menganggapnya sebagai Tuhan karena kesaktian yang dimiliki oleh Dajal. Allah memberikan kesaktian kepada Dajal sebagai fitnah untuk menguji hamba-hamba-Nya. Kemudian turunlah Nabi Isa ‘n di menara putih di Damaskus lalu mengejar Dajal dan membunuhnya. Setelah Dajal terbunuh Nabi Isa n hidup selama 7 tahun dan selama itu penuh dengan ketenteraman dan harta pun berlimpah ruah. Kebencian dan permusuhan semua dicabut bahkan hewan-hewan yang buas menjadi jinak sebagaimana yang datang dalam hadits-hadits. Setelah Nabi Isa n meninggal dunia mulailah bumi kembali rusak kembali, lalu ada angin yang mencabut nyawa-nyawa orang yang beriman hingga tidak tersisa kecuali orang-orang yang buruk dan tidak ada yang mengucapkan laa ilaaha illallaah. Hingga ada orang dari Habasyah yang mencungkil Ka’bah dan tidak ada satu pun orang yang menghalanginya. Ketika terjadi maka tegaklah hari kiamat dan yang mengalami hari kiamat hanyalah orang-orang yang paling buruk yang hidup saat itu. Inilah kira-kira yang berkaitan dengan hari kiamat akan tetapi tidak ada yang tahu kapan tiba hari kiamat.
Nama-nama hari kiamat
Hari kiamat memiliki nama yang sangat banyak dan setiap nama memiliki makna. Penting bagi kita untuk mengenal nama-nama ini karena setiap nama mengandung sifat. Orang-orang Arab memberi nama sesuatu dengan banyak nama untuk menunjukkan agungnya sesuatu tersebut. Contohnya: Pedang. Al-Qurtubi menyebutkan bagaimana orang-orang Arab menamakan pedang dengan sekitar 500 nama([6]). Hal ini dikarenakan pedang adalah sesuatu yang sangat perlu bagi mereka. Begitu juga singa yang memiliki nama yang sangat banyak.
Di antara nama-nama hari kiamat:
- يَوْمُ القِيَامَة Yaumul Qiyamah: dinamakan demikian karena tegak segala perkara yang dahsyat di antaranya seluruh manusia berdiri untuk menanti kedatangan Allah ﷻ. القِيَامَة berasal dari kata القِيَام kemudian ditambahkan ta marbuthoh untuk mubalaghoh, yaitu mereka benar-benar berdiri dan tidak duduk dan tidak tidur menanti kedatangan Allah ﷻ.
- اليَوْمُ الآخِر al-Yaumul Akhir: dinamakan demikian karena tidak ada hari lagi setelahnya. Pada hari-hari sekarang kita mendapati sekarang di waktu malam maka akan ada siang di esok harinya dan siang tersebut akan berakhir dengan datangnya waktu malam. Adapun pada hari kiamat tidak ada lagi yang namanya hari, hari kiamat ada hari terakhir yang tidak ada penghujungnya.
- الدَّارُ الآخِرَة Ad-Darul Akhiroh: dinamakan demikian karena ia adalah tempat tinggal yang terakhir yang sesungguhnya. Karena kita tinggal di dunia ini hanya sekedar singgah sebentar.
- السَّاعة As-Saa’ah: dinamakan demikian karena hari kiamat datang secara tiba-tiba.
- يَوْمُ البَعْث Yaumul Ba’ts: dinamakan demikian karena hari kiamat adalah hari kebangkitan, dimana jasad dibangkitkan kembali.
- يَوْمُ الخُرُوْج Yaumul Khuruj: dinamakan demikian karena pada hari kiamat para manusia keluar dari kuburan
- القَارِعَة Al-Qori’ah: dinamakan demikian karena dahsyatnya hari tersebut sehingga membuat mengetuk dada-dada manusia.
- يَوْمُ الفَصْل Yaumul Fashl: dinamakan demikian karena hari kiamat adalah hari keputusan. Pada hari tersebut segala perkara permasalahan diputuskan oleh Allah ﷺ. Mungkin pada hari ini di dunia ketika kita menyelesaikan permasalahan di persidangan namun kita masih merasa dizalimi maka pada hari kiamat Allah akan memutuskan segala pertikaian.
- يَوْمُ الدين Yaumud Din: dinamakan demikian karena hari kiamat adalah hari pembalasan.
- الصَّاخَّة Ash-Shookhoh: dinamakan demikian karena pada hari kiamat terdapat suara yang sangat keras yang memekakkan telinga.
- الطَّامَّة Ath-Thommah: dinamakan demikian karena pada hari kiamat terdapat malapetaka yang meliputi dan tidak ada yang selamat dari malapetaka tersebut.
- الوَاقِعَة Al-Waqi’ah: dinamakan demikian karena hari kiamat benar-benar terjadi. Semua yang diberitakan tentang hari kiamat benar-benar akan terjadi.
- يَوْمُ الوَعِيْد Yaumul Wa’iid: dinamakan demikian karena hari kiamat adalah hari ancaman di mana Allah mengancam orang-orang yang melakukan kemaksiatan.
- الحَاقَّة Al-Haqqoh: dinamakan demikian karena hari kiamat adalah sesuatu yang pasti terjadi.
- يَوْمُ الحَسْرَة Yaumul Hasroh: dinamakan demikian karena hari kiamat adalah hari penyesalan. Karena begitu banyak penyesalan pada hari tersebut. Ada yang menyesal karena mengikuti imamnya, ada yang menyesal karena mengikuti teman-temannya, dan ada yang menyesal karena tidak beriman.
- يَوْمُ التَّغَابُن Yaumut Taghoobun: dinamakan demikian karena pada hari kiamat banyak yang merasa rugi. Contohnya: jika seseorang membeli mobil dengan harga 100 juta kemudian ia mengetahui ternyata harga mobil tersebut harganya 50 juta. Dalam keadaan ini maka orang tersebut merasa telah di-ghobn atau ditipu. Orang-orang kafir merasa rugi mengapa dahulu dia di dunia tidak beriman kepada Allah ﷺ, orang-orang yang beriman yang beramal saleh merasa rugi karena ia merasa kurang dalam beramal saleh. Seperti orang yang bersedekah dengan sedikit dia akan merasa rugi pada hari tersebut. Karena kelak di hari kiamat dia akan tahu bahwasanya pahala sedekah sangat luar biasa akan tetapi dia hanya bersedekah dengan sedikit.
- يَوْمُ التَّنَاد Yaumut Tanaad: yaitu hari saling memanggil. Maksudnya pada hari tersebut banyak orang saling memanggil, sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَنَادَىٰ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا ۖ قَالُوا نَعَمْ ۚ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada Penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): “Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka (penduduk neraka) menjawab: “Betul”. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-A’raf: 44)
Dan firman-Nya,
وَنَادَىٰ أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ رِجَالًا يَعْرِفُونَهُمْ بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَىٰ عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu”.” (QS. Al-A’raf: 48)
Juga penghuni neraka memanggil malaikat penjaga neraka,
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ ۖ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
“Mereka berseru: “Hai Malik biarlah Tuhanmu membunuh kami saja”. Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)”.” (QS. Az-Zukhruf: 77)
Intinya pada hari itu banyak seruan-seruan.
- يَوْمُ الخُلُوْد Yaumul Khuluud: yaitu hari abadi. Pada hari kiamat tidak ada kematian karena kematian telah dibunuh.
- يَوْمُ الحِسَاب Yaumul Hisaab: yaitu hari perhitungan.
- يَوْمُ التَّلاق Yaumut Talaaq: yaitu hari pertemuan. Banyak pertemuan pada hari tersebut, manusia bertemu dengan Allah ﷺ, manusia bertemu dengan malaikat, orang yang zalim dipertemukan dengan orang zalim, para penghuni surga bertemu dengan keluarganya di surga.
- يَوْمُ الجَمع Yaumul Jam’i: hari dikumpulkannya manusia. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَٰلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).” (QS. Hud: 103)
Pada hari kiamat dikumpulkan seluruh manusia dan tidak ada yang terluput atau tertinggal
- الآزِفَة Al-Aazifah: yaitu hari yang akan datang.
