Apakah sholat di masjid-mesjid di kota Mekah juga mendapatkan pahala 100 kali lipat sebagaimana sholat di Masjidil Harom?
Jawab :
Sholat di masjid manapun di tanah haram di Mekah juga mendapat pahala 100 ribu kali lipat. Akan tetapi tetap sholat di al-Masjid al-Haram lebih afdol
Detail :
Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda :
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ
“Sholat di masjidku ini (masjid nabawi) lebih baik dari 1000 sholat di masjid yang lain kecuali al-Masjid al-Haram. Dan sholat di al-Masjid al-Haram lebih baik dari 100 ribu sholat di masjid yang lain”([1])
Secara umum ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para ulama dikarenakan perbedaan pandangan mereka tentang maksud dari “al-Masjid al-Haram” dalam hadits ini, apakah yang dimaksud adalah masjid nya saja ataukah yang dimaksud adalah tanah haram seluruhnya?.
Kedua pendapat tersebut sebagai berikut :
Pertama : Pelipat gandaan pahala (100 ribu kali lipat) hanya berlaku di Masjidil Haram saja (yang ada ka’bahnya). Diantara para ulama yang berpendapat demikian adalah An-Nawawi (lihat al-Majmuu’ 3/197), Al-Muhib At-Thobari (sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar di Fathul Baari 3/64), Ibnu Hajar al-Haitami (lihat Tuhfatul Muhtaaj 3/466), Ibnu Muflih (lihat al-Aadaab asy-Syaríyyah 3/429), dan dipilih oleh Ibnu al-Útsaimin (Lihat Fataawa al-Útsaimin 12/395).
Dalil mereka adalah dalam sebagian lafal hadits :
صَلَاةٌ فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ، إِلَّا مَسْجِدَ الْكَعْبَةِ
“Sholat di masjid nabawi lebih baik dari 1000 sholat di masjid-masjid yang lain kecuali masjid al-ka’bah” (HR Muslim no 1396 dari Ummul mukminin Maimuunah)
Maka lafal ini “Masjidil Ka’bah” menafsirkan lafal “al-Masjid al-Haram”, bahwa yang dimaksud dengan al-Masjid al-Haram dalam hadits bukanlah “tanah haram” akan tetapi masjidnya yaitu masjid yang ada ka’bahnya.
Kedua : Pelipat gandaan pahala juga berlaku di seluruh tanah haram Mekah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Hanafiyah, Malikyah, dan Syafiíyah (lihat al-Mausuuáh al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah 17/200-201 dan 37/239), dan dipilih oleh Bin Baaz (lihat Fataawaa Ibnu Baaz 4/130) dan para ulama al-Lajnah Ad-Daimah (lihat Fataawaa al-Lajnah 6/223).
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang kedua, berdasarkan argumentasi berikut ini :
Pertama : Lafal (kata) al-Masjid al-Haroom disebutkan dalam al-Qurán sebanyak 15 kali, dan semua maksudnya adalah tanah haram Mekah, kecuali 1 ayat saja (yang diulang 3 kali) yang maksudnya adalah ka’bah, yaitu firman Allah فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ “Maka arahkanlah wajahmu ke al-Masjid al-Haram” (QS Al-Baqoroh ayat 144, 149, dan 150)([2]).
Ini menunjukan bahwa hukum asal makna al-Masjid al-Haram adalah tanah haram Mekah. Maka kita membawakan lafal “al-Masjid al-Haram” yang datang dalam hadits kepada makna asal yaitu tanah haram.
Kedua : Bahkan terkadang disebutkan al-Bait (al-Ka’bah) namun maskudnya adalah tanah haram seluruhnya.
Seperti firman Allah :
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman (QS Al-Baqoroh : 125)
Al-Jasshoos berkata ;
فَإِنَّهُ وَصَفَ الْبَيْتَ بِالْأَمْنِ وَالْمُرَادُ جَمِيعُ الْحَرَمِ
“Sesungguhnya Allah mensifati al-Bait (al-Ka’bah) dengan “tempat yang aman”, dan yang dimaksud adalah “seluruh tanah haram” (Ahkaamul Quráan 1/89-90)
Demikian juga firman Allah :
هَدْياً بالِغَ الْكَعْبَةِ
“Sebagai hewan hadyu yang dibawa sampai ke Ka´bah” (QS Al-Maidah : 95)
Yang dimaksud dengan ka’bah dalam ayat ini adalah tanah haram seluruhnya, karena hewan-hewan hadyu disembelih di tanah haram (di Mina) bukan disembelih di atas atau di depan ka’bah, dan tidak juga di areal masjid.
