Khutbah Jumat – Ihsan Derajat Tertinggi
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم ونفسي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya ada tingkatan-tingkatan bagi kaum muslim dalam agama ini. Tingkatan yang pertama adalah seorang muslim, tingkatan kedua seorang mukmin, dan tingkatan yang tertinggi adalah seorang muhsin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang mahsyur, yang dikenal dengan sebutan hadits Jibril.
Oleh karenanya tidak semua seorang muslim bisa mencapai derajat mukmin. Dan tidak semua orang mukmin bisa mencapai derajat muhsin. Apa itu muhsin? Muhsin adalah seseorang yang melakukan Al-Ihsan. Tatkala malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِحْسَانِ، قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ} صحيح مسلم (1/ 37{(
“Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim 1/37 no. 8)
Derajat ihsan ini adalah derajat yang tertingi di dalam agama. Dan seseorang hendaknya berusaha untuk mengamalkannya agar dia mendapatkan kedudukan yang tertinggi di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Yang pertama adalah dia beribadah kepada Allah sehingga seakan-akan dia melihat Allah. Maksudnya adalah dia meyakini bahwa seakan-akan Allah Subhanahu wata’ala hadir di hadapannya dan berbincang dengannya tatkala shalat. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ} صحيح البخاري (1/ 90{(
“Jika seseorang dari kalian berdiri shalat sesungguhnya dia sedang berhadapan dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari 1/901 no. 405) 753
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الصَّلاَةِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ} صحيح البخاري (1/ 151{(
“Sesungguhnya jika salah seseorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka dia sedang berhadapan dengan Allah.” (HR. Bukhari 1/151 no. 753)
Sehingga tatkala seseorang yakin bahwasanya Allah sedang dekat dan memperhatikannya, maka keyakinan itu akan memberi pengaruh besar dalam kehidupannya, ibadahnya, dan sikapnya. Jika seseorang tidak mampu meyakini hal ini, maka hendaknya dia kembali kepada syarat yang kedua, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat di mana pun dia berada.
Untuk menghadirkan keyakinan bahwa Allah benar-benar memperhatikan kita, hendkanya kita membaca ayat yang menjekaskan tentang Maha Luas dan detilnya Ilmu Allah Subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (14)
“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk : 14)
Kita semua ini adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka tentu Allah Subhanahu wata’ala tahu persis tentang apa yang kita lakukan.
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا (59)
“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya.” (QS. Al-An’am : 59)
Bayangkan berapa banyak jumlah daun yang ada di atas muka bumi ini, dan setiap daun yang gugur diketahui oleh Allah Subhanahu wata’ala. Maka jika setiap daun yang gugur diketahui oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, maka bagaimana lagi dengan manusia yang dibebani untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala? Tentunya Allah juga mengetahuinya.
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
كَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (60)
“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut : 60)
Kalau sekiranya hewan melata yang tidak akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’ala juga diperhatikan dan ditanggung rezekinya, maka bagaimana lagi dengan manusia?
Oleh karenanya Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ قُلْ سَمُّوهُمْ أَمْ تُنَبِّئُونَهُ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي الْأَرْضِ أَمْ بِظَاهِرٍ مِنَ الْقَوْلِ بَلْ زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مَكْرُهُمْ وَصُدُّوا عَنِ السَّبِيلِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (33)
“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap jiwa terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang lain)? Mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah. Katakanlah, “Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu.” Atau apakah kamu hendak memberitahukan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau (mengatakan tentang hal itu) sekedar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya bagi orang kafir, tipu daya mereka itu dijadikan terasa indah, dan mereka dihalangi dari jalan (yang benar). Dan barangsiapa disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang memberi petunjuk baginya.” (QS. Ar-Ra’d : 33)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengurus setiap jiwa secara detil. Tidak seperti pengurusan yang dilakukan oleh manusia, yang jika dia menjadi pemimpin di suatu perusahaan besar, maka dia tidak akan bisa mengurus seluruh karyawannya, terlebih lagi jika jumlahnya mencapai ribuan. Adapun Allah Subhanahu wa ta’ala berbeda karena Allah Maha mengurusi setiap hambaNya satu demi satu secara detil.