Urgensi Mempelajari Hari Kebangkitan
Ada beberapa poin yang menjadikan penting bagi seseorang untuk mempelajari tentang hari kebangkitan. Poin-poin tersebut sebagai berikut:
Pertama : Hari pembalasan merupakan agenda dakwah yang disepakati oleh seluruh nabi. Hal ini karena mengakui adanya “pencipta” secara umum diakui oleh seluruh manusia. Akan tetapi beriman akan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan maka banyak manusia yang mengingkarinya. Karenanya para nabi membahas hal ini dan menekankan akan adanya hari kebangkitan dan pembalasan. Sementara sebagian ahli filsafat menyangka tidak ada dari kalangan para Nabi yang terang-terangan menjelaskan tentang kebangkitan jasad kecuali Nabi Muhammad. Tentu ini merupakan persangkaan yang salah dan dusta([7]). Setelah itu mereka menjadikan persangkaan mereka yang keliru ini untuk melegalkan keyakinan mereka bahwasanya yang dibangkitkan hanyalah ruh, adapun ayat-ayat yang jelas tentang kebangkitan jasad hanyalah pengkhayalan dari al-Qurán agar orang-orang awam bisa paham dan yakin, meskipun pada hakekatnya tidaklah demikian([8]).
Kedua : Perhatian Al-Qur’an yang sangat besar terhadap hari kebangkitan. Oleh karenanya banyak perincian tentang hari kebangkitan dan juga dalil tentang mungkin akan terjadi hari kebangkitan di dalam Al-Qur’an.
Ketiga : Khilaf dalam masalah perincian البَعْثُ (kebangkitan) dan setelah hari kebangkitan tidak terlalu banyak. Hal ini berbeda dengan khilaf yang terjadi dalam masalah-masalah akidah yang lain seperti tauhid asma’ wa sifat dan yang lainnya. Bahkan Asya’irah dan Maturidiah yang banyak berbeda dengan Ahlussunnah dalam masalah akidah karena mereka melakukan takwil, dalam hal iman kepada hari akhir secara umum mereka tunduk kepada dalil dan memilih untuk tidak melakukan takwil.
Tentu ada yang menyimpang dalam hal ini seperti para ahli filsafat (diantaranya adalah Ibnu Sina) yang mana mereka tetap konsisten dalam melakukan takwil baik dalam sifat-sifat Allah ﷻ dan juga tentang hari kebangkitan. Mereka meyakini bahwa yang dibangkitkan adalah ruh bukan jasad.([9]) Dalil mereka adalah sebagaimana ayat-ayat sifat zahirnya adalah tasybih maka harus ditakwil, demikian juga ayat-ayat tentang hari kiamat pun harus ditakwil karena tidak masuk logika mereka. Ibnu Sina memiliki buku khusus menjelaskan tentang masalah ini yang berjudul ar-Risalah al-Adhawiyah (الأَضْحَوِيَّةُ) yang didalamnya ia mengingkari kebangkitan dengan jasad. Karena keyakinan tersebut, maka Ibnu Sina dikafirkan oleh Al-Gazhali.([10])
Definisi البَعْثُ (Hari Kebangkitan)
Kebangkitan adalah mengeluarkan manusia (jasad dan ruh) dari kuburan untuk diadili dan diberi balasan. Prosesnya adalah ruh dikembalikan kepada jasad yang telah disiapkan oleh Allah ﷻ, lalu jasad tersebut dibangkitkan. Maka yang dibangkitkan adalah ruh dan jasad, sehingga keduanya merasakan kenikmatan atau pun azab.
Timbul pertanyaan dimanakah مُسْتَقَرُّ الأَرْوَاحِ (tempatnya ruh) sebelum hari kiamat? Masalah ini dibahas oleh Ibnu Abil ‘Izz ﷺ dalam kitabnya Syarah Akidah Thohawiyah. Tentu ruh-ruh orang-orang yang telah meninggal berada di alam barzakh, dan disebutkan dalam hadits bahwa ruh dikembalikan ke jasad sebelum ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, akan tetapi -sebagaimana telah lalu- bahwasanya kembalinya ruh ke jasad di alam barzakh tidak sama dengan kembalinya ruh ke jasad ketika hari kiamat. Di alam barzakh tetap saja ada keterpisahan antara ruh dan jasad meskipun tetap ada keterkaitan. Karenanya disebutkan dalam banyak hadits bahwa ruh orang-orang yang beriman berada di surga, demikian juga ruh para syuhada. Bahkan dalam sebagian hadits disebutkan bahwa Ruh Nabi dikembalikan ka jasad Nabi untuk membalas salam orang-orang yang memberi salam kepada beliau([11]). Bahkan secara umum seorang mukmin ruhnya dikembalikan ke jasadnya untuk membalas salam orang mukmin yang masih hidup yang memberi salam kepadanya ketika melewati kuburannya([12]).
Jika demikian pada hakekatnya sebelum hari kiamat dimanakah tempat menetapnya ruh-ruh (مُسْتَقَرُّ الأَرْوَاحِ)?
Ruh
Terjadi perselisihan antara Ahlussunnah dan Ahli bid’ah tentang hakikat ruh. Secara umum ada tiga pendapat:
- رُوْحٌ قَدِيْمَةٌ, Maksudnya adalah ruh
Ini adalah pendapat yang batil sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abil ‘Izz ﷺ, sebab ulama telah ijmak bahwasanya ruh adalah makhluk yang berarti tidak azali.([13]) Allah ﷻ berfirman,
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)
- Ruh akan sirna.
Pada hari kebangkitan kelak yang dibangkitkan hanyalah jasad saja. Pendapat ini pun juga salah.
- Ruh tidak sirna setelah keluar dari jasad, dia menunggu hari kiamat. Ini adalah pendapat yang benar yaitu pendapat Ahlussunnah.
Berdasarkan keyakinan Ahlussunnah bahwa ruh tidak sirna akan tetapi dia menunggu jasad pada hari kiamat, maka menjadi pertanyaan dimana ruh berada ketika menunggu hari kiamat?
Ruh ada dua macam yaitu ruh kaum mukminin dan ruh kaum kafir. Ruh kaum mukminin bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama: Ruh para Nabi.
Tempat ruh para Nabi berada di surga atau di sisi Allah ﷻ . Bagaimana kenikmatan mereka maka hanya Allah ﷻ yang mengetahui.
Kedua: Ruh para Syuhada.
Dalam hadits Nabi ﷺ menjelaskan bahwa ruh para Syuhada berada di dalam burung. Nabi ﷺ bersabda,
جَعَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَرْوَاحَهُمْ فِي أَجْوَافِ طَيْرٍ خُضْرٍ تَرِدُ أَنْهَارَ الْجَنَّةِ، تَأْكُلُ مِنْ ثِمَارِهَا، وَتَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مِنْ ذَهَبٍ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ
“Allah ﷻ menjadikan ruh-ruh mereka di dalam rongga burung-burung hijau, yang berterbangan di sepanjang sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya dan kembali ke lampu-lampu dari emas di bawah bayangan ‘Ars.”([14])
Jika dibandingkan dengan kaum mukminin secara umum maka ruh para Syuhada lebih spesifik. Ruh kaum mukminin hanya sekadar ruh saja, adapun ruh para Syuhada Allah ﷻ menyiapkan jasad khusus bagi mereka yang berarti berbentuk ruh dan jasad. Hal ini menjadi spesial bagi para Syuhada dikarenakan mereka telah mengorbankan jiwa raga mereka karena Allah ﷻ di dunia, maka di surga mereka diberi kenikmatan oleh Allah ﷻ dengan dimasukkannya ruh mereka ke jasad yang sesuai bagi mereka sebelum jasad mereka dibangkitkan pada hari kiamat. Oleh karena itu kondisi ruh para Syuhada lebih sempurna jika dibandingkan dengan ruh kaum mukminin secara umum, sebab para Syuhada merasakan kenikmatan secara ruh dan jasad, sedangkan ruh kaum mukminin secara umum hanya merasakan kenikmatan secara ruh saja.([15])
Ketiga: Ruh kaum mukminin secara umum.
Dalam hadits Nabi ﷺ menjelaskan bahwa ruh kaum mukminin menjadi burung yang berada di dalam surga. Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّمَا نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ يَعْلُقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ، حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يُبْعَثُ
“Sesungguhnya ruh seorang mukmin terbang bergantungan di pohon2 surga, hingga nanti dikembalikan oleh Allah ﷻ ke jasadnya pada hari ia dibangkitkan.”([16])
Dalam hadits lain disebutkan juga bahwa ruh sebagian kaum mukminin tertahan di pintu surga, di antaranya adalah ruh para pemilik utang. Dan sebagian ruh kaum mukminin lainnya berada di alam barzakh.([17])
Keempat: Ruh para pelaku maksiat.
