Khutbah Jumat – Allah Al-Halim
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي معده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم ونفسي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya kaidah menyatakan,
إن شرف العلم بشرف المعلومه
“Sesungguhnya kemuliaan suatu ilmu sesuai dengan objek ilmu tersebut.”
Artinya adalah semakin tinggi topik yang dibahas oleh ilmu tersebut, maka semakin tinggi pula ilmu tersebut. Oleh karenanya ilmu agama adalah ilmu yang paling mulia, karena objek yang dipelajarinya adalah syariat Allah Subhanahu wa ta’ala. Terlebih mulia lagi jika objek yang dibahas adalah nama-nama dan sifat Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya ilmu yang paling bermanfaat bagi seorang hamba dalam kehidupannya adalah ilmu tentang mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa ta’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (180)
“Dan Allah memiliki Asma’ul-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma’ul-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 180)
Di antara sekian banyak nama-nama Allah Subhanahu wa ta’ala yang terindah adalah Al-Halim. Al-Halim artinya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala tidak segera memberi hukuman kepada hambanya yang melakukan kemasiatan, kekufuran, atau kesyirikan, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala menunda adzab untuk mereka, karena siapa tau mereka bisa sadar dan kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, meskipun sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menghukum mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِمْ مَا تَرَكَ عَلَيْهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ (61)
“Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezhalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. An-Nahl : 61)
Jika sekiranya setiap ada yang melanggar dan bermaksiat dihukum langsung oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, maka tidak akan ada yang tersisa di atas muka bumi. Akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala menundanya sampai waktu yang Dia tentukan. Dan apabila telah datang waktu untuk mengazab mereka, maka tidak akan bisa ditunda dan dipercepat.
Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا (58)
“Dan Tuhanmulah yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung dari padanya.” (QS. Al-Kahfi : 58)
Ini semua menunjukkan sifat Al-Halim dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Sementara hamba-hambanya bermaksiat, hambanya berbuat syirik, Allah Subhanahu wa ta’ala tetap memberi mereka kasih sayang, rezeki kesehatan, siapa tau dengan itu mereka bisa sadar. Lihatlah Fir’aun yang begitu membangkang kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, bahkan mengaku dirinya sebagai tuhan, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam agar dia sadar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (44)
“Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS. Thaha : 43-44)
Lihatlah betapa kejamnya Fir’aun, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala membalasnya penuh kebaikan dengan mengirimkan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam. Namun jika saatnya Allah Subhanahu wa ta’ala tahu bahwasanya tidak lagi bermanfaat penundaan hukuman tersebut bagi hamba-hambanya, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan kirimkan hukuman yang pantas bagi mereka.
Lihat pula bahwa betapa banyak hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta’ala yang mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang memiliki anak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَحَدٌ أَصْبَرَ عَلَى أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللهِ تَعَالَى، إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ نِدًّا وَيَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ وَيُعْطِيهِمْ
“Tidak ada siapa pun yang lebih bersabar atas gangguan yang ia dengar melebihi Allah Ta’ala, mereka membuat tandingan untuknya dan menganggapNya punya anak, meski demikian Ia memberi mereka rizki, memaafkan dan memberi mereka.” (Muttafaqun ‘alaih)[1]
Allah Subhanahu wa ta’ala menunda hukuman tidak lain agar mereka merasa diberi renggang waktu, dan agar mereka bisa merenungkan dan sadar sehingga mereka bisa kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.\
Oleh karenanya tatkala seseorang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, hendaknya dia mengingat bahwa tuhannya adalah Al-Halim, Yang Maha Menunda adzab. Hendaknya dia mengingat bahwa bisa saja Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangkan adzab baginya, akan tetapi Allah Maha Baik, Allah Subhanahu wa ta’ala ingin kita kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, Allah ingin kita sadar dan takut bahwa jangan sampai suatu saat Allah Subhanahu wa ta’ala turunkan adzab kepadanya.
أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، أللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه
معاشر المسلمين،
Tatkala Allah Subhanahu wa ta’ala memiliki sifat Al-Halim, maka Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyukai hamba-hambanga yang memiliki sifat tersebut. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa ta’ala memuji sebagian hamba-hambanya dengan sifat al-Hilm seperti Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ (75) يَاإِبْرَاهِيمُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا إِنَّهُ قَدْ جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ وَإِنَّهُمْ آتِيهِمْ عَذَابٌ غَيْرُ مَرْدُودٍ (76)
“Ibrahim sungguh penyantun, lembut hati dan suka kembali (kepada Allah). Wahai Ibrahim! Tinggalkanlah (perbincangan) ini, sungguh, ketetapan Tuhanmu telah datang, dan mereka itu akan ditimpa azab yang tidak dapat ditolak.” (QS. Hud : 75-76)
Dan dalam ayat lain Nabi Ibrahim ‘alaihissalam disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (114)
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah : 114)
Lihatlah bagaimana sifat pemaafnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, meskipun beliau diganggu, beliau dibenci dan dimusuhi penduduk satu negeri, mereka menangkapnya lantas melepaskan bajunya, kemudian dinyalakan api dengan nyala yang sangat, bahkan diaebutkan bahwa belum pernah ada pada zaman itu api yang dinyalakan sebesar api yang hendak digunakan untuk membakar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kemudian beliau dilemparkan ke dalam api, akan tetapi beliau tidak pernah meminta kepada Allah untuk menurunkan adzab bagi kaumnya.
