Ketika ruh dicabut (الاِحْتِضَار) dan Kematian
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
al-Ihtidhoor adalah kondisi proses seseorang akan wafat dimana ruhnya sedang dicabut oleh malaikat maut. Jika ruhnya telah terlepas dari jasadnya berarti ia telah mengalami kematian.
Syaitan datang menggoda
Tatkala seseorang menghadapi kematian maka ia akan mengalami ujian yang sangat berat. Para ulama menyebutkan bahwa setan datang kepada orang yang sedang sakaratul maut untuk menggodanya semaksimal mungkin. Karena setan hadir di dalam setiap kondisi manusia untuk mencelakakan kehidupannya, khususnya seorang mukmin yang akan meninggal. Diriwayatkan dari Jabir t berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ، فَإِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمُ اللُّقْمَةُ، فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى، ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا، وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ، فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ
“Sesungguhnya setan mendatangi salah satu dari kalian dalam setiap kondisinya, bahkan saat dia sedang makan. Apabila ada makanan yang jatuh dari kalian, maka hendaklah dia mengambilnya dan membersihkan kotorannya, kemudian memakannya, jangan membiarkannya untuk setan. Apabila sudah selesai, hendaklah dia menjilat jari-jarinya, karena dia tidak tahu dari mana keberkahan yang akan dia dapatkan.”([1])
Hadits ini merupakan dalil bahwa setan datang di setiap kondisi manusia untuk menggodanya. Terutama ketika menjelang kematiannya. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
وَلَكِنْ وَقْتُ الْمَوْتِ أَحْرَصُ مَا يَكُونُ الشَّيْطَانُ عَلَى إغْوَاءِ بَنِي آدَمَ؛ لِأَنَّهُ وَقْتُ الْحَاجَةِ وَقَدْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ: {الْأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا}
“Akan tetapi waktu akan mati merupakan kondisi yang syaitan paling semangat untuk menyesatkan anak keturunan Adam, karena itu adalah waktu yang sangat penting, sementara Nabi ﷺ bersabda,
الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sesungguhnya amal tergantung akhirnya.”([2])
Inilah kesempatan terakhir bagi setan untuk mengerahkan segala tenaganya untuk menggelincirkan manusia dari jalan yang lurus ketika menjelang kematiannya. Dia menggodanya agar kufur terhadap Allah ﷻ, ragu terhadap agamanya, berburuk sangka kepada Allah ﷻ, dibuat bimbang dengan agamanya dan seterusnya. Ini merupakan salah satu dari fitnah kehidupan dan kematian([3]) yang kita diperintahkan berdoa untuk meminta perlindungan Allah darinya dalam shalat kita dengan berdoa.
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّال
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahanam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari buruknya fitnah Al-Masih Dajal.”([4])
Di antara fitnah kehidupan dan kematian adalah saat menjelang kematiannya. Dengan doa tersebut seseorang menjadi tegar tatkala meninggal dunia, di saat setan sedang menggodanya.