Para hadirin Ma’syiral Muslimin, Maka yakinlah bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala mengurus diri Anda secara detil. Betapa sering kita berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan Allah mengabulkan doa tersebut. Betapa sering terbetik sesuatu di dalam hati kita, dan Allah hadirkan hal tersebut di hadapan kita. Maka dari sini Allah mengetahui gerak-gerik hati kita, dan Allah mengurus hamba-hambaNya satu persatu.
Maka tatkala kita telah menghadirkan perasaan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala sedang memperhatikan diri kita, Allah sedang mengurus diri kita, maka kemudian kita akan yakin bahwa Allah Maha Dekat dengan diri-diri kita. Sehingga dari situlah timbul sikap Al-Ihsan, sehingga kita beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan keyakinan bahwa kita melihat Allah, atau minimal kita yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui apa yang kita lakukan.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، أللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه
Ma’syiral Muslimin,
Jika seseorang telah mencapai derajat ihsan, maka sangat mudah baginya untuk ikhlas kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena setiap dia bersikap, beribadah, atau bermuamalah, dia yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala sedang memperhatikannya secara detil. Karena Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman,
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ (19)
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Ghafir : 19)
وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (6)
“Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Hadid : 6)
Maka orang yang telah mencapai derajat ihsan akan mudah untuk ikhlas kepada Allah Subhanahu wa ta’ala karena dia hanya fokus kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Dia tidak peduli dengan penilain makhluk, dan yang dia perdulikanhanyalahpenilain Allah Subhanahu wa ta’ala karena dia yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala sedang memperhatikannya.
Orang yang telah mencapai derajat ihsan juga mudah baginya untuk meninggalkan maksiat. Karena setiap kali dia hendak bermaksiat, dia sadar bahwasanya dia sedang berada di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala dan melihatnya, sehingga akhirnya dia pun malu kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya banyak kemaksiatan yang terjadi tatkala persaan ini hilang dari diri seseorang, yaitu dia tidak yakin bahwasanya Allah sedang memperhatikannya secara khusus. Ketika perasaan ini telah hilang, maka seseorang akan sangat mudah untuk melakukan kemaksiatan. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala menceritakan bagaimana orang-orang musyirikin mudah untuk melakukan dosa karena hilangnya perasaan ini dari diri-diri mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ (22) وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (23)
“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan. Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi.” (QS. Fushshilat : 22-23)
Orang-orang musyrikin menyangka bahwa ada hal-hal yang mereka lakukan dan Allah tidak mengetahuinya. Mereka menyangka Allah Subhanahu wa ta’ala lalai terhadap urusan-urusan mereka. Sehingga dengan prasangka inilah yang membuat mereka berani melakukan kemaksiatan. Maka tatkala seorang mukmin telah mencapai derajat ihsan dan yakin bahwasanya apa yang dia kerjakan, yang dia lihat, yang dia dengar, yang dia bicarakan, dan yang dia tulis semuanya dilihat oleh Allah, maka dia akan senantiasa berhati-hati.
Orang yang telah mencapai derajat ihsan juga akan mendapatkan nikmat yang luar biasa yaitu dapat memandang wajah Allah Subhanahu wa ta’ala pada hari kiamat kelak. Dan nikmat ini merupakan puncak dari kelezatan di surga. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (26)
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus : 26)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ: يَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ} صحيح مسلم (1/ 163{(
“Bila penduduk surga telah masuk ke surga, maka Allah berfirman: ‘Apakah kalian ingin sesuatu yang perlu Aku tambahkan kepada kalian?’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah membuat wajah-wajah kami putih? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?’ Beliau bersabda: “Lalu Allah membukakan hijab pembatas, lalu tidak ada satu pun yang dianugerahkan kepada mereka yang lebih dicintai daripada anugrah (dapat) memandang Rabb mereka.” (HR. Muslim 1/163 no. 181)
Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah berdoa,
اَللَّهُمَّ إِنِّ أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ }سنن النسائي (3/ 54{(
“Ya Allah aku memohon kelezatan memandang kepada wajah-Mu serta keridhaan berjumpa dengan-Mu tanpa ada bahaya yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan.” (HR. An-Nasa’i 3/54 no. 1305)
إنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللهم إنا نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