Adapun tentang dimana ruh kaum kafir berada, maka sebagaimana pembahasan yang telah berlalu bahwasanya terjadi khilaf di kalangan ulama, ada yang mengatakan bahwa ruh kaum kafir berada di neraka dan ada juga yang mengatakan bahwa ruh kaum kafir berada di sijjin (bagian bumi yang paling dalam).([18])
Intinya penulis ingin menyampaikan bahwa apa pun pendapat tentang ruh, pada hari kiamat kelak ruh akan dimasukkan ke dalam jasad, baru kemudian dibangkitkan untuk diadili dan diberi balasan.
Dalil-dalil Keberadaan Hari Kebangkitan
Ketika menjelaskan akan terjadi hari kebangkitan, Al-Qur’an juga mendatangkan dalil-dalil secara akal. Hal ini karena Al-Qur’an turun kepada kaum musyrikin yang mana mereka mengingkari hari kebangkitan. Mengenai dalil akal maka dapat kita bagi menjadi dua:
Pertama: الإِمْكَانُ العَقْلِيُّ (الذِهْنِيُّ)
الإِمْكَانُ العَقْلِيُّ (secara akal mungkin dan akal tidak menunjukkan kemustahilannya). Secara akal sangat mungkin terjadi hari kiamat, maksudnya adalah akal tidak menunjukkan tentang kemustahilan adanya hari kebangkitan. Hal ini karena kita tahu bahwasanya Allah ﷻ Maha Kuasa. Dan secara akal tidak ada dalil yang menunjukkan kemustahilan tentang hari kebangkitan. Selama kita mengakui bahwa Allah ﷻ itu Maha Kuasa, maka untuk membangkitkan manusia di hari kebangkitan itu mungkin.
Kedua: الإِمْكَانُ الخَارِجِيُّ
الإِمْكَانُ الخَارِجِيُّ maksudnya adalah kenyataan menunjukan bahwa hari kebangkitan mungkin terjadi, bukan hanya sekedar kemungkinan secara akal, akan tetapi secara kenyataan. Adapun الإِمْكَانُ الخَارِجِيُّ bisa diketahui dengan :
(1) telah nyata terjadi atau
(2) terjadinya yang semisalnya, atau
(3) terjadinya di alam nyata sesuatu yang lebih sulit untuk terjadi namun terjadi([19]).
Tidak hanya mencukupkan dengan pendalilan الإِمْكَانُ العَقْلِيُّ (mungkin secara akal), ternyata Al-Qur’an juga mengajak untuk berpikir lebih dari pada itu yaitu berdalil dengan الإِمْكَانُ الخَارِجِيُّ (sesuatu yang nyata). Maksudnya adalah berdalil dengan suatu kejadian yang semisal dengan kebangkitan atau yang lebih dahsyat dari kebangkitan yang pernah terjadi di dunia. Hal ini karena ketika turun, Al-Qur’an menghadapi orang-orang musyrikin Arab yang mana mereka mengakui keberadaan Tuhan, akan tetapi di waktu yang sama mereka juga mengingkari hari kebangkitan, sebagaimana perkataan mereka yang Allah ﷻ sebutkan di dalam Al-Quran,
مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
“Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin: 79)
Di antara contoh berdalil dengan الإِمْكَانُ الخَارِجِيُّ (sesuatu yang nyata) adalah Allah ﷻ banyak mengatakan di dalam Al-Qur’an bahwa ketika turun hujan bumi-bumi yang telah mati atau tandus menjadi kembali hidup dan menumbuhkan tetumbuhan dan pohon-pohon. Allah ﷻ berfirman,
وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ الْخُرُوجُ
“Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaf: 11.)
Pada ayat lain Allah ﷻ juga berfirman,
وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ
“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)
Allah ﷻ mengajak mereka untuk memandang apa yang telah mereka lihat dari kejadian yang semisal dengan hari kiamat atau pun yang lebih dahsyat dari hari kiamat, sehingga menjadikan akal mereka cerah bahwasanya hari kiamat itu sangat mungkin terjadi dan mudah bagi Allah ﷻ untuk melakukannya.
Jenis pendalilan الإِمْكَانُ الخَارِجِيِّ (sesuatu yang nyata) di dalam Al-Qur’an ada tiga model:
- Berdalil dengan kebangkitan yang terjadi sebelum hari kiamat
- Berdalil dengan yang semisal hari kebangkitan
- Berdalil dengan perkara-perkara yang lebih dahsyat dari hari kebangkitan yang telah terjadi di dunia([20])
Berikut perinciannya :
Pertama : Berdalil dengan kebangkitan yang terjadi sebelum hari kiamat.
Allah ﷻ menyebutkan beberapa kisah di dalam Al-Qur’an bahwa Allah ﷻ pernah membangkitkan orang yang telah mati. Seperti firman Allah ﷻ,
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 259)
Ayat di atas menjelaskan bahwa pernah terjadi kebangkitan yaitu Allah ﷻ pernah mematikan seseorang kemudian Allah menghidupkan kembali orang tersebut setelah berlalu seratus tahun lamanya. Oleh karenanya ketika bangkit orang tersebut melihat perubahan-perubahan, seperti mendapati himarnya telah menjadi tulang belulang, kemudian Allah ﷻ mengembalikannya kembali. Dan juga ketika ia pulang ke kampungnya maka tidak satu pun orang yang mengenalnya. Para ulama banyak yang menjelaskan bahwa orang yang dimaksud pada ayat di atas adalah Uzair.([21])
Allah ﷻ juga berfirman,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati, maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu”, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 243)
Ayat ini juga merupakan dalil bahwa Allah ﷻ pernah menghidupkan orang yang sudah mati.
Allah ﷻ juga berfirman,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ، ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 55-56)
Allah ﷻ juga berfirman,
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ، فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِ اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (QS. Al-Baqarah: 72-73)
Seperti juga kisah Ash-Habul Kahfi yang mana Allah ﷻ tidak mematikan mereka, akan tetapi hanya menidurkan mereka selama tiga ratus sembilan tahun, kemudian setelah itu Allah ﷻ kembali membangunkan mereka. Ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ mampu membangkitkan sesuatu yang telah mati. Allah ﷻ sebutkan kisah ini di dalam Al-Qur’an karena orang-orang kafir berselisih tentang hari kiamat. Allah ﷻ berfirman,
وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا
“Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (QS. Al-Kahfi: 21)
Inilah dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ pernah menghidupkan atau membangkitkan orang-orang yang telah mati sebelum datang hari kiamat.
Kedua : Berdalil dengan yang semisal hari kebangkitan
Pendalilan dengan yang semisal hari kiamat ada dua model:
Pertama: Berdalil dengan kembali hidupnya bumi yang telah mati. Seperti firman Allah ﷻ,
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS. Al-A’raf: 57)
Hal ini sama seperti pembahasan yang telah berlalu yaitu bagaimana kelak manusia akan dibangkitkan. Nabi ﷺ bersabda,
ثُمَّ يُنْزِلُ اللَّهُ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ لَيْسَ مِنْ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Setelah itu, Allah menurunkan air dari langit, maka mereka pun hidup kembali sebagaimana tumbuhnya sayur-sayuran.” ([22])
Ini merupakan dalil yang sangat sederhana, Allah ﷻ hanya ingin mengajak mereka untuk berpikir jika saja bagi Allah ﷻ mudah menghidupkan bumi yang telah mati, maka mudah juga bagi Allah ﷻ untuk menghidupkan atau membangkitkan manusia yang telah mati.
Allah ﷻ juga berfirman,
إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِ الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushilat: 39)
Allah ﷻ juga berfirman,
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS. Ar-Rum: 19)
Kedua: Berdalil dengan penciptaan api dari pohon hijau.
Allah ﷻ berfirman,
الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ
“Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS. Yasin: 80)
Ayat ini merupakan jawaban dari pertanyaan seorang kafir yang berkata, “Tulang setelah menjadi hancur dan lumat sifatnya menjadi dingin dan kering, sedangkan jasad hidup itu memiliki dua sifat yaitu hangat/panas dan basah. Maka bagaimana mungkin sesuatu yang dingin dan kering (tulang) berubah menjadi sesuatu yang bersifat hangat/panas dan basah?