Diriwayatkan dari imam Ahmad rahimahullah, anak Abdullah bin Ahmad bercerita,
حَضَرْتُ وَفَاةَ أَبِيْ أَحْمَدَ، وَبِيَدِي الخِرْقَةِ لِأَشُدَّ لِحْيَيْهِ، فَكَانَ يُغْرِقُ ثُمَّ يُفيقُ وَيَقُوْلُ بِيَدِهِ لَا بَعْدُ، لَا بَعْدُ، فَعَلَ هَذَا مِرَارًا فَقُلْتُ لَهُ يَا أَبَتِ أَيُّ شَيْءٍ مَا يَبْدُو مِنْكَ؟ فَقَالَ إِنَّ الشَّيْطانَ قائِمٌ بِحِذَائِيْ عَاضٍ عَلَى أَنَامِلِهِ يَقُولُ يَا أَحْمَدُ، فُتَّنِيْ وَأَنَا أَقُوْلُ لَا بَعْدُ، لَا بَعْدُ، حَتَّى أَموتَ
“Aku menghadiri wafatnya ayahku, Ahmad, sedangkan di tanganku ada kain untuk mengikat rahangnya. Terkadang dia pingsan, kemudian sadar, dia berkata, ‘Tidak, setelah ini, tidak, setelah ini’. Dia melakukan ini berkali-kali, lalu aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Ayahku, apa yang tampak darimu?’, dia menjawab, ‘Sesungguhnya setan sedang berdiri di sisiku, sambil menggigit jari-jemarinya (seakan-akan dia dalam kondisi putus asa), dia berkata, Wahai Ahmad engkau telah lolos dariku’. Aku berkata, ‘Tidak, setelah ini (belum, aku belum lulus darimu) sampai aku meninggal dunia’.” ([5])
Artinya setan menginginkan imam Ahmad rahimahullah agar dia merasa ‘ujub, bangga ketika itu, karena merasa sudah bisa lolos dari godaan setan. Setan berusaha sebisa mungkin untuk menjatuhkan keimanan seseorang. Sampai-sampai imam Ahmad didatangi setan menjelang wafatnya dan hendak digelincirkan olehnya. Namun, imam Ahmad rahimahullah merupakan seorang ulama yang cerdas, sehingga bisa menolak godaan setan darinya.
Kondisi orang kafir menjelang kematian
Adapun orang-orang kafir ketika menjelang kematiannya, mereka berangan-angan, meminta kepada Tuhannya agar dikembalikan ke dunia, tetapi permintaan mereka tidak dihiraukan. Berdasarkan firman Allah ﷻ,
حَتَّى إِذا جاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قالَ رَبِّ ارْجِعُونِ، لَعَلِّي أَعْمَلُ صالِحاً فِيما تَرَكْتُ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al-Mukminun: 99-100)
Orang-orang kafir meminta agar ditunda kematiannya untuk beramal saleh, akan tetapi orang-orang yang berada di sampingnya tidak mendengar dan tidak tahu sama sekali. Pertanda ini adalah perkara yang gaib, ruhnya berbicara, namun tidak terdengar sama sekali oleh orang-orang di sekelilingnya.
Selain itu, ternyata dia bertobat, namun tobatnya tidak ada artinya saat itu. Allah ﷻ berfirman,
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih (QS. An-Nisa’: 18)
Namun, ternyata tobatnya tidak ada faedahnya, karena nyawa sudah berada di kerongkongan. Oleh karenanya, ini adalah hal yang gaib. Yang tidak bisa dilihat manusia, dan itulah yang disebut dengan sakaratul maut.
Saat itu orang kafir berangan-angan untuk beriman. Allah berfirman :
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ
Orang-orang yang kafir itu seringkali menginginkan, kiranya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim (QS Al-Hijr : 2)
Ibnu Katsir berkata :
وَقِيلَ: الْمُرَادُ أَنَّ كُلَّ كَافِرٍ يَوَدُّ عِنْدَ احْتِضَارِهِ أَنْ لَوْ كَانَ مُؤْمِنًا
“Dikatakan : Maksud dari ayat ini bahwasanya setiap orang kafir ketika dalam kondisi al-ihtidhor (mau meninggal dunia) berangan-angan seandainya ia dahulu beriman” ([6])
Kondisi mukmin menjelang kematian
Ketika seseorang akan meninggal dunia, sedangkan dia adalah orang yang beriman, maka malaikat akan datang memberikan kabar gembira kepadanya. Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلاَّ تَخافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS. Fussilat: 30)
Para ulama menafsirkan bahwa maksud dari تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ adalah malaikat turun kepadanya menjelang kematiannya, yaitu ketika al-ihtidhoor. Kondisi al-ihtidhoor adalah kondisi yang sangat mengerikan lagi berat bagi seorang hamba karena dia akan meninggalkan kehidupan ini. Saat menghadapinya dia khawatir tentang masa depannya, apa yang akan dihadapinya kelak, dia teringat akan dosa-dosanya dan apa yang akan dihadapinya setelah kematian ini. Dia memikirkan apa yang akan dia dapatkan, apakah azab, siksaan atau nikmat. Banyak sekali yang dia pikirkan. Setelah itu, Allah ﷻ mengirimkan para malaikat untuk memberikan kabar gembira berupa surga bagi orang-orang yang beriman.