Begitu juga tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dimusihi dan diusir oleh ayahnya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perkataan ayah beliau,
قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَاإِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا (46)
“Dia (ayahnya) berkata, “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.”(QS. Maryam : 46)
Akan tetapi dengan dikatakan begitu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjawab dengan sangat santun,
قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)
“Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam : 47)
Demikian pula tatkala beliau diusir dari Babil (Iraq) ke negeri Syam, di sana beliau bertemu dengan masyarakat yang menyembah benda-benda langit. Di sana ternyata beliau juga dimusuhi oleh mereka, akkan tetapi beliau tidak meminta kepada Allah untuk membinasakan mereka. Demikian pula tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan masalah keluarga. Ketika beliau menikah untuk yang kedua kalinya, maka Sarah pun cemburu bahkan sampai ingin membunuh Hajar. Akan tetapi Al-Hafidzh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun tidak marah kepada Sarah meskipun dengan kondisi tersebut. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam akhirnya mengalah dan membawa pergi istrinya Hajar ke Mekkah. Semua ini dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena beliau memiliki sifat Al-Halim.
Disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam riwayatnya, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa jika ada orang yang mengganggu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam berdakwah, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam akan berkata,
هداك الله
“Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu.”
Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, beliau tidak membalas gangguan yang beliau terima dengan kata-kata yang buruk, tidak pula dengan doa keburukan. Padahal kalau dia mau, maka dia bisa berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menimpakan keburukan kepada mereka tatkala itu juga. Akan tetapi beliau tidak melakukannya.
Maka sebagaimana Allah memiliki sifat Al-Halim dan menyukai sifat tersebut, yaitu mampu memberi hukuman namun diberikan tenggang waktu agar bisa sadar dan kembali kepada Allah, maka hendaknya manusiapun demikian. Janganlah manusia cepat naik pitam, karena sesungguhnya sifat marah, mudah terprovokasi, adalah sifat yang buruk. Dan sebaliknya, sifat yang terbaik adalah Al-Halim.
Demikian pula jika seseorang tahu bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala memiliki sifat Al-Halim, maka hendaknya dia berhias karena Allah Subhanahu wa ta’ala. Dengan begitu kita berharap Allah Subhanahu wa ta’ala pun bersikap Al-Hilm kepadanya. Sebagaimana kaidah menyebutkan,
الجزاء من جنس العمل
“Balasan sesuai perbuatan.”
Kalau kita baik dengan orang lain, namun orang lain tersebut meangganggu kita, akan tetapi kita hadapi dengan sabar dan tidak membalas dan memberikan tenggan, maka Allah Subhanahu wa ta’ala juga akan bersikap demikian kepada kita. Sungguh kita ini sering terjerumus ke dalam kemaksiatan, akan tetapi Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan tenggan waktu. Buktinya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mencabut nyawa kita tatkala kita bermaksiat, Allah tidak memberikan kita su’ul khatimah, Allah masih mempertemukan kita dengan bulan ramadhan. Ini semua adalah sifat Al-Hilm dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka berbuat halim-lah kepada orang lain, maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan berbuat halim kepada diri kita.
Dalam sebuah hadits disebutkan, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ، فَقَالَ: لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Seorang laki-laki pernah berkata; “Ya Rasulullah, saya mempunyai kerabat. Saya selalu berupaya untuk menyambung silaturahim kepada mereka, tetapi mereka memutuskannya. Saya selalu berupaya untuk berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka menyakiti saya. Saya selalu berupaya untuk lemah lembut terhadap mereka, tetapi mereka tak acuh kepada saya.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Jika benar seperti apa yang kamu katakan, maka kamu seperti memberi makan mereka debu yang panas, dan selama kamu berbuat demikian maka pertolongan Allah akan selalu bersamamu’.”[2] (HR. Muslim no. 2558)
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menganugerahkan kita akhlak yang mulia. Dan semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan kita hamba-hambanya yang bisa benar-benar mencintai Allah Subhanahu wa ta’ala, agar Allah juga mencintai kita.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ–
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
________________
[1] HR. Bukhari no. 6099 dan HR. Muslim no. 2804
[2] HR. Muslim no. 2558