Hal ini (yaitu lafal ka’bah sebagai pengungkap dari tanah haram) karena haramnya tanah haram karena berkaitan dan disebabkan ka’bah maka boleh diungkapkan dengan lafal “ka’bah” (Lihat Ahkaamul Quráan 1/90)
Karenanya datangnya lafal “Masjid al-Ka’bah” tidaklah menjadikan makna “al-Masjid al-Haram” dikhususkan menjadi masjid yang ada ka’bahnya saja, karena memang terkadang lafal ka’bah itu sendiri bermakna tanah haram.
Ketiga : Kedua lafal dalam hadits adalah lafal yang khusus,
- Lafal “al-Masjid al-Haram” adalah lafal yang khusus dengan adanya “alif laam li at-ta’riif” dan disifati dengan al-Haram
- Lafal “Masjid al-Ka’bah” juga lafal yang khusus karena adanya idhoofah (yaitu diidhofahkan/disandarkannya masjid ke al-Ka’bah)
Sehingga tidaklah dikatakan bahwa lafal yang satu mengkhususkan yang lainnya, karena keduanya merupakan lafal yang telah khusus. Akan tetapi pensifatan masjid dengan dua sifat khusus ini (al-Haram dan al-Ka’bah) menjadikan masjid semakin mulia dengan banyak sifatnya([3]).
Keempat : Inilah pendapat sahabat Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu ánhu yang meriwayatkan hadits ini. Dan tentu ia yang lebih paham tentang maksud hadits ini.
Áthoo’ bin Abi Robaah berkata,
بَيْنَمَا ابْنُ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُنَا إِذْ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ تَفْضُلُ بِمِائَةٍ» …: قُلْتُ: يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، هَذَا الْفَضْلُ الَّذِي تَذْكُرُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحْدَهُ أَوْ فِي الْحَرَمِ؟ قَالَ: لَا بَلْ فِي الْحَرَمِ فَإِنَّ الْحَرَمَ كُلَّهُ مَسْجِدٌ
“Ketika Ibnu Az-Zubair berkhutbah di hadapan kami, ia berkata, “Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda : “Sholat di masjidku ini lebih baik dari 1000 sholat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram. Dan sholat di Masjidil Haram 100 kali lebih baik dari sholat di Masjid Nabawi”.
Aku (Áthoo’) berkata, “Wahai Abu Muhammad, pelipatan gandaan yang engkau sebutkan ini, di Masjidil Haram saja atau berlaku di seluruh tanah Haram?”. Ibnu Az-Zubair berkata, “Bahkan berlaku di seluruh tanah Haram Mekah, karena tanah Haram Mekah seluruhnya adalah masjid” (HR Abu Dawud At-Thoyalisi di Musnadnya no 1464 dengan sanad yang hasan)
Keempat : dalam suatu hadits tatkala peristiwa perjanjian al-Hudaibiyah (yaitu di perbatasan antara tanah haram dan tanah halal) disebutkan
وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي الْحَرَمِ وَهُوَ مُضْطَرِبٌ فِي الْحِلِّ
“Dan Rasulullah shallallahu álaihi wasallam sholat di tanah haram sementara beliau mendirikan kemah beliau di tanah halal” (HR Ahmad no 18910 dengan sanad yang hasan)
Ini menunjukan bahwa Nabi shallallahu álaihi wasallam menyengaja untuk sholat di tanah haram padahal beliau menetap di kemah beliau yang dibangun di tanah halal.