Ini adalah perkara gaib. Kita tidak mengetahui apa yang dialami oleh orang yang hendak meninggal dunia. Kita tidak melihat malaikat pencabut nyawa yang turun kepadanya, tidak melihat apa yang telah dilihatnya. Semuanya dalam kondisi gaib. Oleh karenanya, Allah ﷻ berfirman,
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ، وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ، وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ
“Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai di kerongkongan. Dan kamu ketika itu melihat. Dan Kami (para malaikat) lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.” (QS. Al-Waqi’ah: 83-85)
Saat itu malaikat berada di dekat orang yang dalam kondisi al-ihtidhor, sedangkan orang-orang yang berada di sekitarnya tidak melihatnya. Inilah di antara hal gaib yang tidak dilihat oleh manusia.
Kita tidak pernah tahu tentang apa yang dialami oleh orang-orang yang sedang menghadapi kematian, lantaran mereka tidak dihidupkan kembali untuk mengabarkannya.
Allah ﷻ berfirman,
كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ، وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ
“Tidak! Apabila (nyawa) telah sampai ke kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya), “Siapa yang dapat menyembuhkan?.” (QS. Al-Qiyamah: 26-27)
Ketika ruh seseorang sampai kerongkongan, maka dia tidak bisa kembali lagi, pertanda bahwa dia telah meninggal dunia. Saat itulah tobatnya tidak diterima. Diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Umar i, dari Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ، مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah U menerima tobat seorang hamba, selama ruhnya masih di kerongkongan.”([7])
Seandainya ada di antara manusia yang dihidupkan kembali dan bisa bercerita apa yang telah dialaminya, maka kita akan mendapatkan fakta dan data. Karenanya kondisi al-ihtidhor merupakan hal gaib, sedangkan hal gaib tidak bisa kita ketahui, kecuali dengan dalil.
Proses pencabutan nyawa
Ketika Allah akan mencabut nyawa seseorang maka Allah mengirim malaikat maut. Allah ﷻ berfirman:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawamu) akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. As-Sajdah: 11)
Disebutkan pada ayat di atas bahwa malaikat maut itu hanya satu, akan tetapi ia memiliki banyak anggota yaitu malaikat-malaikat lain yang membantunya dalam proses pencabutan ruh. Malaikat maut yang mencabut nyawa dan mengeluarkannya dari jasad, setelah itu diambil oleh para malaikat rahmat (jika nyawa tersebut adalah mukmin) atau diambil oleh para malaikat adzab (jika nyawa tersebut kafir) ([8]). Oleh karenanya pada ayat yang lain Allah ﷻ berfirman:
تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا
“Diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami.” (QS al-Anám : 61)
Allah ﷻ juga berfirman:
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ
“Hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya.” (QS Al-A’rof : 31)
Demikian juga, ketika Allah ﷻ mengirimkan malaikat untuk menyiksa orang-orang kafir, sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَلَوْ تَرى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَراتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ باسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ
“(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” (QS. Al-An’am: 93)
Kondisi pencabutan ruh ini begitu mengerikan. Orang-orang yang berada di sekitar orang yang sedang al-ihtidhoor tidak ada yang melihatnya, karena hal ini adalah perkara gaib. Apabila hal ini terlihat, maka tidak lagi termasuk perkara gaib. Apabila seorang mukmin yang meninggal dunia terlihat didatangi oleh para malaikat dengan kabar gembira yang dibawa untuknya dan orang kafir yang meninggal dunia terlihat didatangi malaikat dengan kondisi yang menyeramkan, tentu saja semua orang akan beriman, memeluk agama Islam dan tidak ada satu pun dari mereka yang kufur terhadap Allah ﷻ. Jika sudah demikian, artinya perkara gaib sudah diangkat.
