Tugas-Tugas Para Nabi
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Tugas dari para nabi sangatlah banyak. di antaranya adalah:
Pertama : Mengenalkan Tuhan (Allah) kepada manusia.
Allah ﷻ adalah gaib, akal manusia hanya mengetahui sifat-sifat Allah ﷻ secara global saja seperti Allah ﷻ Maha kuasa, Allah ﷻ berkehendak, Allah ﷻ itu ada, Allah ﷻ Maha sempurna dan yang lainnya. Hal ini karena ilmu manusia di bangun atas logika dari apa yang dirasakan oleh pancaindra. Adapun tentang sifat-sifat Allah ﷻ secara detail, seperti sifat Allah ﷻ الحَلِيْمُ (Maha lembut), الغَفُوْرُ (Maha Pengampun) dan yang lainnya, maka logika manusia tidak berjalan dan juga otak manusia tidak mampu mencapainya. Hal ini karena Allah ﷻ tidak bisa dikiaskan dengan makhluk-Nya. Oleh karena itu, Allah ﷻ mengutus para nabi kepada hamba-hamba-Nya untuk mengenalkan tentang hakikat Allah ﷻ dan juga mengabarkan tentang sifat-sifat-Nya.
Jika kita membaca tentang bagaimana orang-orang Falasifah Yunani seperti Protagoras, Sokrates, Plato, Aristoteles dan yang lainnya, maka kita dapati mereka adalah orang yang sangat cerdas dan tidak satu pun yang meragukan hal itu. Mereka berbicara tentang matematika, fisika, kimia, kemanusiaan, politik, dan ilmu-ilmu yang lainnya. Sampai saat ini pun pemikiran-pemikiran mereka dipakai untuk ilmu-ilmu itu. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika mereka berbicara tentang perkara yang gaib seperti berbicara tentang ketuhanan, maka mereka terjatuh dalam kesalahan. Hal ini karena perkara yang gaib itu tidak bisa dijangkau oleh akal manusia. Otak manusia tidak sampai untuk memikirkan hal tersebut.
Mengetahui tentang tuhan, haruslah dengan wahyu. Oleh karenanya, para rasul menyampaikan firman-firman Allah ﷻ yang berisikan tentang hakikat ketuhanan. Seakan Allah ﷻ memperkenalkan diri-Nya kepada manusia lewat firman-firman-Nya melalui para rasul. Setiap lembar Al-Quran akan didapati sifat-sifat Allah ﷻ. Hal ini agar kita mengetahui siapa Tuhan yang kita sembah, agar kita benar-benar mengagungkan Tuhan tersebut, agar kita khusyuk dalam beribadah kepada Tuhan tersebut, agar kita takut pada Tuhan tersebut, agar kita cinta kepada Tuhan tersebut, dan masih banyak yang lainnya. Siapa yang menjelaskan ini semua? Jawabannya adalah para nabi. Akal dan logika manusia tidak akan sampai tanpa penjelasan dari para rasul.
Memang benar akal manusia adalah hebat. Akan tetapi akal membutuhkan cahaya untuk menerangi. Memang akal bisa mengantarkan manusia untuk meyakini ada Tuhan yang maha sempurna, akan tetapi bagaimana sifat-sifat Tuhan tersebut secara detail?, maka akal tidak mampu, akal memerlukan wahyu untuk memberi penerangan. Jika dimisalkan, maka akal dan wahyu itu seperti halnya mata dan cahaya. Mata tanpa cahaya, maka mata tidak akan bisa melihat. Jikalau pun bisa melihat, maka terbatas dan akan tidak jelas. Adapun jika ada cahaya, maka mata bisa melihat dengan secara jelas.
Kedua : Untuk mengenalkan tugas makhluk (manusia) kepada Tuhan, dan cara menjalankan tugas tersebut.
Allah ﷻ berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”([1])
Dari sini kita dapat mengetahui bahwasanya kita tidak boleh melakukan ibadah kecuali syariat yang datang dari Nabi ﷺ, sebab Nabi ﷺ diutus untuk menjelaskan cara beribadah. Ini sesuai dengan makna وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ yaitu menaati perintah Nabi ﷺ, meninggalkan larangan Nabi ﷺ, dan tidak beribadah kepada Allah ﷻ kecuali dengan syariat Nabi ﷺ.
Ketiga : Memberi kabar gembira dan peringatan.
Memberi kabar gembira kepada manusia dengan adanya surga di akhirat, dan memberi peringatan kepada manusia dengan adanya neraka di akhirat. Yaitu menjelaskan kepada manusia tentang kenikmatan yang akan ia peroleh di akhirat jika bertakwa kepada Allah, dan sebaliknya adzab yang akan ia peroleh jika membangkang kepada Allah.
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ، وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik (QS Al-Anám : 48-49)
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS An-Nisa : 165)
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا
Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan (QS Al-Kahfi : 56)
Keempat : Menjelaskan syariat secara detail.
Allah lebih tahu tentang apa yang lebih maslahat bagi manusia dari manusia itu sendiri, sebab Allah ﷻ lah yang menciptakan manusia. Pencipta mengetahui tentang apa yang diciptakannya. Oleh karena itu, Allah ﷻ turunkan syariat (Al-Quran dan hadits).
Al-Quran merupakan sumber kebahagiaan bagi manusia. semakin kita dekat dengan Al-Quran, maka kita akan bahagia. Semakin kita menjalankan isi Al-Quran, maka kita akan bahagia. Akan tetapi kenyataannya sebagian manusia tidak menghiraukan Al-Quran, bahkan pergi meninggalkan Al-Quran. Maka terjadilah apa yang terjadi, kesusahan dan kesedihan merangkup kehidupan. Allah ﷻ,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.”([2])
Kelima : Untuk menjadi teladan.
Karena sebab ini Allah ﷻ mengutus rasul dari kalangan manusia, bukan dari kalangan malaikat. Inilah hikmah yang tidak bisa dipahami oleh orang-orang musyrik dahulu yang mana mereka melakukan protes, mereka ingin yang menjadi rasul adalah malaikat. Allah ﷻ berfirman,
وَقَالُوا مَا لِهَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
“Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?”([3])
Keenam : Untuk menegakan hujjah dan meniadakan udzur/alasan pada hari kemudian. Karena jika para rasul tidak diutus maka orang-orang kafir akan minta udzur pada hari kiamat kelak.
Allah berfirman :
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS An-Nisa : 165)
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari´at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: “Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Maidah : 19)
وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ
(ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Apakah jawabanmu kepada para rasul? (QS Al-Qoshosh :65)
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ، قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?. Mereka menjawab: “Benar ada”, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar” (QS Al-Mulk : 8-9)
وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?” Mereka menjawab: “Benar (telah datang)”. Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir (QS Az-Zumar : 71)
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir (QS Al-Anám : 130)
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.