Siapa sajakah yang diberi udzur boleh tidak mabit di Mina?
Jawab :
Bagi yang berudzur maka boleh meninggalkan mabit di Mina. Diantaranya Nabi memberi udzur untuk tidak mabit di Mina kepada para penggembala([1]) dan para penyedia air bagi jamaáh haji([2]). Karenanya barang siapa yang berudzur sehingga tidak bisa mabit di Mina maka tidak mengapa dan tidak berkewajiban untuk membayar dam. Udzur-udzur tersebut bersifat umum, baik udzur yang berkaitan dengan kemaslahatan pribadi (dan ini diqiaskan dengan para penggembala onta yang mengurus onta-onta pribadi jangan sampai hilang atau dicuri) atau demi kemaslahatan jamaah haji (dan ini diqiaskan dengan para penyedia minuman untuk jamaáh haji yang diberi izin untuk meninggalkan mabit)([3]). Diantara contoh udzur-udzur tersebut
- Sakit
- Para dokter dan perawat yang mengurusi para jamaah haji yang sakit
- Para guide yang harus riwa riwi (pulang pergi) untuk mengurusi urusan dan kebutuhan jamaáh serta bus-bus jamaáh haji
- Orang yang tidak mendapati kemah atau tempat di Mina, setelah ia berusaha untuk mencari tempat.
=======
([1]) Sebagaimana telah lalu dari Áashim bin Ádi :
رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرِعَاءِ الْإِبِلِ فِي الْبَيْتُوتَةِ، أَنْ يَرْمُوا يَوْمَ النَّحْرِ، ثُمَّ يَجْمَعُوا رَمْيَ يَوْمَيْنِ بَعْدَ النَّحْرِ، فَيَرْمُونَهُ فِي أَحَدِهِمَا ثُمَّ يَرْمُونَ يَوْمَ النَّفْرِ
“Rasulullah shallallahun álaihis salam memberikan rukhsoh (keringanan) bagi para penggembala kambing untuk mabit (di luar Mina), dan untuk melontar jamarot pada hari Nahar, lalu menggabungkan lontaran 2 hari -setelah hari An-Nahar- maka melempar di salah satuh hari dari dua hari tersebut, lalu mereka melempar pada hari 13 dzulhijjah” (HR Ibnu Maajah no 3037 dan Ahmad no 23775 dan 23776)
([2]) Sebagaimana telah lalu bahwasanya Ibnu Úmar berkata
اسْتَأْذَنَ العَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيتَ بِمَكَّةَ لَيَالِيَ مِنًى، مِنْ أَجْلِ سِقَايَتِهِ، «فَأَذِنَ لَهُ»
“Al-Ábbas bin Abdilmuttholib radhiallahu ánhu meminta izin kepada Rasulullah shallallahu álaihi wasallam untuk mabit (menginap) di Mekah di malam-malam Mina (yaitu malam hari-hari Tasyriq-pen) untuk mengurusi penyediaan air minum. Maka Nabipun mengizinkannya” (HR Al-Bukhari no 1634 dan Muslim no 1315)
وَأَهْلُ الْأَعْذَارِ مِنْ غَيْرِ الرِّعَاءِ، كَالْمَرْضَى، وَمَنْ لَهُ مَالٌ يَخَافُ ضَيَاعَهُ، وَنَحْوِهِمْ، كَالرِّعَاءِ فِي تَرْكِ الْبَيْتُوتَةِ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَخَّصَ لِهَؤُلَاءِ تَنْبِيهًا عَلَى غَيْرِهِمْ، أَوْ نَقُولُ: نَصَّ عَلَيْهِ لِمَعْنًى وُجِدَ فِي غَيْرِهِمْ، فَوَجَبَ إلْحَاقُهُ بِهِمْ.
“Dan orang-orang yang berudzur -selain dari para penggembala- seperti orang-orang sakit, orang yang takut hartanya hilang dan yang semisal mereka, maka mereka ini sama seperti para penggembala dalam hal bolehnya meninggalkan mabit di Mina. Karena Nabi shallallahu álaihi wasallam memberikan keringanan kepada para penggembala sebagai isyarat tentang selain mereka. Atau kita katakana bahwa Nabi shallallahu álaihi wasallam menyebutkan secara teks para gembala karena ada suatu makna yang terdapat juga pada selain mereka, maka wajib mengikutkan hukumnya dengan mereka” (al-Mughni 3/427)