Oleh karenanya, kondisi yang dialami oleh orang-orang yang nyawanya (ruhnya) sedang dicabut (yang disebut dengan al-ihtidhor الْاِحْتِضَارُ), hukum asalnya adalah gaib. Ketika seseorang berada pada kondisi al-ihtidhor, maka orang-orang yang berada di sekitarnya tidak mengetahui apa yang dilihatnya maupun apa saja yang terjadi padanya. Namun, terkadang Allah ﷻ menampakkan sebagian kondisi mereka bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Allah ﷻ berfirman,
وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا
“Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras” (QS. An-Nazi’at: 1)
Nyawa-nyawa orang-orang kafir yang sejatinya dicabut dengan keras, orang-orang yang berada di sekitarnya tidak ada yang menyaksikan hal itu. Tentu saja, karena hal ini merupakan perkara yang gaib. Ketika Allah ﷻ menurunkan ayat ini, benar saja tidak ada orang yang melihat akan hal tersebut. Maka dari itulah, Allah ﷻ berfirman kepada nabi Muhammad ﷺ,
وَلَوْ تَرى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَراتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ باسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ
“(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” (QS. Al-An’am: 93)
Adapun orang beriman maka nyawanya dicabut dengan penuh kelembutan. Allah berfirman
وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا
“Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut.” (QS. An-Nazi’at: 2)
Dikatakan kepada ruh orang yang beriman :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ، ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya (QS Al-Fajr : 27-28)
Kondisi seseorang (mukmin atau kafir) ketika meninggal dunia telah dijelaskan di dalam hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al-Barra’ bin ‘Azib t, beliau berkata,
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِي جِنَازَةِ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَانْتَهَيْنَا إِلَى الْقَبْرِ، وَلَمَّا يُلْحَدْ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَلَسْنَا حَوْلَهُ، كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرَ، وَفِي يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ فِي الْأَرْضِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: اسْتَعِيذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ مَرَّتَيْنِ، أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ:إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الْآخِرَةِ، نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنَ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ، كَأَنَّ وُجُوهَهُمُ الشَّمْسُ، مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ، وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ، حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ، اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٍ. قَالَ: فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ([9])، فَيَأْخُذُهَا، فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا، فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ، وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ([10])، وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ قَالَ:فَيَصْعَدُونَ بِهَا، فَلَا يَمُرُّونَ، يَعْنِي بِهَا، عَلَى مَلَإٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ، إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟ فَيَقُولُونَ: فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ، بِأَحْسَنِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانُوا يُسَمُّونَهُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يَنْتَهُوا بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَسْتَفْتِحُونَ لَهُ، فَيُفْتَحُ لَهُمْ فَيُشَيِّعُهُ مِنْ كُلِّ سَمَاءٍ مُقَرَّبُوهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي تَلِيهَا، حَتَّى يُنْتَهَى بِهِ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، فَيَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَ عَبْدِي فِي عِلِّيِّينَ، وَأَعِيدُوهُ إِلَى الْأَرْضِ، فَإِنِّي مِنْهَا خَلَقْتُهُمْ، وَفِيهَا أُعِيدُهُمْ، وَمِنْهَا أُخْرِجُهُمْ تَارَةً أُخْرَى. قَالَ: فَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ، فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ، فَيُجْلِسَانِهِ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللهُ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَيَقُولُ: هُوَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَقُولَانِ لَهُ: وَمَا عِلْمُكَ؟ فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللهِ، فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ، فَيُنَادِي مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ: أَنْ صَدَقَ عَبْدِي، فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ. قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا، وَطِيبِهَا، وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ “. قَالَ: ” وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ، حَسَنُ الثِّيَابِ، طَيِّبُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ، هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ، فَيَقُولُ لَهُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ، فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ، فَيَقُولُ: رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي، وَمَالِي. قَالَ: وَإِنَّ الْعَبْدَ الْكَافِرَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنَ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنَ الْآخِرَةِ، نَزَلَ إِلَيْهِ مِنَ السَّمَاءِ مَلَائِكَةٌ سُودُ الْوُجُوهِ، مَعَهُمُ الْمُسُوحُ، فَيَجْلِسُونَ مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ، حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَيَقُولُ: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ، اخْرُجِي إِلَى سَخَطٍ مِنَ اللهِ وَغَضَبٍ. قَالَ: فَتُفَرَّقُ فِي جَسَدِهِ، فَيَنْتَزِعُهَا كَمَا يُنْتَزَعُ السَّفُّودُ مِنَ الصُّوفِ الْمَبْلُولِ، فَيَأْخُذُهَا، فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَجْعَلُوهَا فِي تِلْكَ الْمُسُوحِ، وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَنْتَنِ رِيحِ جِيفَةٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ، فَيَصْعَدُونَ بِهَا، فَلَا يَمُرُّونَ بِهَا عَلَى مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ، إِلَّا قَالُوا: مَا هَذَا الرُّوحُ الْخَبِيثُ؟ فَيَقُولُونَ: فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ بِأَقْبَحِ أَسْمَائِهِ الَّتِي كَانَ يُسَمَّى بِهَا فِي الدُّنْيَا، حَتَّى يُنْتَهَى بِهِ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيُسْتَفْتَحُ لَهُ، فَلَا يُفْتَحُ لَهُ، ثُمَّ قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ} فَيَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: اكْتُبُوا كِتَابَهُ فِي سِجِّينٍ فِي الْأَرْضِ السُّفْلَى، فَتُطْرَحُ رُوحُهُ طَرْحًا”. ثُمَّ قَرَأَ: {وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ، فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ} فَتُعَادُ رُوحُهُ فِي جَسَدِهِ، وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ، فَيُجْلِسَانِهِ، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي، فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي، فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ، فَافْرِشُوا لَهُ مِنَ النَّارِ، وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ، فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا، وَسَمُومِهَا، وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ، وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ، قَبِيحُ الثِّيَابِ، مُنْتِنُ الرِّيحِ، فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوءُكَ، هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ، فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ، فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ، فَيَقُولُ: رَبِّ لَا تُقِمِ السَّاعَةَ