Allah ﷻ pun membantah, hal ini sangat mungkin. Allah menjelaskan pada ayat ini bahwasanya Allah bisa mengeluarkan suatu sifat dari sifat yang berlawanan. Lihatlah kayu hijau adalah bersifat basah dan dingin ternyata bisa bisa mengeluarkan api yang sangat kering dan panas. Oleh karenanya jika kayu hijau yang basah dan dingin bisa berubah menjadi api yang kering dan panas maka tulang pun bisa berubah dari sifatnya dingin dan kering menjadi menjadi jasad hidup yang panas dan basah([23]). Lihatlah bagaimana orang-orang menggesek-gesekan dua kayu (yaitu dari jenis tertentu) sehingga akhirnya bisa keluar api, padahal asalnya tidak ada sifat api sama sekali pada kedua kayu tersebut([24]).
Ketiga : Berdalil dengan perkara-perkara yang lebih dahsyat dari hari kebangkitan yang telah terjadi di dunia.
Untuk hal ini ada dua model pendalilan :
Pertama: Berdalil dengan penciptaan semula, seperti firman Allah ﷻ,
كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ
“Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya.” (QS. Al-Anbiya’: 104)
Sisi pendalilan:
Secara logika manusia menyatakan bahwa menciptakan sesuatu yang pernah ada itu lebih mudah dari pada menciptakan sesuatu yang belum pernah ada. Akan tetapi bagi Allah ﷻ kedua hal tersebut sama-sama mudah. Oleh karenanya Allah ﷻ pada ayat di atas ingin menjelaskan bahwa menciptakan sesuatu yang tidak pernah ada saja Allah ﷻ mampu dan itu mudah bagi Allah ﷻ, maka untuk mengembalikan sesuatu yang pernah ada (penciptaan kedua kali) itu lebih mudah lagi bagi Allah ﷻ. Hal ini sering terluput dan terlalaikan bagi sebagian manusia. Allah ﷻ berfirman,
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ. قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh? Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.“ (QS. Yasin: 78-79)
Allah ﷻ juga berfirman,
إِنَّهُ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ
“sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit).” (QS. Yunus: 4)
Allah ﷻ juga berfirman,
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ، عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لَا تَعْلَمُونَ، وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَى فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ
“Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan. Untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?” (QS. Al-Waqi’ah: 60-62)
Kedua: Berdalil dengan penciptaan alam semesta.
Seperti firman Allah ﷻ,
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ ولَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ghafir: 57)
Kemudian juga firman Allah ﷻ,
أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ
“Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia berkuasa.” (QS. Yasin: 81)
Jika kaum musyrikin Arab telah mengakui bahwa yang mencipta langit dan bumi adalah Allah, maka seharusnya mereka mengakui bahwa hari kiamat itu sangat mungkin bagi Allah. Hal ini karena langit dan bumi adalah makhluk yang sangat dahsyat dan hebat serta sangat besar, maka Yang mampu menciptakan ini semua tentu mudah baginya untuk hanya melakukan “pembangkitan” kepada tulang yang sudah rusak untuk menjadi manusia kembali.
Dalil tambahan.
Selain tiga pendalilan di atas, ada juga dalil tambahan yang menguatkan tentang akan terjadinya hari kebangkitan. Dalil yang dimaksud adalah bahwa pembalasan adalah suatu keharusan. Hal ini karena Allah ﷻ adalah Maha Hikmah dan Maha Adil, maka tidak mungkin semua perbuatan makhluk di bumi dibiarkan begitu saja, tidak ada kelanjutan dan konsekuensi dari perbuatan-perbuatan yang telah terjadi. Jika saja seorang direktur dikatakan bodoh karena membiarkan kesalahan pekerjaan pegawainya begitu saja tanpa memberikan pelajaran atau sanksi, lalu bagaimana dengan Allah ﷻ yang Maha Hikmah dan Adil, tidak mungkin Allah ﷻ membiarkan itu semua terhadap makhluk-Nya. Allah ﷻ berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun: 115)
Berdasarkan ini maka secara logika Allah ﷻ pasti akan membangkitkan manusia kemudian meminta pertanggung jawaban atas apa-apa yang telah mereka lakukan selama di dunia.
Pendalilan ini mungkin bisa dibantah dengan mengatakan bahwa, “Allah ﷻ bisa saja membalas perbuatan manusia di dunia tidak perlu dengan hari kebangkitan?”
Jawabannya adalah secara logika itu mungkin, akan tetapi pada kenyataannya Allah ﷻ tidak balas di dunia secara sempurna, begitu banyak orang-orang berbuat zalim akan tetapi Allah ﷻ tidak membalas atas kezaliman yang mereka perbuat. Selain itu jika Allah selalu membalas di dunia maka tujuan “beriman dengan hari kiamat” akan hilang, karena semua orang akan takut melakukan kemaksiatan dikarenakan pembalasannya telah terjadi di dunia. Tatkala pembalasan secara sempurna tidak terjadi di dunia maka ini menunjukkan bahwa akan ada balasan pada tahapan berikutnya, yang bisa jadi balasan tersebut ada di alam barzakh atau di hari kebangkitan.
Walaupun pendalilan ini tidak langsung menunjukkan adanya hari kiamat, akan tetapi mengarah bahwa pasti ada pembalasan, dan dalil-dalil menunjukkan balasan tersebut terjadi pada hari kebangkitan.
Proses terjadinya jari kiamat
Hari kiamat terjadi dengan النَّفْخُ فِي الصُّوْرِ (tiupan sangkakala). Apa itu الصُّوْر adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits,
الصُّورُ قَرْنٌ يُنْفَخُ فِيهِ
“As-Shuur adalah tanduk yang ditiup (oleh malaikat Israfil).” ([25])
Dalam hadits Nabi ﷺ menyebutkan tentang malaikat Israfil
إِنَّ طَرْفَ صَاحِبِ الصُّورِ مُذْ وُكِّلَ بِهِ مُسْتَعِدٌّ يَنْظُرُ نَحْوَ الْعَرْشِ مَخَافَةَ أَنْ يُؤْمَرَ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْهِ طَرْفُهُ، كَأَنَّ عَيْنَيْهِ كَوْكَبَانِ دُرِّيَّانِ
“Sesungguhnya mata ‘shahibush shuur’ sejak diberi tugas (untuk meniup sangkakala pada hari kiamat) pandangannya selalu bersiap sedia dengan senantiasa memandang ke arah ‘Arsy, khawatir kalau (tiba-tiba) diperintahkan untuk meniupnya sebelum matanya berkedip. Seakan-akan kedua matanya adalah dua bintang yang bersinar terang.“ ([26])
Ini semua menjelaskan bahwasanya tegaknya hari kiamat berkaitan dengan peniupan sangkakala. Hanya saja para ulama khilaf berapakah tiupan sangkakala? Secara umum ada 3 pendapat:
Pertama: Ada 2 tiupan yaitu:
- نَفْخَةُ الصَّعق (tiupan kematian)
- نَفْخَةُ الْبَعْث (tiupan kebangkitan/menghidupkan).
Ini adalah pendapat jumhur ulama, dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh Al-Qurthubi([27]). Sangat banyak dalil yang menjelaskan tentang ini, di antaranya firman Allah ﷻ,
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)
Dalam ayat ini Allah hanya menyebutkan 2 tiupan.
