Khutbah Jumat – Mahalnya Hidayah
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي بعده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم ونفسي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya nikmat teragung adalah nikmat Islam, yang merupakan satu-satunya agama yang benar di alam semesta ini. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam.” (QS. Ali-‘Imran : 16)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Ali-‘Imran : 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nasrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”[1]
Kita melihat ada miliyaran manusia di permukaan bumi ini, masih banyak di antara mereka yang belum mendapatkan hidayah Islam, masih banyak di antara mereka yang Atheis, masih banyak di antara mereka yang masih menyembah makhluk dengan berbagai macam bentuk sembahan mereka. Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala memilih kita untuk bisa menyembah Rabb semesta alam, Allah Subhanahu wa ta’ala. Sungguh ini adalah nikmat yang luar biasa dan merupakan nikmat yang harus kita syukuri.
Sesungguhnya nikmat hidayah adalah hak Allah Subhanahu wa ta’ala, yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala berhak memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Subhanahu wa ta’ala juga berhak menahannya dari siapa yang Dia kehendaki. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am : 125)
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
“Barangsiapa yang Allah memberinya petunjuk, niscaya tidak ada yang akan menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatka, niscaya tidak ada yang bisa menunjukinya (kepada hidayah).”[2]
Sesungguhnya hidayah tidaklah diperoleh dengan kecerdasan. Jika sekiranya hidayah berbanding lurus dengan hidayah, niscaya orang-orang cerdas dari Eropa, Jepang, dan yang lainnya tentu lebih utama untuk mendapatkan hidayah. Akan tetapi kecerdasan yang mereka miliki ternyata malah membuat di antara mereka ada yang menyembah matahari, ada yang menyembah nabi, ada yang mneyembah batu.
Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Namun sebaliknya, barangsiapa yang telah ditetapkan kesesatan baginya, maka tidak ada yang bisa memberikan hidayah baginya. Meksipun jalan-jalan hidayah telah terbuka, selama Allah tidak memberinya hidayah, maka dia tetap tidak akan memeluk agama Islam.
Lihatlah orang-orang munafik, mereka tinggal bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengerti Bahasa Arab, mereka paham isi Alquran, mereka shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkadang mereka juga ikud berjihad bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mlihat mukjizat-mukjizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka selalu meghadiri majelis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi mereka tidak beriman.
Lihat pula orang-orang Yahudi yang tahu benar tentang kebenaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya).” (QS. Al-Baqarah : 146)
Orang-orang Yahudi benar-benar mengetahui tentang kebenaran atas kenabian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi mereka tidak beriman karena hasad dan dengki kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, beliau mendakwahi ayahnya dengan penuh santun dan bijak, akan tetapi ayah yang sangat dia cintai ternyata tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Lihatlah Nabi Nuh ‘alaihissalam yang berdakwah hingga 950 tahun, dengan sabar siang dan malam beliau berdakwah dengan berbagai metode dan cara, akan tetapi istri dan anaknya tidak beriman dan meninggal dalam kondisi kafir.
Lihatlah Nabi Luth ‘alaihissalam, ternyata istrinya juga tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Bahkan lihatlah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berdakwah dengan penuh lemah lembut kepada keraba dan pamannya, akan tetapi pamannya Abu Lahab meninggal dalam kondisi kafir. Kemudian pamannya Abu Thalib yang selalu membela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang sangat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cintai pula, ternyata meninggal dalam kondisi musyrik. Sampai-sampai karena meninggalna Abu Thalib, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedih dan berkata,
لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ، مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ
“Aku akan memintakan ampun untukmu selama aku tidak dilarang.”[3]
Akan tetapi kemudian turun dua ayat yang menegur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.” (QS. At-Taubah : 113)
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)
Sungguh meskipun sebab-sebab hidayah sangatlah luar biasa, akan tetapi jika Allah Subhanahu wa ta’ala tidak membuka hati seseorang, maka dia akan beriman. Akan tetapi sebaiknya, ketika pintu kesesatan berada di mana-mana meliputi seseorang, akan tetapi jika Allah menghendaki hidayah baginya, maka Allah akan beri hidayah baginya sebagaimana istri Fir’aun. Lihatlah istri Fir’aun yang tinggal di kerajaan suaminya, sedangkan suaminya adalah orang yang paling membangkang perintah Allah Subhanahu wa ta’ala, dan orang yang paling kafir di alam semesta ini, akan tetapi ternyata dia beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala sebagaiman disebutkan dalam firmanNya,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, ‘Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim’.” (QS. At-Tahrim : 10)
Oleh karenanya barangsiapa yang hendak diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan memberikan hidayah kepadanya.