“Kami pergi bersama Nabi ﷺ mengiringi seorang jenazah dari kaum Anshar, lantas kami sampai pekuburan dan tanah belum digali. Rasulullah ﷺ duduk dan kami duduk di sekitar beliau, seolah-olah kepala kami ada burung-burung, sedangkan tangan beliau membawa dahan yang beliau pukulkan ke tanah. Beliau menengadahkan kepala beliau ke langit dan bersabda, ‘Mintalah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur’ (beliau mengucapkannya dua atau tiga kali), kemudian beliau berkisah, ‘Sesungguhnya seorang hamba mukmin jika berpisah dari dunia dan menuju akhirat, malaikat dari langit turun menemuinya dengan wajah putih seolah-olah wajah mereka seperti matahari. Mereka membawa sebuah kafan dari kafan surga dan minyak wangi dari minyak wangi surga hingga duduk disisinya (yang banyaknya malaikat tersebut) sejauh mata memandang, kemudian malaikat maut datang hingga duduk di sisi kepalanya dan berucap, ‘Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau, sambutlah olehmu ampunan Allah dan keridaan-Nya’, Beliau ﷺ bersabda, ‘Lantas ruh/jiwa tersebut mengalir sebagaimana setetes air yang mengalir keluar dari tempat air, lalu mereka mencabutnya. Jika malaikat mencabutnya, mereka tidak membiarkannya di tangannya sekejap matapun hingga ia cabut ruhnya, lalu mereka memasukkan dalam kafan dan minyak wangi dari surga tersebut, maka dia meninggal dunia sebagaimana halnya aroma minyak wangi paling harum yang ada di muka bumi’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Malaikat tersebut lantas membawa naik jenazah itu, hingga tidaklah mereka melewati malaikat-malaikat, kecuali mereka bertanya-tanya, ‘Ruh siapa yang wangi ini?’ Para malaikat menjawab ‘Ini adalah ruh si Fulan anak Fulan, mereka menyebut dengan nama terbaiknya yang manusia pergunakan untuk menyebutnya ketika di dunia’([11]), begitulah terus hingga mereka sampai ke langit dunia, lalu mereka meminta dibukakan, lantas dibukakan, maka para malaikat mengabarkan berita kematiannya kepada penghuni langit berikutnya hingga sampai ke langit ke tujuh, lantas Allah U berfirman ‘Tulislah catatan hamba-Ku di ‘iliyyin (tempat yang tertinggi) dan kembalikanlah ruh itu ke bumi, sebab dari padanyalah Aku menciptakan mereka dan ke dalamnya Aku mengembalikannya, serta dari pada nya Aku membangkitkannya lagi’. Nabi ﷺ bersabda, ‘Lantas ruhnya di kembalikan ke jasadnya,([12]) kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukkannya dan bertanya ‘Siapa Tuhanmu’, dia menjawab ‘Tuhanku Allah’, keduanya bertanya, ‘Apa agamamu?’, dia menjawab, ‘Agamaku Islam’, keduanya bertanya, ‘Siapakah laki-laki yang diutus kepadamu ini?’, dia menjawab, ‘Dia adalah Rasulullah ﷺ’, keduanya bertanya ‘apa ilmumu?’, dia menjawab, ‘Kitab Allah, sehingga aku mengimaninya dan membenarkannya’, lantas ada Penyeru dari langit berkata, ‘Hamba-Ku benar, hamparkanlah permadani surga baginya dan berilah pakaian surga dan bukakanlah pintu baginya menuju surga’, Nabi ﷺ bersabda, ‘Lantas, hamba tersebut memperoleh bau harum dan wangi surga dan kuburannya diperluas sejauh mata memandang, lalu ada laki-laki berwajah tampan datang kepadanya, berpakaian indah, wanginya semerbak, lalu dia berkata, ‘Bergembiralah dengan kabar yang menggembirakanmu, inilah hari yang dijanjikan untukmu’, dia bertanya, ‘Siapa engkau?, wajahmu mendatangkan kebaikan’, laki-laki itu menjawab, ‘Aku adalah amal salehmu’, lantas dia berdoa, ‘Wahai Rabb-ku, jadikan kiamat sekarang juga, sehingga aku bisa kembali menemui keluargaku dan hartaku’.”
“Sesungguhnya hamba yang kafir jika berpisah dari dunia (meninggal dunia) dan menjemput akhirat, dia ditemui malaikat-malaikat dari langit yang wajahnya kusam yang membawa kafan yang berwarna hitam legam terbuat dari bulu yang kasar, mereka duduk di sisinya yang malaikat tersebut banyaknya sejauh mata memandang, lalu malaikat maut datang hingga duduk di kepalanya seraya membentak, ‘Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya’, beliau ﷺ bersabda, ‘Lalu jasadnya tercabik-cabik dan malaikat tersebut mencabut ruhnya dengan keras sebagaimana dicabutnya duri yang mencabik-cabik kain basah’, lalu malaikat mencabutnya. Apabila malaikat telah mencabutnya, maka dia tidak membiarkannya sekejap matapun hingga dia dimasukkan ke dalam kain kafannya