Allah ﷻ juga berfirman :
يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُۙ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ ۗ
“(Sungguh, kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua.” (QS. An-Naziat: 7-8)
Kemudian juga didukung dengan hadits Nabi ﷺ. Dalam sebuah hadits disebutkan,
«بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ» قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا، قَالَ: أَبَيْتُ، قَالَ: أَرْبَعُونَ سَنَةً، قَالَ: أَبَيْتُ، قَالَ: أَرْبَعُونَ شَهْرًا، قَالَ: «أَبَيْتُ وَيَبْلَى كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الإِنْسَانِ، إِلَّا عَجْبَ ذَنَبِهِ، فِيهِ يُرَكَّبُ الخَلْقُ»
“Antara dua tiupan sangkakala terdapat empat puluh.” Mereka bertanya: Hai Abu Hurairah? Empat puluh harikah? Abu Hurairah berkata: ‘Aku enggan menjawab.’ Mereka bertanya: Empat puluh tahunkah? Abu Hurairah berkata: Aku enggan menjawab. Mereka bertanya: ‘Empat puluh bulankah? ‘ Abu Hurairah berkata: Aku enggan menjawab. Ia berkata: Tidak ada sesuatupu pun melainkan telah hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dari situlah manusia disusun.” ([28])
Kedua: Ada 3 tiupan. Ini pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﷺ dan As-Safarini dalam kitab Al-Lawaami’ul Anwar([29]). 3 Tiupan tersebut adalah:
- نفْخَةُ الْفَزع yaitu tiupan menakutkan
- نَفْخَةُ الصَّعق yaitu tiupan yang mematikan
- نَفْخَةُ الْبَعْث yaitu tiupan yang membangkitkan
Jadi menurut pendapat ini ada tiupan sebelum mereka dibuat meninggal dunia. Karena dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka semua ketakutan segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (QS. An-Naml: 87)
Adapun menurut jumhur (yang berpendapat hanya ada 2 tiupan) sesungguhnya نفْخَةُ الْفَزع itulah نَفْخَةُ الصَّعق([30]). Yaitu ketika seseorang mendengar tiupan ini maka dia merasa takut dahulu baru kemudian meninggal dunia. Ini adalah 2 perkara yang saling melazimkan. Hal ini dikuatkan dengan “pengecualian” yang disebutkan pada kedua ayat (baik ayat tentang نفْخَةُ الْفَزع maupun ayat tentang نَفْخَةُ الصَّعق) adalah sama, ini menunjukan bahwa kedua tiupan tersebut adalah sama. Sebagian ulama berpendapat bahwa نفْخَةُ الْفَزع itulah نَفْخَةُ الْبَعْث, yaitu tiupan yang terakhir. Hal ini karena ketika manusia dibangkitkan mereka dalam kondisi ketakutan karena melihat dahsyatnya hari kebangkitan([31]).
Ketiga: Ada 4 tiupan. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm([32]). 4 tiupan tersebut adalah:
- Tiupan kematian نَفْخَةُ إِمَاتَةٍ, yaitu yang masih hidup di dunia akan mati.
- Tiupan kebangkitan untuk menghidupkan semua mayat نَفْخَةُ إِحْيَاءٍ, yaitu semua dibangkitkan dari kubur untuk dihisab
- Tiupan membuat pingsan, yaitu mereka ketakutan hingga pingsan نَفْخَةُ فَزَعٍ وَصَعْقٍ, akan tetapi tidak mati
- Tiupan bangkit dari pingsan tersebut نَفْخَةُ إِفَاقَةٍ.
Wallahu ta’ala a’lam bis showab, semuanya berusaha untuk mengompromikan dalil-dalil yang datang. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama bahwasanya tiupan pada hari kiamat ada 2 yaitu tiupan yang mematikan dan tiupan untuk membangkitkan.
Dalam ayat di atas Allah ﷻ menyebutkan ada yang dikecualikan dari kematian ketika ditiupkan sangkakala,
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)
Dan firman-Nya,
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka semua ketakutan segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (QS. An-Naml: 87)
Namun siapakah yang dikecualikan oleh Allah ﷻ? Maka ini juga ada beberapa pendapat dalam masalah ini:([33])
Pertama: semua malaikat tidak mati. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm, beliau berpendapat bahwasanya malaikat bukanlah ruh yang dipasang di jasad sehingga malaikat tidak akan pernah mati. Karena kematian adalah lepasnya ruh dari jasad.
Kedua: yang tidak mati adalah Jibril, Mikail, Israfil, dan malaikat maut. Wallahu A’lam apa dalil mereka akan tetapi ini disebutkan oleh sebagian salaf.
Ketiga: yang tidak mati adalah semua yang di surga. Seperti bidadari dan wildan (para pelayan di surga). Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Ibnu Taimiyah, karena menurut mereka di surga tidak ada kematian. Oleh karenanya ketika Nabi ﷺ ditanya,
قَالَ رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَنَامُ أَهْلُ الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ: «النَّوْمُ أَخُو الْمَوْتِ، وَلَا يَمُوتُ أَهْلُ الْجَنَّةِ»
Apakah penduduk surga itu tidur?, maka Nabi sholallahu alaihi wa salam menjawab : “Tidur itu saudaranya kematian, sedangkan penduduk surga tidak akan mati”. ([34])
Keempat: seluruh mayat. Karena mayat tidak merasakan kematian.
Dari 4 pendapat ini, manakah yang lebih kuat? Wallahu ta’ala a’lam bis showab kita tidak tahu mana yang lebih kuat karena Allah ﷻ tidak menjelaskan dan juga Nabi ﷺ tidak menjelaskannya. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa yang lebih utama adalah mengatakan Wallahu a’lam bis showab. Mengapa demikian? Ibnu Taimiyah menjelaskan ketika Nabi ﷺ menjelaskan dalam hadits,
«لاَ تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى، فَإِنَّ النَّاسَ يَصْعَقُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، فَأَصْعَقُ مَعَهُمْ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ، فَإِذَا مُوسَى بَاطِشٌ جَانِبَ العَرْشِ، فَلاَ أَدْرِي أَكَانَ فِيمَنْ صَعِقَ، فَأَفَاقَ قَبْلِي أَوْ كَانَ مِمَّنِ اسْتَثْنَى اللَّهُ»
“Jangan kalian mengatakan aku lebih mulia dari Nabi Musa, sesungguhnya manusia pada hari kiamat semuanya akan mati, dan aku adalah orang yang pertama sadarkan diri, tiba-tiba Musa sedang memegang sisi ‘Arsy, aku tidak tahu, apakah dia termasuk orang-orang yang mati kemudian bangkit siuman sebelumku ataukah ia termasuk orang-orang yang dikecualikan.” ([35])
Dalam hadits ini Nabi ﷺ bersabda,
فَلاَ أَدْرِي أَكَانَ فِيمَنْ صَعِقَ، فَأَفَاقَ قَبْلِي أَوْ كَانَ مِمَّنِ اسْتَثْنَى اللَّهُ
“Aku tidak tahu, apakah dia termasuk orang-orang yang mati kemudian bangkit siuman sebelumku ataukah ia termasuk orang-orang yang dikecualikan”
Ketika Nabi ﷺ mengatakan “aku tidak tahu” maka menunjukkan bahwasanya Nabi ﷺ tidak mengetahui perincian tentang hal ini([36]).
Bagaimanakah dibangkitkannya jasad?
Allah ﷻ berfirman,
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)
Dan firman Allah ﷻ,
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ
“Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.” (QS. Yasin: 51)
Adapun prosesnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi ﷺ bahwasanya:
Pertama: Semua anggota tubuh bani Adam akan sirna kecuali عَجْبُ الذَّنَبِ yaitu bagian dari tulang ekor. Nabi ﷺ bersabda,
«وَلَيْسَ مِنَ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى، إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا، وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Tidak ada tersisa seorang pun kecuali ia akan binasa, kecuali satu tulang yakni tulang ekor. Dari tulang itulah, manusia dibangkitkan kembali pada hari kiamat.” ([37])
Kedua: Antara النَّفْخَةُ الاُوْلَى (tiupan pertama) dengan النَّفْخَةُ الثَّانِيَة (tiupan kedua) berjarak 40. Nabi ﷺ tidak menjelaskan 40 ini, apakah 40 tahun, bulan, atau hari. Namun ketika terjadi tiupan yang pertama semua takut dan kaget. Karena hari kiamat terjadi dengan tiba-tiba. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah ﷻ,
لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً
“Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan tiba-tiba.” (QS. Al-A’raf: 187)
Nabi ﷺ menjelaskan bahwasanya orang yang pertama kali mendengar dahsyatnya suara hari kiamat adalah orang yang sedang mengurus untanya,
ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ، فَلَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا أَصْغَى لِيتًا وَرَفَعَ لِيتًا
“Kemudian ditiuplah sangkakala, maka tidak ada seorang pun yang mendengarnya kecuali akan mengarahkan lehernya dan menjulurkan lehernya (untuk memerhatikannya).” ([38])
Para ulama menjelaskan maksudnya adalah bahwa seseorang ketika mendengarnya akan merasakan sangat kesakitan sehingga ia memiringkan lehernya([39]). Kemudian beliau melanjutkan sabdanya,
وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوطُ حَوْضَ إِبِلِهِ
“dan orang yang pertama kali mendengar adalah seorang yang sedang membuat atau memperbaiki tempat minum untanya.”