Ma’asyiral Muslimin,
Dari sini kita ketahui bahwa hidayah adalah nikmat yang luar biasa dan harus kita syukuri, karena nikmat hidayah ini murni dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tatkala menggali parit dalam perang Khandaq,
وَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا، وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا، فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا، وَثَبِّتِ الأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا، إِنَّ الأُلَى قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا، إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا
“Demi Allah, seandainya bukan karena Allah, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat.”[4]
Maka kita pun seharusnya mengatakan sebagaimana yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa kalau bukan karena hidayah dari Allah Subhanahu wa ta’ala, maka kita tidak akan bisa melangkahkan kaki kita ke masjid ini untuk melaksanakan shalat jumat.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala senatiasa menganugerahkan hidayah kepada kita sampai kita bertemu dengan Allah Subhanahu wa ta’ala di akhirat kelak.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، أللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه
Ma’asyiral Muslim,
Nikmat hidayah adalah nikmat yang harus selalu kita ingat agar kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam banyak ayat tentang nikmat hidayah kepada hamba-hambaNya, bahkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى
dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang sesat, lalu Dia memberikan petunjuk.” (QS. Adh-Dhuha : 7)
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًۭا مِّنْ أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِى مَا ٱلْكِتَٰبُ وَلَا ٱلْإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلْنَٰهُ نُورًۭا نَّهْدِى بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِىٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍۢ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) rµh (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab Alquran dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Alquran itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura : 52)
Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan nikmat hidayah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ayat ini. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Sebenarnya Allah-lah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat : 17)
Oleh karenanya di antara perkataan yang pertama yang diucapkan oleh para penghuni surga tatkala mereka masuk ke dalamnya adalah rasa syukur atas hidayah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.’ Diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu kerjakan’.” (QS. Al-A’raf : 43)
Maka seseorang harusnya bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena di tengah miliyaran manusia yang hilang dan tidak mendapatkan hidayah, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala masih memberikan kita hidayah untuk mengenal indahnya Islam.
Oleh karenanya di antara doa yang diajarkan dalam syariat Islam untuk dibaca berulang-ulang adalah doa yang tercantum dalam surah Al-Fatihah,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah : 6)
Sungguh ini adalah doa yang sangat agung. Bahkan wajib bagi seorang muslim untuk membacanya paling tidak sebanyak tujuh belas kali. Hanya saja tatkala seseorang menyebutkan doa tersebut, terkadang dia kurang merenungi maknanya, padahal doa ini memiliki makna yang sangat indah. Di antara makna doa ini adalah seseorang meminta kepada Allah anugerah untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang lurus jika dia masih tersesat dan terjerumus dalam kemaksiatan. Di antara makna yang lain adalah jika seseorang telah dianugerahi jalan yang lurus, maka dia meminta untuk diistiqamahkan dalam jalan yang lurus tersebut. Di antara maknanya yang lain adalah, jika seseorang telah berada di jalan yang lurus, maka dia memohon untuk dibukakan kebaikan-kebaikan yang beluam diketahuinya.
Terutama di zaman sekarang ini, betapa banyak fitnah syahwat dan syubhat, betapa banyak orang berbica tentang agama dengan kebaikan dan kebathilan, betapa banyak orang yang tidak mengerti dasar-dasar dalam agama sehingga terpengeruh dengan pemikiran yang salah. Oleh karenanya kita sangat butuh dengan doa agar Allah Subhanahu wa ta’ala menetapkan kita di atas hidayah. Terlebih lagi karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir dipagi harinya. Dia menjual agamanya dengan kenikmatan dunia.”
Saking gelapnya fitnah yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan, sampai-sampai ada seorang yang pagi harinya beriman, akan tetapi sore harinya dia kafir; atau sore dia beriman, pagi harinya dia kafir. Dan hal ini sungguh telah terjadi di zaman sekarang ini. Ketahuilah, betapa banyak orang yang membuka internet membaca perkataan orang-orang musyrikin, akhirnya dia menjadi ragu dengan agamanya, dia kemudian mulai membenarkan perktaan orang-orang kafir, kemudian mulai mengatakan bahwa semua agama sama antara agama tauhid dan agama kesyirikan, sementara dia tidak sadar bahwa pagi dia beriman dan sorenya dia kufur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjaga keimanan kita, serta mewafatkan kita di atas keimanan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
[1] HR. Muslim no. 153
[2] HR. Muslim no. 867
[3] HR. Bukhari no. 3884
[4] HR. Bukhari no. 4104