yang buruk tersebut, maka keluarlah darinya bau busuk paling menyengat di muka bumi, lalu para malaikat kemudian membawanya naik dan tidaklah mereka membawanya kepada malaikat-malaikat di langit, kecuali mereka berkata, ‘Siapa ruh busuk ini?’, para malaikat yang membawanya menjawab, ‘Ini adalah si Fulan anak si Fulan, dan mereka menyebut namanya dengan nama terburuk yang pernah ada di dunia, sehingga dia sampai ke langit dunia dan mereka meminta agar dibukakan untuknya, namun tidak dibukakan untuknya, kemudian Rasulullah ﷺ membaca ayat, ‘Tidak dibuka bagi mereka pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga hingga unta masuk lubang jarum” (QS. Al-A’raf: 40). Setelah itu Allah U berfirman, ‘Catatlah kitabnya dalam sijjin (di bumi paling rendah), lalu ruhnya dibuang sejauh-jauhnya dengan kasar, kemudian beliau ﷺ membaca ayat, ‘Siapa yang menyekutukan Allah, maka seolah-olah dia tersungkur dari langit lantas burung menyambarnya atau sebagaimana diterbangkan angin di tempat jauh(QS. Al-Hajj: 31). Setelah itu, ruhnya dikembalikan ke dalam jasadnya, lalu ada dua malaikat mendatanginya dan mendudukkannya dan bertanya, ‘Siapa Tuhanmu?’, dia menjawab, ‘Ha, ha (ketakutan) saya tidak tahu?’, kedua malaikat itu bertanya lagi, ‘Apa agamamu?’, dia menjawab, ‘Ha, ha (ketakutan) saya tidak tahu?’, mereka bertanya lagi, ‘Siapa laki-laki yang diutus untukmu?’, dia menjawab, ‘Ha, ha (ketakutan) saya tidak tahu?’, lalu ada penyeru langit berkata, ‘Dia telah berdusta, hamparkan baginya permadani neraka dan bukakanlah pintu dari alam barzakhnya!’, maka malaikat membuka pintu neraka baginya dengan segala panasnya dan letupannya, sedangkan kuburannya menghimpitnya hingga tulang-tulangnya remuk. Setelah itu ada laki-laki yang datang, di mana wajahnya menyeramkan, pakaiannya buruk, baunya busuk dan berkata, ‘Bergembiralah engkau dengan segala hal yang menyusahkanmu. Inilah harimu yang dijanjikan bagimu, lalu dia bertanya. ‘Siapa engkau dengan wajahmu yang sedemikian menyeramkan dan membawa keburukan ini?’, laki-laki itu menjawab, ‘Aku adalah amal burukmu’, setelah itu dia berdoa, ‘Wahai Rabb-ku, janganlah engkau tegakkan hari kiamat’.” ([13])
Di dalam hadits tersebut menceritakan tentang perjalanan orang yang meninggal dunia, baik dia adalah seorang yang saleh dan orang yang ahli maksiat. Janazah dari orang yang gemar melakukan amal saleh, maka dia akhir perjalanannya dia ingin agar disegerakan tiba hari kiamat, karena banyaknya pahala yang menantinya. Sedangkan bagi orang yang gemar melakukan kemaksiatan dan perbuatan dosa, di akhir perjalanannya di alam barzakh, dia berharap agar tidak ditegakkan hari kiamat, karena dia tidak ingin disiksa dengan siksaan yang lebih parah.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ، فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ نَعِيمٍ
“Jika dia (orang yang mati) itu termasuk yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga (yang penuh) kenikmatan.” (QS. Al-Waqi’ah : 88-89)
Golongan pertama yang Allah maksud dalam ayat ini adalah golongan As-Saabiquun. Mereka golongan As-Saabiquun, tatkala meninggal dunia akan merasakan kegembiraan, dan bahkan rezeki tatkala ruhnya akan dicabut([14]). Hal ini sama seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu’.” (QS. Fushshilat : 30)
Maka orang-orang yang tergolong dalam golongan As-Saabiquun, dia akan melihat kenikmatan di hadapannya tatkala dia hendak meninggal dunia, sehingga dia akan bahagia, senang, dan tenteram([15]).
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ، فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ
“Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka, ‘Salam bagimu (wahai) dari golongan kanan’. (sambut malaikat).” (QS. Al-Waqi’ah : 90-91)
Ashabul Yamiin tentunya juga masuk ke dalam surga, mendapat kenikmatan-kenikmatan sebagaimana golongan As-Saabiquun, akan tetapi derajat Ashabul Yamiin berada di bawah As-Saabiquun.
