Pendahuluan
Dzikir dan doa yang datang dari Nabi shallallahu álaihi wasallam bervariasi, baik dzikir istiftaah, maupun dzikir ruku, sujud, duduk diantara dua suju, shalawat, dll. Maka ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan, yaitu
Pertama : Doa-doa/dzikir-dzikir tersebut bisa kita klafisikasian menjadi dua model.
Pertama : Dzikir/doa yang sunnahnya hanya dibaca salah satu saja, dan tidak digabungkan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini adalah doa al-Istiftaah. Hal ini karena Nabi shallallahu álaihi wasallam tidak mencontohkan dalam satu shalat kecuali satu doa istiftaah saja.
Asy-Syaikh al-Útsaimin berkata :
مسألة: هل يجمع بين أنواع الاستفتاح؟ الجواب: لا يجمع بينه
“Permasalahan, apakah digabungkan dari model-model doa istiftaah?. Jawabannya : Tidaklah digabungkan diantara doa-doa istiftaah” (Asy-Syarh al-Mumti’ 3/52)
Kedua : Dzikir/doa yang boleh dibaca sekaligus seluruhnya atau semampunya, yaitu boleh digabungkan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini adalah dzikir-dzikir/doa-doa ruku’ yang lain selain doa/dzikir istiftaah. Sehingga boleh digabungkan dzikir-dzikir sujud, duduk diantara dua sujud, doa setelah tasyahhud sebelum salam.
An-Nawawi (dari madzhab Syafií) ketika mengomentari hadits فَأَمَّا الرُّكُوْعُ، فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ “Adapun ruku’ maka agungkanlah Ar-Rabb padanya” beliau berkata :
واعلم أن هذا الحديث الأخير هو مقصودُ الفصل، وهو تعظيم الربّ سبحانه وتعالى في الركوع بأيّ لفظ كان، ولكن الأفضل أن يجمعَ بين هذه الأذكار كلها إن تمكن من ذلك، بحيث لا يشقّ على غيره، ويقدم التسبيح منها، فإن أراد الاقتصارَ، فيستحبُّ التسبيح، وأدنى الكمال منه ثلاث تسبيحات، ولو اقتصر على مرّة كان فاعلاً لأصل التسبيح، ويُستحبّ إذا اقتصر على البعض أن يفعل في بعض الأوقات بعضها، وفي وقت آخر بعضاً آخر، وهكذا يفعل في الأوقات، حتى يكون فاعلاً لجميعها، وكذا ينبغي أن يفعل في أذكار جميع الأبواب
“Ketahuilah bahwasanya hadits yang terakhir ini itulah tujuan dari fasal ini, yaitu pengagungan terhadap ar-Rabb ketika ruku’ dengan lafal apapun. Akan tetapi yang paling afdhal adalah ia menggabungkan seluruh dzikir-dzikir ini seluruhnya jika memungkinkan hal itu selama tidak menyusahkan orang lain. Dan ia mendahulukan berdzikir dengan tasbih (subhaanallahu Rabbiyal Ádziim) diantara dzikir-dzikir tersebut. Jika ia ingin membatasi pada dzikir tertentu maka disukai ia berdzikir dengan tasbih. Dan paling minimal sempurna adalah tiga kali tasbih (subhaanallahu Rabbiyal Ádziim). Dan seandainya ia hanya bertasbih sekali saja maka ia telah melaksanakan pokok tasbih. Dan disukai jika ia hanya membatasi pada sebagian dzikir saja maka pada satu waktu ia berdzikir dengan sebagian dzikir, dan pada waktu yang lain dengan dzikir yang lainnya, dan demikianlah hendaknya ia lakukan di waktu-waktu yang berbeda-beda, hingga ia telah mempraktikan seluruh dzikir. Dan demikianlah hendaknya ia lakukan di dzikir-dzikir seluruh bab tentang dzikir” (Al-Adzkaar hal 122)
Al-Buhuuti berkata :
وَلَا تُكْرَهُ الزِّيَادَةُ عَلَى قَوْلِ: رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَلَا عَلَى سُبْحَانَ رَبِّي الْعَظِيمِ وَ) لَا عَلَى (سُبْحَانَ رَبِّي الْأَعْلَى، فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، مِمَّا وَرَدَ) مِنْ دُعَاءٍ أَوْ نَحْوِهِ
“Dan tidak makruh tambahan atas doa “Rabbigh fir li” (ketika duduk diantara dua sujud), dan juga atas dzikir “Subhaana Rabbiyal ‘Adziim” (ketika ruku’), dan juga atas dzikir “Subhaana Rabbiyal A’la” (ketika sujud) dengan menambah do’a-do’a dan dzikir-dzikir yang semisalnya yang datang (dalam dalil)” (Kasyyaaf al-Qinaa’ 1/354)
Asy-Syaikh al-Útsaimin berkata :
وقد سبق أن الاستفتاحات الواردة لا تُقال جميعاً، إنما يُقال بعضها أحياناً وبعضها أحياناً، وبيَّنا دليل ذلك، لكن أذكار الرُّكوع المعروفة تُقال جميعاً عند عامَّة العلماء
“Telah lau bahwasanya doa-doa istiftaah yang datang tidaklah dibaca sekaligus semuanya, akan tetapi terkadang baca yang ini dan terkadang baca yang itu, dan telah kita jelaskan dalilnya. Akan tetapi dzikir-dzikir ruku’ yang ma’ruuf maka dibacakan sekaligus menurut seluruh ulama” (Asy-Syarh al-Mumti’ 3/140)
Kedua : Namun untuk penggabungan dzikir-dzikir tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
Pertama : Hal ini dengan syarat jika ia seorang imam, maka jangan sampai penggabungan tersebut terlalu lama sehingga memberatkan jamaáh makmum.