فَيَصْعَقُ، وَيَصْعَقُ النَّاسُ
“kemudian ia tewas maka semua manusia pun tewas.” ([40])
Kemudian dalam hadits yang lain
وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ نَشَرَ الرَّجُلاَنِ ثَوْبَهُمَا بَيْنَهُمَا فَلاَ يَتَبَايَعَانِهِ، وَلاَ يَطْوِيَانِهِ، وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدِ انْصَرَفَ الرَّجُلُ بِلَبَنِ لِقْحَتِهِ فَلاَ يَطْعَمُهُ، وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَهُوَ يَلِيطُ حَوْضَهُ فَلاَ يَسْقِي فِيهِ، وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ رَفَعَ أَحَدُكُمْ أُكْلَتَهُ إِلَى فِيهِ فَلاَ يَطْعَمُهَا “
“Demi Allah sungguh hari kiamat terjadi ketika dua orang telah membentangkan pakaiannya sehingga keduanya tidak lagi melakukan jual beli dan tidak sempat melipatnya lagi. Sungguh hari kiamat terjadi ketika seseorang telah mengambil susu perahannya dan ia tak jadi menyantapnya. Sungguh hari kiamat terjadi ketika seseorang memperbaiki tempat minum ontanya namun ia tidak sempat menuangkan air di tempat air tersebut. Sungguh hari kiamat terjadi ketika seseorang diantara kalian telah mengangkat suapannya ke mulutnya dan ia tidak jadi menyantapnya.” ([41])
Ini semua menunjukkan bahwasanya hari kiamat yang dikabarkan tiupan pertamanya terjadi pada hari Jumat namun tidak ada yang tahu kapan terjadinya dan dia datang secara tiba-tiba. Sehingga mereka sibuk dengan kegiatan mereka, ada yang mengurus unta, berdagang, dan ada yang sibuk makan tiba-tiba datang tiupan tersebut.
Ketiga: di antara tiupan pertama dengan tiupan kedua Allah ﷻ menurunkan air hujan yang seperti air mani untuk masuk ke bumi mengenai عَجْبُ الذَّنَبِ yaitu bagian dari tulang ekor. Ketika air tersebut bertemu dengan sisa dari عَجْبُ الذَّنَبِ maka terjadilah proses pertumbuhan sebagaimana sayur yang tumbuh. Oleh karenanya Allah ﷻ menyebutkan dalam banyak ayat air hujan yang turun kemudian menyirami tanah yang sudah mati maka kemudian muncul tumbuh-tumbuhan lalu Allah ﷻ berfirman,
رِزْقًا لِلْعِبَادِ ۖ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ الْخُرُوجُ
“untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS. Qaf: 10)
Dan firman-Nya ﷻ,
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ وَكَذَٰلِكَ تُخْرَجُونَ
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).”
Dan firman-Nya ﷻ,
وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَىٰ بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ كَذَٰلِكَ النُّشُورُ
“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)
Prosesnya sama, air yang turun dari langit ke bumi lalu mengenai عَجْبُ الذَّنَبِ kemudian muncullah manusia.
Keempat: tiupan sangkakala kedua lalu bangkitlah seluruh manusia.
Nabi ﷺ bersabda,
«مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ» قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ شَهْرًا؟ قَالَ: أَبَيْتُ، قَالُوا: أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: أَبَيْتُ، «ثُمَّ يُنْزِلُ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُونَ، كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ» قَالَ: «وَلَيْسَ مِنَ الْإِنْسَانِ شَيْءٌ إِلَّا يَبْلَى، إِلَّا عَظْمًا وَاحِدًا، وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ، وَمِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Jarak antara dua tiupan (sangkakala) adalah empat puluh.” Ibnu Abbas bertanya, “Empat puluh hari?” beliau menjawab: “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Empat puluh bulan?” beliau menjawab: “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Empat puluh tahun?” Beliau menjawab: “Tidak.” Beliau kemudian bersabda: “Setelah itu, Allah menurunkan air dari langit, maka mereka pun hidup kembali sebagaimana tumbuhnya sayur-sayuran. Tidak ada tersisa seorang pun kecuali ia akan binasa, kecuali satu tulang yakni tulang ekor. Dari tulang itulah, manusia dibangkitkan kembali pada hari kiamat.” ([42])
Dalam hadits yang lain,
«إِنَّ فِي الْإِنْسَانِ عَظْمًا لَا تَأْكُلُهُ الْأَرْضُ أَبَدًا، فِيهِ يُرَكَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ» قَالُوا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «عَجْبُ الذَّنَبِ»
“Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan bumi selamanya. Padanyalah ia disusun (kembali) pada hari kiamat.” Mereka bertanya: Tulang apa itu wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Tulang ekor.” ([43])
«بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُونَ» قَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَرْبَعُونَ يَوْمًا، قَالَ: أَبَيْتُ، قَالَ: أَرْبَعُونَ سَنَةً، قَالَ: أَبَيْتُ، قَالَ: أَرْبَعُونَ شَهْرًا، قَالَ: «أَبَيْتُ وَيَبْلَى كُلُّ شَيْءٍ مِنَ الإِنْسَانِ، إِلَّا عَجْبَ ذَنَبِهِ، فِيهِ يُرَكَّبُ الخَلْقُ»
“Antara dua tiupan sangkakala terdapat empat puluh.” Mereka bertanya: Hai Abu Hurairah? Empat puluh harikah? Abu Hurairah berkata: ‘Aku enggan menjawab.’ Mereka bertanya: Empat puluh tahunkah? Abu Hurairah berkata: Aku enggan menjawab. Mereka bertanya: ‘Empat puluh bulankah? ‘ Abu Hurairah berkata: Aku enggan menjawab. Ia berkata: Tidak ada sesuatupu pun melainkan telah hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Dari situlah manusia disusun.” ([44])
Ini adalah proses bagaimana dibangkitkannya manusia.
Kelima: munculnya manusia disebut dengan الإِعَادَة yaitu mengulang kembali.
Manusia ketika di dunia dari sebagian sisi sama dengan manusia yang di akhirat, namun dari sisi yang lain berbeda. Dari sisi sumbernya yaitu عَجْبُ الذَّنَبِ maka manusia di dunia dan akhirat sama. Adapun dari proses penciptaannya maka manusia di dunia proses penciptaannya berasal dari air mani yang bertemu dengan sel ovum kemudian berada di dalam rahim, lalu berkembang janin tersebut hingga akhirnya menjadi manusia. Selama 9 bulan di dalam perut lalu keluar dan seterusnya. Adapun proses manusia di akhirat maka berbeda dengan manusia di dunia, dia dimulai dari عَجْبُ الذَّنَبِ kemudian terkena air yang Allah ﷻ turunkan sehingga manusia tumbuh kembali. Manusia yang di akhirat masih sama dengan manusia di dunia akan tetapi dengan sifat yang berbeda. Oleh karenanya penghuni neraka dan penghuni surga memiliki sifat yang berbeda. Manusia pada hari kiamat kelak memiliki tubuh yang kuat, orang-orang yang berada di bawah terik matahari dengan jarak hanya 1 mil tidak binasa. Penghuni neraka dipanggang, dipotong, disiksa dan lainnya juga tidak mati karena hal itu. Penghuni neraka bisa melihat malaikat dan berbicara dengan malaikat yang selama di dunia mereka tidak bisa lakukan hal itu. Siapa di dunia ini yang mampu berjemur di bawah terik matahari selama ribuan tahun dengan jarak yang dekat? Akan tetapi di akhirat ada kehidupan baru dengan proses yang baru. karena dunia adalah alam yang tersendiri, ketika meninggal mereka berada di alam barzakh yang ini juga alam tersendiri, kemudian ketika mereka dibangkitkan juga memiliki alam kehidupan tersendiri. Penghuni surga juga memiliki sifat yang berbeda dengan penghuni neraka. Dibangkitkan dengan wajah yang tampan seperti rembulan, memiliki tinggi seperti Nabi Adam n dan juga memiliki jasad yang tidak akan mati, letih, ataupun capek. Dan ini adalah manusia yang baru yang semuanya disebut dengan proses pengulangan kembali, yang jika dilihat dari satu sisi berasal dari manusia yang sama ketika di dunia dan dari sisi lain ada perbedaan karena Allah ﷻ telah memodifikasinya. Intinya kebangkitan manusia di akhirat ada modifikasi sehingga muncul manusia dengan jenis yang baru untuk menghadapi hari-hari di padang mahsyar.
Peringatan :
Kapankah terjadi peristiwa-peristiwa dahsyat hancurnya alam semesta?
