KHUTBAH JUM’AT – ANAK TUHAN
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستهديه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الل
ه وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي معده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Surah al-ikhlas adalah surah yang sangat agung dalam Al-Quran, saking begitu agungnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“qul huwallahu ahad (surah al-ikhlas) nilainya seperti sepertiga dari Al-Quran.” ([1])
Hal itu dikarenakan surat Al-Ikhlas dinamakan dengan al-ikhlas yaitu pemurnian meskipun dalam surah tersebut tidak terdapat lafal al-ikhlas namun maknanya adalah surah yang dimurnikan khusus untuk menjelaskan tentang keagungan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang maha esa. Surah ini turun disebabkan sekelompok orang-orang musyrik yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata
انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ}
“(wahai Muhammad) sifatkanlah kepada kami Rabbmu, maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ}.” ([2])
Inilah surah yang agung yang isinya khusus untuk membahas tentang sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang maha agung, yang kalau mau kita katakan dengan bahasa yang sederhana sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala sedang menurunkan suatu surah yaitu surah al-ikhlas yang isi yang terkandung di dalamnya berupa syarat-syarat tuhan,
Syarat pertama: tuhan adalah yang maha esa. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)
Maka jika ada tuhan berbilang tidak pantas untuk menjadi tuhan.
Syarat kedua: yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala,
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
“Allah tempat meminta segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas: 2)
Yaitu Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak membutuhkan kepada siapa pun dan seluruhnya membutuhkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka jika ada sesuatu yang dia masih membutuhkan kepada yang lainnya atau dia masih membutuhkan untuk tidur, masih membutuhkan untuk makan , atau masih butuh untuk dipahat misalnya maka dia bukan lah tuhan.
Syarat ketiga: yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala,
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlas: 3)
Maka jika ternyata ada sesuatu yang dia melahirkan atau dilahirkan maka dia tidak pantas untuk menjadi tuhan.
Syarat keempat: yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَلَمْ يَكُنْ لَّه كُفُوًا اَحَدٌ
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 4)
Maka jika ada sesuatu yang setara dengan dia maka dia tidak pantas untuk menjadi tuhan.
Inilah 4 syarat yang kalau kita terapkan kepada tuhan-tuhan selain Allah subhanahu wa ta’ala maka tidak ada yang dapat memenuhi persyaratan ini, tuhan manapun. Yang hanya memenuhi 4 persyaratan sebagai tuhan hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala.
Oleh karenanya kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala tatkala Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita beragama Islam, satu-satunya agama yang mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala, dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak menerima agama yang lain, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali Imran: 19)
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfriman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nashrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” ([3])
Karena seluruh agama selain Islam tidak mengajarkan kepada Tauhid, karena agama selain Islam ada yang mengajarkan penyembahan terhadap sapi, ada yang mengajarkan terhadap penyembahan terhadap batu, ada yang mengajarkan penyembahan terhadap jin, ada yang mengajarkan penyembahan terhadap malaikat, ada yang mengajarkan penyembahan terhadap manusia, ada yang mengajarkan penyembahan terhadap nabi, ada yang mengajarkan penyembahan terhadap orang yang sudah meninggal, ada yang mengajarkan penyembahan terhadap matahari, dan ada yang mengajarkan penyembahan terhadap rembulan. Apakah semua ini mau disamakan dengan Islam yang mengajarkan penyembahan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala satu-satunya Pencipta yang maha esa. Oleh karenanya seseorang hendaknya berusaha untuk terus mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala dan berusaha untuk meninggal dalam keadaan mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala.
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من كل ذنب وخطيئة فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه.
Telah kita sebutkan di antara syarat tuhan yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam surah Al-Ikhlas adalah
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ
“(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlas: 3)
Karena jika Allah subhanahu wa ta’ala melahirkan atau Allah subhanahu wa ta’ala memiliki anak maka anaknya mau berapa? Berapa anak yang Allah subhanahu wa ta’ala harus lahirkan? Jika tuhan dilahirkan berarti dia sebelumnya tidak ada. Kemudian jika Allah subhanahu wa ta’ala memiliki anak maka anak tersebut juga pantas untuk disembah karena dia merupakan bagian dari bapaknya dan melazimkan bahwasanya ada yang setara dengan tuhan, oleh karenanya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ
“Katakanlah, jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (QS. Az-Zukhruf: 81)
Oleh karenanya di antara dosa besar dan termasuk kesyirikan yang sangat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala yaitu menyatakan Allah subhanahu wa ta’ala punya anak. Dan Allah subhanahu wa ta’ala murka dan Dia menganggap itu suatu ejekan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam: 88-93)
Dan juga Allah subhanahu wa ta’ala ingatkan dalam ayat yang lain
وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
“Dan (Al-Quran) untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: “Allah mengambil seorang anak”. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al-Kahfi: 4)