Kedua : Adapun jika seseorang hanya ingin membaca sebagian dari dzikir tersebut maka disukai untuk memvariasi dzikir-dzikir tersebut dalam shalat-shalatnya. Faidah dari hal ini diantaranya adalah :
- Sunnah-sunnah Nabi shallallahu álaihi wasallam terjaga, sehingga dzikir-dzikir tersebut tidak terlupakan
- Kita bisa lebih menjalankan sunnah, karena Nabi shallallahu álaihi wasallam memang telah mencontohkan dzikir yang variatif tersebut, sehingga dengan demikian kita juga mevariasikan sebagaimana contoh Nabi shallallahu álaihi wasallam
- Dengan variasi ketika membaca dzikir-dzikir tersebut maka kita akan lebih mudah khusyu’ dalam shalat, lain halnya jika yang kita baca hanya satu model dzikir saja. Hal ini terkadang menjadikan lisan kita otomatis membaca dzikir tersebut sementara pikiran kita lalai tidak merenungkan makna dari dzikir yang sudah kita hafal mati tersebut.
Ketiga : Untuk dzikir-dzikir tersebut boleh dibaca berulang-ulang
Keempat : Untuk dzikir sujud dan ruku’ maka tetap membaca tasbih, yaitu “Subhaana Rabiiyal Adziim” ketika ruku’ dan “Subhaana Rabbiyal A’la” ketika sujud. Hal ini karena Nabi selalu membacanya di ruku’ dan sujud. Setelah itu kalau mau menambah dzikir yang lain atau doa maka silahkan setelah tasbih.
Asy-Syaikh Bin Baaz rahimahullah berkata :
“Akan tetapi sekelompok ulama berpendapat akan wajibnya dzikir سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ ketika ruku, dan dizkir سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى ketika sujud, karena Rasulullah shallallahu álaihi wasallam selalu berdzikir dengannya, dan beliau bersabda, صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dan diriwayatkan dari beliau tatkala turun firman Allah فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ “Dan bertasbihlah dengan menyebut nama Rabbmu yang maha agung” (QS Al-Haaqqoh : 52) maka Nabi berkata, اِجْعَلُوهَا فِي رُكُوْعِكُمْ “Jadikanlah dzikir ini di ruku’ kalian”. Dan tatkala turun firman Allah سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى “Dan sucikanlah nama Rabb-mu Yang Maha tinggi” (QS Al-A’la : 1) maka Nabi berkata, اِجْعَلُوْهَا فِي سُجُوْدِكُمْ “Jadikanlah di sujud kalian”. Maka hendaknya seorang mukmin dan seorang mukminah untuk menjaga dzikir ini…dan yang afdhal adalah ia mengulanginya tiga kali, dan jika ia ulangi lebih banyak maka lebih afdhal. Dan disukai selain berdzikir ini juga berdzikir dengan dzikir سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ketika ruku’ dan sujud…dan juga disukai untuk menambah سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْح Nabi mengucapkannya tatkala ruku’ dan sujud. Jika dia membaca yang mudah dari (tambahan) ini maka ini lebih baik. Dan jika ia hanya membatasi pada sebagian dzikir saja maka tidak mengapa. Dan jika ia menggabungkan semua dzikir maka tidak mengapa, yang penting jangan sampai meninggalkan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْم ketika ruku’ dan سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى ketika sujud meskipun hanya sekali” (Fataawaa Nuur álaa ad-Darb, 8/174-176)
Ketiga : Jika ingin berdoa ketika sujud, maka hendaknya disertakan dengan tasbih, apakah doa tersebut sebelum dzikir sujud atau setelah dzikir sujud maka tidak mengapa. Asy-Syaikh Bin Baaz berkata :
فالسنة الإكثار من الدعاء في السجود، مع قول: سبحان ربي الأعلى، سبحان ربي الأعلى. مع قول: سبحانك اللهم ربنا وبحمدك، اللهم اغفر لي
“Sunnahnya adalah memperbanyak doa ketika sujud disertai dengan dzikir سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى, disertakan dengan dzikir سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ ل “ (Fataawaa Nuur álaa ad-Darb, 8/176)
Keempat : Untuk doa ketika duduk diantara dua sujud, maka telah datang 4 model bacan doa. Maka boleh dengan menggabungkan semuanya, atau mengulang-ngulanginya atau mengulang-ngulangi salah satunya.
Dan boleh juga setelah itu membaca doa selain yang datang dari Nabi shallallahu álaihi wasallam karena tatkala duduk diantara dua sujud adalah waktunya untuk berdoa.
Asy-Syaikh Bin Baaz berkata :
وهكذا بين السجدتين يقول: رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي، «اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَاجْبُرْنِي وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي» يكرر ذلك، وإن دعا بزيادة: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فلا بأس كله دعاء، والسنة أن يطيل هذا الركن، وهو الجلوس بين السجدتين، كان النبي عليه الصلاة والسلام يطيله حتى يقول القائل: قد نسي
“Dan demikian pula diantara dua sujud, hendaknya berdoa رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي dan اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَاجْبُرْنِي وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي, ia ulang-ulangi. Dan jika menambah doa وإن دعا بزيادة: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ “Ya Allah ampuni aku, kedua orang tuaku, dan kaum muslimin” maka tidak mengapa, semuanya adalah doa. Dan sunnahnya adalah ia berlama-lamaan pada rukun ini, yaitu duduk diantara dua sujud. Dahulu Nabi shallallahu álaihi wasallam memperpanjang duduk diantara dua sujud sampai-sampai ada yang berkata, “Nabi lupa” (Fataawaa Nuur álaa ad-Darb, 8/176-177)