Demikian pula ini yang dipahami dan dipraktikan oleh sahabat. Mujahid berkata
رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ بِعَرَفَةَ، وَمَنْزِلُهُ فِي الْحِلِّ، وَمُصَلَّاهُ فِي الْحَرَمِ، فَقِيلَ لَهُ: لِمَ تَفْعَلُ هَذَا؟ فَقَالَ: «لَأَنَّ الْعَمَلَ فِيهِ أَفْضَلُ، وَالْخَطِيئَةَ أَعْظَمُ فِيهِ»
“Aku melihat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Aash di ‘Arofah, sementara tempat tinggalnya di tanah halal, dan tempat sholatnya di tanah haram. Maka ditanyakan kepada beliau, “ Kenapa engkau melakukan ini?”. Maka beliau berkata, “Karena beramal di tanah haram lebih afdol dan bermaksiat di tanah haram lebih besar” (Mushonnaf Abdurrozaq no 8870)
Peringatan :
Meskipun sholat di masjid manapun di tanah haram di Mekah mendapatkan pahala 100 ribu kali lipat akan tetapi sholat di al-Masjid al-Haram lebih afdol karena jumlah orang yang sholat di al-Masjid al-Haram lebih banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
وَإِنَّ صَلَاةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ، وَصَلَاتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ، وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
“Dan sesungguhnya sholat seseorang bersama seorang yang lain lebih mulia daripada sholatnya sendirian. Dan sholatnya bersama dua orang yang lain lebih mulia daripada sholatnya dengan seorang yang lain. Dan semakin banyak (jamaáh sholat) maka semakin dicintai oleh Allah” (HR Abu Daud no 554 dan An-Nasai no 843 dari Ubay bin Kaáb, dan dihasankan oleh Al-Albani)
Nabi shallallahu álaihi wasallam juga bersabda :
صَلاَةُ رَجُلَيْنِ يَؤُمُّ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ مِنْ صَلاَةِ ثَمَانِيَةٍ تَتْرَى، وَصَلاَةُ أَرْبَعَةٍ يَؤُمُّهُمْ أَحَدُهُمْ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ مِنْ صَلاَةِ مَائَةٍ تَتْرَى
“Sholatnya 2 orang, salah satu mengimami yang lainnya lebih mulia di sisi Allah daripada sholat 8 orang terpisah-pisah. Dan sholat 4 orang yang diimami oleh salah seorang dari mereka lebih mulia di sisi Allah daripada sholat 100 orang terpisah-pisah” (Dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 1912)
Ibnu Taimiyyah berkata :
لِأَنَّ اجْتِمَاعَ النَّاسِ فِي مَسْجِدٍ وَاحِدٍ أَفْضَلُ مِنْ تَفْرِيقِهِمْ فِي مَسْجِدَيْنِ؛ لِأَنَّ الْجَمْعَ كُلَّمَا كَثُرَ كَانَ أَفْضَلَ
“Karena berkumpulnya manusia di satu masjid lebih baik daripada mereka terpisah di dua masjid, karena semakin banyak jamaáh semakin afdol” (Majmuu’ al-Fataawa 31/220)
Maka sholat berjamaáh yang semakin banyak jamaáhnya mendapat pelipat gandaan dari dua sisi, dari sisi “berjamaáhnya” 27 kali lipat, dan dari sisi yang lain yaitu “banyaknya” jamaáh. Sebagaimana pelipatan gandaan pahala dari sisi-sisi yang lainnya, seperti jauhnya masjid, mulianya masjid, dan yang lainnya. (lihat Thorh at-Tatsriib 2/301)
Karenanya para jamaáh haji yang penginapannya jauh dari al-Masjid al-Haram, jika mereka kesulitan maka tidak mengapa mereka sholat di masjid-masjid yang dekat dengan penginapan, karena pahalanya juga berlipat ganda menjadi 100 ribu kali lipat. Akan tetapi jika mereka ada kesempatan untuk pergi ke al-Masjid al-Haram maka sempatkan untuk sholat di sana karena pahalanya lebih besar.
Tentunya dengan tetap memperhatikan kondisi kesehatan untuk persiapan haji. Karena sebagian jamaáh haji ngoyo untuk ke al-Masjid al-Haram meskipun jauh dan dalam kondisi panas, padahal kondisi tubuh kurang baik, maka akhirnya bisa memperburuk kondisi kesehatan, sehingga akhirnya kerepotan tatkala pelaksanaan haji. Wallahu a’lam bis showaab.
=========
([1]) Hadits dengan lafal seperti ini (yaitu dengan tegas bahwa pahala sholat di al-Masjid al-Haram 100 ribu kali lipat) diriwayatkan dari dua sahabat.
Pertama : dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ánhumaa (HR Ahmad no 14694 dan Ibnu Maajah no 1406 dari Jabir bin Abdillah dengan sanad yang shahih, lihat al-Irwaa’ no 1129)
Kedua : dari sahabat Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu ánhumaa (HR Al-Bazzaar no 2196, Ibnu Hibbaan no 1620, at-Thobroni fi al-Kabiir no 269, al-Baihaqi fi asy-Syuáb no 3846,3847 dan as-Sunan al-Kubro no 10278)
([2]) Lihat penjelasan al-Mawardi di Hasyiah Kifaayatul Muhtaaj hal 106