Bukankah ketika hari kiamat terjadi peristiwa-peristiwa yang dahsyat? Sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan di dalam Al-Quran,
إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ
“Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan menjadikan meluap.” (QS. Al-Infithar: 1-3)
Dan firman-Nya ﷻ,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat).” (QS. Al-Zalzalah: 1)
Kapan semua ini terjadi? Maka ada beberapa pendapat di kalangan para ulama ([45]):
Pertama : Hal ini terjadi di dunia sebelum hari kebangkitan, berdasarkan firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ، يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” (QS. Al-Hajj: 1-2)
Karena setelah hari kebangkitan tidak ada lagi kondisi hamil dan menyusui (kecuali jika dikatakan bahwa wanita yang meninggal dalam kondisi hamil maka dibangkitkan dalam kondisi hamil dan demikian juga dengan yang menyusui).
Ini adalah pendapat al-Mubarrid([46]) dan juga pendapat yang dikuatkan oleh al-Qurthubi. Menurut al-Qurthubi bahwasanya kejadian-kejadian dahsyat tersebut termasuk bagian terakhir dari tanda-tanda hari kiamat (أَشْرَاطُ السَّاعَة), yaitu terjadi sebelum ditiupkannya sangkakala([47])
Kedua : Kedahsyatan ini semua terjadi bersamaan dengan tiupan sangkakala yang pertama yaitu tiupan yang menakutkan (نفْخَةُ الْفَزع).
Ini adalah pendapat yang dipilih As-Safaariini([48]). Sebagaimana telah lalu beliau berpendapat bahwa tiupan sangkakala terjadi tiga kali. Yang pertama adalah tiupan yang menimbulkan ketakutan. Setelah tiupan ini maka terjadilah peristiwa-peristiwa yang mengerikan berupa perubahan alam semesta, baru setelah itu ditiupkan sangkakala yang kedua hingga seluruh manusia meninggal. Dan yang menemui kedahsyatan ini hanyalah orang-orang terburuk. Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذْ بَعَثَ اللهُ رِيحًا طَيِّبَةً، فَتَأْخُذُهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ، فَتَقْبِضُ رُوحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ، وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ، يَتَهَارَجُونَ فِيهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ، فَعَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ
“Tiba-tiba Allah mengirimkan angin yang baik, lalu angin tersebut masuk ke bawah ketiak-ketiak orang-orang beriman, lalu mengambil ruh dari setiap orang yang beriman dan setiap muslim. Yang tersisa adalah orang yang paling buruk, mereka berbuat kerusakan/huru-hara layaknya keledai, di tengah-tengah merekalah hari kiamat terjadi.” ([49])
Rasulullah juga bersabda :
إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ
“Sesaungguhnya diantara manusia terburuk adalah orang-orang yang mendapati hari kiamat dan mereka dalam kondisi hidup” ([50])
Lalu merekapun mati dengan ditiupkan sangkakala yang kedua yang mematikan (نَفْخَةُ الصَّعق). Menurut As-Safarini setelah tiupan yang kedua (نَفْخَةُ الصَّعق) baru kemudian Allah ﷻ mengubah bumi,
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ ۖ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS. Ibrahim: 48)
Allah ﷻ mengubah bumi dan langit tidak seperti bumi dan langit yang semula untuk persiapan kebangkitan. Baru setelah tiupan yang ketiga seluruh manusia dibangkitkan dengan bumi yang baru. Ini adalah tafsir perincian dari As-Safarini([51]).
Ketiga : Kedahsyatan ini terjadi bersamaan dengan tiupan sangkakala yang terakhir, yaitu tiupan yang membangkitkan (نَفْخَةُ الْبَعْث), hingga manusia bergerak keluar dari kuburan mereka. Ini berarti bahwa semua orang akan menyaksikan hari kiamat([52]). Hal ini dikarenakan firman Allah ﷻ,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kalian melihat kegoncangan itu”
Ini menunjukkan bahwa kita semua akan melihatnya. Ini adalah pendapat-pendapat yang disebutkan oleh Al-Qurthubi yang intinya kedahsyatan tersebut pasti terjadi entah kita bisa melihatnya atau tidak. Kalaupun jika orang yang beriman melihat hal tersebut bersama orang kafir tentunya Allah tidak akan menyamakan kondisinya.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Misykaatul Mashoobiih 3/1525
([2]) Lihat : https://sains.kompas.com/read/2020/01/15/190300523/rahasia-alam-semesta–sebenarnya-berapa-umur-bumi-
([3]) Ad-Durorus Saniyah 4/282
([5]) HR. Bukhori No. 50 dan Muslim No. 9
([6]) Lihat at-Tadzkiroh 1/544
([7]) Lihat Syarh al-Aqidah at-Thahawiya, Ibn Abil Áizz al-Hanafi 2/589
Para Nabi telah menjelaskan akan adanya hari kebangkitan dengan tegas bahkan kebangkitan jasad.
Ketika Adam diturunkan ke bumi Allah mengabarkan :
قَالَ اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ
Allah berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan”. Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan (QS Al-A’rof : 24-25)
Adapun Nabi Nuh, maka beliau berkata kepada kaumnya :
وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya (QS Nuh : 17-18)
Adapun Nabi Ibrahim, Allah berfirman
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS Al-Baqoroh : 260)
Adapun Nabi Musa, maka Allah berkata kepadanya tatkala bermunajat dengannya :
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى، فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى
Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan, maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa” (QS Thaha : 15-16)
([8]) Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Sina dalam ar-Risalah al-Adhhawiyah, akan datang penjelasannya dan bantahannya.
([9]) Lihat Tahafutul Falasifah, cetakan Darul Ma’rifah Mesir, 1/159.
([10]) Lihat Tahafutul Falasifah, cetakan Darul Ma’rifah Mesir, 1/3078.
([11]) Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda :
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
“Tidak ada seorangpun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku membalas salam kepadanya” (HR Abu Daud no 2041 dan dinilai hasan oleh Al-Albani sebagaimana di As-Shahihah no 2266)
مَا مِنْ أَحَدٍ مَرَّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُؤْمِنِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَسَلَّمَ عَلَيْهِ إِلَّا عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
“Tidak seorangpun yang melewati kuburan saudaranya sesama mukmin yang ia mengenalnya ketika di dunia (semasa hidupnya) lalu memberi salam kepadanya, kecuali saudaranya (yang mayat tersebut) mengenalinya dan membalas salam kepadanya”
Hadits ini datang dari riwayat 2 sahabat, Abu Hurairah dan Ibnu Ábbas. Adapun yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah maka sanadnya adalah :
الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حدثنا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ حدثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عن أبيه، عن عطاء بن يسار، عن أبي هريرة
Yaitu melalui jalur soerang perawi yang bernama Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dan para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa ia adalah perawi yang dhoíf. (sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Ílal al-Mutanaahiyah fi al-Ahaadiits al-Waahiyah 2/429).
Adapun riwayat Ibnu Ábbas maka diriwayatkan oleh Ibnu Ábdilbarr dengan sanadnya sebagai berikut.
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عُبَيْدُ بْنُ مُحَمَّدٍ عن فَاطِمَةُ بِنْتُ الرَّيَّانِ الْمُسْتَمْلِيِّ قَالَتْ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْمُؤَذِّنُ صَاحِبُ الشَّافِعِيِّ قَالَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بُكَيْرٍ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ ابن عَبَّاسٍ
(Lihat al-Istidzkar 1/185(
Sebagian ulama menshahihkan hadits ini, diantaranya Abdul Haqq al-Isybili (di al-Ahkam al-Wustho 2/153), Ibnu Taimiyyah (lihat Majmu’ al-Fatawa 24/362-365), Ibnul Qoyyim (lihat ar-Ruh hal 5).
Namun riwayat ini dinilai dhoíf oleh Al-Albani. Menurut al-Albani para perawi dari Ar-Robi’ bin Sulaiman hingga Ibnu Ábbas adalah tsqioh seluruhnya, akan tetapi yang dibawahnya (yaitu gurunya Ibnu Abdilbarr Abu Abdillah Úbaid bin Muhammad dan Fathimah bintu ar-Royyan) maka beliau tidak mengetahui biografinya. (lihat Ad-Dhoífah 9/475 no 4493). Menurut Al-Albani Fathimah bintu Ar-Rayyan telah salah dalam meriwayatkan dari jalur Bisyr bin Bukair dari al-Auzaí hingga Ibnu Ábbas. Yang benar adalah sanad yang pertama yang melalui jalur Bisyr bin Bukair dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam hingga Abu Hurairah. Dengan demikian Al-Albani menilai dhoíf hadits ini. Dan sebelum al-Albani sanad yang dibawa oleh Ibnu Abdilbarr juga dinilai dhoíf oleh Ibnu Rojab al-Hanbali. Beliau berkata, إِلاَّ أَنَّهُ غَرِيْبٌ بَلْ مُنْكَرٌ “Hanya saja hadits ini ghorib bahkan munkar” (Ahwaal al-Qubuur hal 86)
Adapun jika hadits ini shahih maka melazimkan pengembalian ruh ke jasad. Jika Nabi membalas salam dengan dikembalikan ruhnya kepada jasadnya maka bagaimana lagi dengan kaum mukminin secara umum.