Adapun perkataan salam malaikat artinya adalah malaikat menyampaikan kepada orang-orang Ashabul Yamiin bahwa mereka akan selamat setelah ruh keluar dari jasad mereka. Meskipun mungkin selama di dunia mereka tidak selamat dari caci maki dan hinaan, tidak selamat dari penyakit, tidak selamat dari gangguan orang lain, akan tetapi ketika ruh telah keluar maka mereka akan selamat seluruhnya.([16])
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman.
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ، فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ، وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ
“Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan dan sesat, maka dia disambut siraman air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka.” (QS. Al-Waqi’ah : 92-94)
Adapun golongan ketiga, yaitu Ashabu Asy-Syimaal, tatkala mereka hendak dicabut ruhnya, maka mereka akan disambut dengan siraman air yang mendidih, dan setelah itu mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.([17])
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ، فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
“Sungguh, inilah keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.” (QS. Al-Waqi’ah : 95-96)
Sebagian ulama menafsirkan bahwa kondisi orang yang akan meninggal menjadi tiga model inilah yang dimaksud sebagai keyakinan yang pasti terjadi. Sehingga kita harus menyiapkan diri kita, karena kita pasti menjadi salah satu dari tiga golongan tersebut. Maka kemudian tinggal kita memilih mau termasuk golongan orang yang muqarrabiin (As-Saabiquun), Ashabul Yamiin, atau bahkan Ashabu Asy-Syimaal([18]). Akan tetapi setiap golongan ada konsekuensi yang harus diterima.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([2]) Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah 4/255-256, adapun hadits HR. Bukhari no. 6493
([3]) Lihat Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah 4/255
([5]) At-Tadzkirah Bi Ahwaali Al-Mautaa wa Ummuril Aakhirah, karya Al-Qurthubi, 1/186
([6]) Tafsir Ibnu Katsir 4/524
([8]) Lihat Syarh al-Áqidah at-Thohawiyah, Ibn Abil Ízz al-Hanafi 2/562.
Dan hal ini sebagaimana ditunjukan dengan jelas oleh hadits al-Baro’ bin Ázib -akan datang penyebutannya-
([9]) Siqa’ adalah tempat air yang terbuat dari kulit. Gambaran nyawa orang saleh yang dicabut adalah seperti orang yang menumpahkan air hingga tak tersisa, kecuali satu tetes yang tersisa. Tentunya tetesan air tersebut akan keluar dengan pelan-pelan. Nyawa tersebut keluar dengan tenang tanpa ada halangan sedikit pun seperti tetesan air terakhir yang keluar dari tempatnya.
([10]) Hanut adalah sejenis minyak wangi dari surga yang disebarkan ke tubuh jenazah dan kain kafannya.
([11]) Mungkin dahulu dia memiliki suatu nama, lalu mengganti nya, maka pada saat itu dia akan disebutkan dengan nama yang disukai.
([12]) Disebutkan di dalam riwayat Abu Sa’id Al-Khudri t, bahwa Rasulullah e bersabda,
إِذَا وُضِعَتِ الجِنَازَةُ، وَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ، فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً، قَالَتْ: قَدِّمُونِي، وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ، قَالَتْ: يَا وَيْلَهَا أَيْنَ يَذْهَبُونَ بِهَا؟ يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الإِنْسَانَ، وَلَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ
“Apabila jenazah telah diletakkan dan dibawa oleh orang-orang di atas pundak mereka, jika dia jenazah yang saleh, maka dia akan berkata, ‘segerakanlah aku’. Namun, jika dia jenazah selain orang saleh, maka dia akan berkata, ‘Celakanya, kemana mereka akan membawa jenazah ini?’, semua makhluk mendengarnya, kecuali manusia, jika mereka mendengarnya, niscaya bisa pingsan’.” (HR. Bukhari no. 1314)
Karena, sejatinya ruh yang saleh ingin cepat kembali ke jasadnya, untuk mendapatkan kenikmatan di alam barzakh. Oleh karenanya, di antara sunahnya adalah seseorang segera dikuburkan.
([13]) HR. Ahmad, no. 18534 dengan sanad sahih
([14]) Lihat: Tafsir Al-Baghawiy 8/25
([15]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/548
([16]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 17/233