Allah subhanahu wa ta’ala juga mengatakan dalam hadits qudsy yang dirirwayatkan oleh imam Al-Bukhori,
كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ يُعِيدَنِي، كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا الأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفْئًا أَحَدٌ ”
“’Anak Adam telah mendustakan-Ku, padahal ia tidak pantas untuk mendustakan-Ku. Dan ia juga telah mencaci-Ku padahal ia tidak pantas untuk mencaci-Ku. Ada pun kedustaanya padaku adalah ungkapannya, ‘Dia tidak akan membangkitkan aku kembali sebagaimana ia telah menciptakanku pertama kali.’ Padahal penciptaan yang pertama tidak lebih mudah daripada hanya sekedar mengembalikannya. Adapun caci makinya pada-Ku adalah ungkapannya, ‘Allah telah mengambil anak.’ Sementara Aku adalah Yang Maha Esa, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang serupa Dengan-Ku.'” ([4])
Ma’asyirol Muslimin, sesungguhnya meyakini Allah subhanahu wa ta’ala punya anak bukan hal yang baru, bukan prodak orang-orang Yahudi dan bukan prodak orang-orang Nasrani, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At-Taubah: 30)
Maka orang-orang Yahudi pernah mengagungkan ‘Uzair seorang wali Allah subhanahu wa ta’ala yang sangat saleh, dan ada yang mengatakan bahwa dia seorang nabi yang ketika Taurat dilupakan tiba-tiba Allah subhanahu wa ta’ala mengilhamkan kepadanya sehingga dia mendiktekan Taurat kepada Bani Israil tatkala itu. Karena saking mereka mengagungkan ‘Uzair akhirnya mereka mengatakan ‘Uzair putra Allah subhanahu wa ta’ala. Dan orang-orang Nasrani mengagungkan nabi Isa ‘alaihis salam, saking mereka mengagungkan nabi Isa mereka mengatakan nabi Isa adalah putra Allah subhanahu wa ta’ala. Sesungguhnya mengatakan Allah subhanahu wa ta’ala mempunyai anak adalah bukan hal yang baru, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ “mereka meniru perkataan orang-orang musyrikin yang terdahulu”. Dan kita tahu bahwa orang-orang musyrikin Arab juga meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki anak, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَٰنِ إِنَاثًا ۚ أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ ۚ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ
“Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.” (QS. Az-Zukhruf: 19)
Demikian juga sebelumnya. Misalnya orang-orang Yunani memiliki keyakinan bahwasanya dewa memiliki anak sebagaimana yang mereka katakan dalam sejarah mereka misalnya Herkules adalah putra dari Zeus, demikian juga sebagian orang-orang Hindu meyakini bahwasanya Krisna adalah titisan dari dewa yang mereka sembah. Maka perkataan tuhan punya anak bukanlah perkara yang baru, dan itu merupakan perkara yang sangat mungkar dan sangat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala, oleh karenanya Allah subhanahu wa ta’ala mengkafirkan orang-orang Nasrani bukan karena mereka berbuat zalim dan bukan karena mereka membunuh, akan tetapi karena mereka terjerumus dalam kesyirikan yaitu mengatakan Allah subhanahu wa ta’ala punya anak, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Maidah: 72-73)
Maka dalam khutbah ini khotib ingatkan karena sebentar lagi akan ada hari peringatan kelahiran tuhan. Maka Islam mengajarkan kita untuk kita toleransi masing-masing menjalankan keyakinannya, akan tetapi toleransi tidak mengharuskan kita untuk ikut serta dalam perayaan agama mereka. dan tidak boleh seseorang mengucapkan selamat hari natal kepada kaum Nasrani, karena ucapan tersebut menunjukkan kita setuju dan kita mendukung terhadap apa yang mereka lakukan, dan itu adalah hari yang sangat mungkar, hari di mana mereka meyakini Allah subhanahu wa ta’ala punya anak, hari yang dimurkai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, hari yang menyatakan pernyataan Allah subhanahu wa ta’ala punya anak yang ampir menjadikan langit hancur, dan yang menjadikan gunung hampir hancur, dan Allah subhanahu wa ta’ala murka dengan perkataan tersebut, dan menjadikan Allah subhanahu wa ta’ala mengkafirkan mereka. maka tidak boleh seseorang mengatakan selamat hari natal kepada orang-orang Nasrani, hukumnya haram. Karena seakan-akan dia berkata: “selamat berbuat kesyirikan , dan dia tersenyum dengan kesyirikan tersebut, dia bangga terhadap kesyirikan tersebut, maka ini tidak boleh, tidak mengucapkan hal tersebut kepada orang-orang Nasrani yang sedang merayakan hari kelahiran nabi Isa sebagai tuhan bukan sebagai nabi yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan Ibnul Qoyyim rahimahullah ta’ala berkata: bahwasanya mengucapkan selamat perayaan hari-hari kesyirikan lebih buruk daripada mengucapkan selamat minum khomr, selamat berzina, dan selamat membunuh. Mengapa demikian? Karena dalam Islam kesyirikan dosa yang paling besar, dosa syirik lebih besar dari pada dosa membunuh, dosa syirik lebih besar dari pada dosa berzina, dosa syirik lebih besar dari pada makan harta riba, dan dosa syirik lebih besar daripada dosa durhaka kepada orang tua. Maka jika seseorang mengucapkan selamat hari natal hendaknya dia berpikir seribu kali sebelum mengucapkannya. Apakah dia bergembira dengan kesyirikan yang sangat dimurkai oleh Allah subhanahu wa ta’ala? Namun bukan berarti kemudian kita memusuhi mereka karena Islam mengajarkan kita untuk toleransi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk ke Madinah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang-orang Yahudi dengan ibadah mereka, dan bukan berarti kita toleransi melazimkan kita untuk kita ikut serta dalam ibadah mereka, toleransi mengajarkan kita untuk mengetahui ada perbedaan yang perbedaan tersebut kita jaga, biarkan mereka melaksanakan acara mereka namun kita tidak ikut serta untuk bersenang-senang dalam acara tersebut.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
للَّهمَّ اغفِرْ لنا ما قَدَّمنا وما أَخَّرْنا وما أَسْرَرْنا ومَا أعْلَنْا وما أَسْرفْنا وما أَنتَ أَعْلمُ بِهِ مِنِّا، أنْتَ المُقَدِّمُ، وَأنْتَ المُؤَخِّرُ لا إله إلاَّ أنْتَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
_______________________________
([2]) HR. At-Tirmidzi no 3364. Dan dikatakan oleh Al-Albani hadits ini hasan