Al-Hafiz al-Íroqi berkata :
الْمَعْرِفَةُ وَرَدُّ السَّلاَمِ فَرْعُ الْحَيَاةِ وَرَدِّ الرُّوْحِ وَلاَ مَانِعَ مِنْ خَلْقِ هَذَا الإِدْرَاكِ بِرَدِّ الرُّوْحِ فِي بَعْضِ جَسَدِهِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ فِي جَمِيْعِهِ
“Mengenal (yaitu mayat mengetahui orang hidup yang menyalaminya) dan menjawab salam adalah cabang dari kehidupan dan dikembalikannya ruh. Dan tidak mustahil jika diciptakan penangkapan ini dengan dikembalikannya ruh ke sebagian tubuh mesekipun tidak dikembalikan ke seluruh tubuh” (Sebagaimana dinukil oleh Al-Munawi di Faidhul Qodir 5/487).
Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwasanya secara umum mayat mendengar perkataan orang yang hidup, akan tetapi ini tidaklah melazimkan bahwa mayat mendengar secara terus-menerus, akan tetapi mayat mendengar dalam sebagian kondisi dan tidak pada kondisi yang lain. Hal ini bahkan sebagaimana orang yang hidup terkadang mendengar orang yang berbicara dengannya dan terkadang tidak mendengar. Dan pendengaran mayat tersebut adalah pendengaran sekedar pendengaran yang tidak melazimkan ada pahala dibalik pendengaran tersebut. Dan pendengaran ini juga bukan pendengaran yang dinafikan oleh Allah dalam firmannya إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى “Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS An-Naml : 80) karena maksudnya adalah pendengaran menerima dakwah. Karenanya Allah menyamakan orang-orang kafir yang tidak menerima dakwah seperti hewan yang tidak mendengar dan tidak paham. (lihat Majmu’ al-Fatawa 24/362-365)
([13]) Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah Ibnu Abil ‘izz, 1/385.
([14]) HR. Ahmad No. 2388, dikatakan hadits hasan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam ta’liqnya.
([15]) Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah Ibnu Abil ‘izz, 1/400.
([16]) HR. Ibnu Majah No. 4271, dishahihkan oleh Al-Albani dalam ta’liqnya.
([17]) Lihat HR. Ahmad No. 17253, dikatakan hadits shahih oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam ta’liqnya.
([18]) Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah Ibnu Abil ‘izz, 1/398.
([19]) Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah atas dua model pendalilan ini di Ar-Rodd ála al-Manthiqiyin hal 318 dan Majmu’ al-Fatawa 9/223-225
([20]) Lihat : Ar-Rodd ála al-Manthiqiyin hal 318-321
([21]) Lihat Tafsir Al-Qurthubi 3/289.
([22]) HR. Bukhori No. 4935 dan Muslim No. 2955.
([23]) Lihat Syarh al-Aqidah at-Thohawiyah, Ibnu Abil Ízz al-Hanafi 2/594-595
Ibnu Taimiyyah menyebutkan sisi pendalilan yang lain, yaitu Allah menjelaskan bahwa menggabungkan antara panas dan kering (sebagaimana sifat api yang panas dan kering) lebih sulit dari pada menggabungkan antara panas dan basah/lembab (sebagaimana sifat manusia). Hal ini karena sesuatu yang lembab bisa lebih mudah untuk berinteraksi dengan panas sehingga menjadi hangat, lain halnya dengan sesuatu yang kering yang sulit untuk menerima interaksi dengan panas. (Lihat Majmuu’ al-Fatawa 3/300)
([24]) Lihat Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah 17/249
([25]) HR. Ibnu Majah No. 4742 dan disahihkan oleh Al-Albani
([26]) HR. Hakim dalam Mustadroknya No. 8676 dan beliau mengatakan hadits ini sahih.
([27]) Lihat at-Tadzkiroh bi Ahwaal al-Mautaa wa Umuur al-Akhiroh hal 510, dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh al-Útsaimin (lihat Syarh al-Áqidah as-Safariiniyah 467-468)
([29]) Lawaami’ Al-Anwaar Al-Bahiyah 2/161
([30]) Lihat at-Tadzkiroh bi Ahwaal al-Mautaa wa Umuur al-Akhiroh hal 510
([31]) Ini adalah pendapat al-Qusyairi dan al-Mawardi sebagaimana dinukil oleh al-Qurthubi (Lihat at-Tadzkiroh bi Ahwaal al-Mautaa wa Umuur al-Akhiroh hal 511)
([33]) Lihat Fathul Qodir Lis Syaukani 4/178
([34]) Az-Zuhd War Roqooiq Libnil Mubaarok 2/97. Disahihkan oleh Al-Albani dalam kitabnya Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir No. 6808
([36]) Lihat Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah 4/261
([37]) HR. Bukhori No. 4935 dan Muslim No. 2955
([39]) Lihat: Mirqoot Al-Mafaatiih 8/3503
([45]) Pendapat-pendapat ini disebutkan oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya (Lihat : Tafsir Al-Qurthubi 12/4)
([46]) Ini adalah pendapat al-Mubarrid, sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya (Lihat : Tafsir Al-Qurthubi 12/4).
([47]) Lihat at-Tadzkiroh bi Ahwaal al-Mautaa wa Umuur al-Akhiroh hal 511
([48]) As-Safaarini berkata, “Maka Allah memerintahkan Israfil untuk meniup sangkakala dengan tiupan yang pertama….lalu Allah memperjalankan gunung-gunung maka jadilah berjalan seperti jalannya awal, lalu menjadi fatmorganalah ia (yaitu hancur lebur dari kejauhan seperti air, namun ternyata debu-debu yang berjatuhan), dan bumi menggoncangkan penghuninya dengan segoncang-goncangnya, maka jadilah bumi seperti perahu yang ada di lautan yang dihantam oleh ombak, seperti lampu yang digantung di langit lalu digoyangkan oleh angin yang kencang, itulah yang Allah firmankan :
يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ
“pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan yang kedua” (QS An-Naziáat : 6 – 7)
Lalu bumipun memiringkan manusia yang diatasnya, maka wanita-wanita yang menyusui menjadi lalai terhadap anaknya, wanita-wanita yang hamil keguguran, anak-anak menjadi beruban, syaitan-syaitan pada kabur hingga ke ujung dunia dan langit lalu ditangkap oleh para malaikat dan dipukulah wajah-wajah mereka shingga kembali lagi. Orang-orang lari dan saling memanggil diantara mereka. Inilah yang Allah berfirman :
يَوْمَ التَّنَادِ يَوْمَ تُوَلُّونَ مُدْبِرِينَ مَا لَكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ
…hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorangpun yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah..(QS Ghofir : 32-33)
Ketika mereka dalam kondisi demikian tiba-tiba bumi menjadi naik, dari penjuru ke penjuru, lalu mereka melihat perkara yang dahsyat, kemudia mereka melihat ke langit tiba-tiba langit menjadiكَالْمُهْلِ seperti luluhan perak, lalu robeklah langit tersebut dan bintang-bintangnya berhamburan, lalu matahari dan bulan redup sinarnya….dan ini semua adalah azab yang Allah kirim terhadap manusia yang terburuk”. (Lawaami’ al-Anwaar 2/162)
([49]) HR. Muslim no. 2937. Disebutkan di dalam riwayat lain dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
ثُمَّ يَبْعَثُ اللهُ رِيحًا طَيِّبَةً، فَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ
“Kemudian Allah mengutus angin yang baik, lalu wafatlah setiap orang yang di dalam hatinya terdapat iman meskipun sebesar biji sawi.” (HR. Muslim no. 2907)
([50]) HR. Ahmad no 3844 dan sanadnya dinilai hasan oleh para pentahqiq al-Musnad