Tafsir Surat Al-Quraisy
Para ulama sepakat bahwasanya Surat Al-Quraisy adalah surat Makiyyah yang diturunkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sebelum berhijrah ke kota Madinah, dan pokok pembicaraan surat ini berkaitan tentang Quraisy. Dalam suatu hadits disebutkan tentang Quraisy, Nabi bersabda:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِبْرَاهِيمَ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ بَنِي كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قُرَيْشًا وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ
“Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari keturunan Isma’il dan Allah memilih Quraisy dari keturunan Kinanah. Allah memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan Allah memilih aku dari keturunan Bani Hasyim.” (HR Muslim no. 2276)
Quraisy adalah kabilah yang paling mulia di Jazirah Arab, mereka kabilah yang juga diamanahi untuk mengatur beberapa urusan-urusan di kota Makkah sehingga Allah mengkhususkan penyebutan mereka di dalam surat ini.
Disebutkan bahwasanya surat Al-Quraisy memiliki dua nama, yaitu surat Al-Quraisy itu sendiri, dan surat li iilafi quraisy.
Sebagian ulama mengatakan bahwasanya surat Al-Fiil bersambung dengan surat Al-Quraisy, artinya ayat terakhir pada surat Al-Fiil langsung bersambung dengan ayat awal pada surat Al-Quraisy sehingga menjadi satu surat. Namun jumhur ulama berpendapat bahwa kedua surat tersebut adalah surat yang berbeda. Sebagaimana yang bisa dijumpai pada mushaf rasm utsmani yang tersebar, karena kedua surat tersebut terpisahkan dengan بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ yang selalu didatangkan di awal surat. Meskipun kedua surat ini terpisah namun secara kandungan makna maka para ahli tafsir sepakat bahwa kedua surat ini berkaitan.
Allah berfirman:
- لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy”
Suku Quraisy adalah semua keturunan النَّضْرِ بْنِ كِنَانَةَ An-Nadhor bin Kinaanah (lihat Tafsir al-Baghowi 8/546). Dan Nadhor bin Kinaanah adalah kakek Nabi yang 13, karena Nasab Nabi adalah sebagai berikut :
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنَافِ بْنِ قُصَيِّ بْنِ كِلَابِ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كَعبِ بْنِ لؤَيِّ بْنِ غالِبِ بْنِ فِهْرِ بْنِ مَالِكِ بْنِ النَّضْرِ بْنِ كِنَانَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ مُدْرِكَةَ بْنِ إِلْيَاسَ بْنِ مُضَرَ بْنِ نِزَارِ بْنِ مَعَدِّ بْنِ عَدْنَانَ
Muhammad bin ‘Abdillāh bin ‘Abdil Muththalib bin Hāsyim bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghālib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinānah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyās bin Mudhar bin Nizār bin Ma’ad bin Adnān. (Shahih Al-Bukhari 5/45)
Ada juga yang berpendapat bahwa Qurasiy adalah keturunan Fihr bin Malik, kakek Nabi yang ke 12. Namun al-Qurthubi menguatkan pendapat yang pertama (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/202)
Ini menunjukan bahwa Quraisy adalah suku yang sangat besar. Sehingga tatkala itu penghuni kota Mekah seluruhnya dari suku Quraisy (Lihat At-Tahriir wa at-Tanwiir 30/556)
Adapun makna إِيلَافِ pada ayat ini adalah bersatu, dari kata kerja آلَفَ yang semakna dengan أَلَّفَ, yang maknanya adalah التَأَلُّفُ persatuan. Sehingga maksud dari ayat ini adalah tentang persatuan orang-orang Quraisy yang tinggal di kota Mekkah dan mereka aman di kota Mekkah. Atau tentang “persatuan/penggabungan” dua rihlah/perjalanan yang biasa dilakukan oleh orang-orang Quraisy untuk berdagang saat musim dingin dan musim panas. Jika musim dingin mereka ke Yaman, dan jika musim panas mereka ke negeri Syam.
Sehingga makna ayat ini adalah Allah telah menghancurkan tentara bergajah “Karena Allah ingin menjaga persatuan orang-orang Quraisy”. Atau : Allah telah menghancurkan tentara bergajah “Agar kaum Quraiys tetap bisa menyatukan/menggabungkan antara dua perjalanan mereka di waktu musim dingin dan musim panas sehingga keduanya tidak terputus”. (Lihat Lisanul ‘Arob 9/10)
Kedua perkara di atas bisa terjadi karena Allah memberi keamanan kepada mereka. Jika seandainya kemanan mereka dicabut oleh Allah (diantaranya dengan mereka dikalahkan oleh pasukan bergajah) maka tidak bisa bersatu dan mereka akan bercerai berai sebagaimana suku-suku yang lain, dan mereka juga tidak bisa menggabungkan dua perjalanan mereka (lihat Tafsir al-Baghowi 8/547).
Allah berfirman:
- إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
“(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas”
Kemudian Allah berfirman:
- فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka’bah)”
Allah telah memberi berbagai macam kenikmatan, Allah menganugerahi ketenangan, Allah memberi keamanan dan penghormatan dari kabilah-kabilah lain. Maka seharusnya mereka menyembah pemilik Ka’bah saja yaitu Allah.
Kemudian Allah berfirman :
- الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“Yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”
Ini merupakan kenikmatan yang luar biasa yang Allah berikan kepada orang-orang Quraisy. Mereka tidak pernah kelaparan di kota Mekkah, padahal kota Mekkah tandus dan kering tanpa ada tumbuhan, tidak ada sungai dan lautan, namun mereka tidak pernah kelaparan.
Kemudian mereka juga tidak ditimpa ketakutan akan diganggu orang lain karena manusia menghormati Mekkah. Sehingga barang siapa yang memasuki kota Mekkah maka dia akan merasa aman. Sesungguhnya keamanan merupakan kenikmatan tersendiri, bahkan seseorang yang memiliki harta tetapi tidak aman maka dia tidak akan hidup tenteram. Seseorang dikatakan tenteram jika kebutuhan duniawinya terpenuhi dan dia merasa aman. Sungguh benar sabda Nabi:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR Ibnu Majah no. 4141)
Inilah hakikat ketenteraman. Suatu negara yang tidak ada rasa aman di dalamnya, maka pasti akan terjadi kekacauan, semua orang akan berani bertindak, semua orang akan main hakim sendiri dan pemerintah tidak akan dihargai lagi.
Intinya surat Al-Quraisy memberikan pelajaran apabila seseorang diberikan kenikmatan dan kemudahan oleh Allah maka hendaknya dia bersyukur kepada Allah. Sebagaimana Allah menyatakan kepada orang Kafir Quraisy bahwa mereka diberikan keamanan dan kemudahan serta rezeki sehingga Allah memerintahkan untuk menyembah-Nya semata.