Shalat Taubat
Hukumnya
Hukumnya adalah sunnah, dan ini adalah menurut pendapat madzhab yang empat. ([1])
Dan dalil pensyariatannya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَتَوَضَّأُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِذَلِكَ الذَّنْبِ، إِلَّا غَفَرَ لَهُ»
“Tidaklah seorang muslim berbuat dosa kemudian dia berwudu dan melaksanakan salat dua rakaat kemudian memohon ampun kepada Allah Ta’ala atas dosa-dosanya, melainkan Allah pasti mengampuninya”. ([2])
Dalam lafaz lain:
«مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ، ثُمَّ يُصَلِّي، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ، إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ»
“Tidaklah seseorang berbuat dosa kemudian dia bangkit untuk bersuci lalu melaksanakan salat dan kemudian memohon ampun kepada Allah Ta’ala melainkan Allah pasti mengampuninya”. ([3])
Dan dalam lafaz lain:
«مَا مِنْ عَبْدٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا، فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنٍ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ»
“Tidaklah seorang hamba berbuat dosa kemudian ia memberbagus bersucinya dan melaksanakan salat dua rakaat kemudian memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah pasti mengampuninya”. ([4])
Sebabnya
Sebabnya adalah ketika seseorang terjatuh dalam kemaksiatan. Sebagaimana yang tercantum dalam hadits-hadits di atas “Tidaklah seorang muslim berbuat dosa”, “Tidaklah seseorang berbuat dosa”, dan “Tidaklah seorang hamba berbuat dosa”. Maka dari lafaz ini dapat dipahami bahwa orang yang terjatuh dalam sebuah kemaksiatan entah itu dari dosa yang besar maupun yang kecil agar segera bertaubat dan disyariatkannya untuk melaksanakan shalat dua raka’at. ([5])
Waktunya
Shalat taubat boleh dilakukan kapan saja, bahkan sekalipun di waktu terlarang, karena shalat taubat termasuk shalat-shalat yang memiliki sebab. ([6])
Tata caranya
Adapun tata caranya maka ia sama seperti shalat sunnah yang lain sebagaimana yang tercantum dalam hadits di awal bahwa jumlah raka’atnya adalah dua raka’at. ([7])
Permasalahan
Apakah disyari’atkan shalat taubat setiap hari? Misalnya sebelum tidur selalu shalat taubat?
Shalat taubat bukanlah shalat yang berkaitan dengan hari sehingga ia bukan shalat rutinitas harian, akan tetapi ia berkaitan dengan dosa. Kapan seseorang melaukan dosa dan ingin shalat taubat maka disyari’atkan untuk shalat taubat.
Apakah jika seseorang bertaubat harus shalat taubat?
Shalat taubat hukumnya adalah sunnah, seseorang yang bertaubat dianjurkan untuk shalat taubat, akan tetapi jika ia tidak shalat taubat maka tidak mengapa.
FOOTNOTE:
([1]) Disebutkan oleh Ibnu ‘Abidin (ulama madzhab hanafiyah) dengan menukilkan perkataan Syaikh Isma’il:
مِنْ الْمَنْدُوبَاتِ صَلَاةُ التَّوْبَةِ
“Termasuk shalat-shalat sunnah adalah shalat taubah.” (Ad-durrul mukhtar wa hasyiyah Ibnu abidin 2/28)
Dan juga oleh Abul ‘Abbas Ahmad bin Muhammad Ash-Shawi (ulama madzhab Maliky) disebutkan dalam kitab Hasyiyyah As-Showi ‘ala Syarh As-Shoghir 1/219, disebutkan juga oleh Abul Hasan bin Al-Mahamily (ulama madzhab syafi’iyyah) dalam kitab Al-Lubab fi Fiqh As-Syafi’i 1/142, dan Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 2/99.
([2]) HR. Ahmad no 47 dishohihkan oleh Syu’aib al-Arnauth
([3]) HR. At-Tirmidzi no. 406 dihasankan oleh Al-Albani
([4]) HR. Abu Dawud no. 1521, dishohihkan Al-Albani
([5]) Berkata Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hamadah al-Jibrin: “Sebab shalat taubah adalah terjatuhnya seorang muslim dalam kemaksiatan, baik yang besar maupun yang kecil, maka wajib baginya untuk segera bertaubat darinya dan disunnahkan baginya untuk shalat dua raka’at dan beramal dengan amalan shalih untuk ber-taqarrub, dan yang paling besar dan paling utama adalah shalat tersebut, karena ia bertawassul dengannya kepada Allah berharap agar taubatnya diterima dan diampuni dosanya.” (Shalat At-Taubah Wal Ahkaam Al-Muta’alliqoh Bihaa Fil Fiqhy Al-Islaamy 1/164)
([6]) Berkata Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hamadah al-Jibrin:
وَهَذِه صَلَاة تشرع فِي جَمِيع الْأَوْقَات بِمَا فِي ذَلِك أَوْقَات النَّهْي، لِأَنَّهَا من ذَوَات الْأَسْبَاب الَّتِي تشرع عِنْد وجود سَببهَا
“Ini adalah shalat yang disyariatkan di seluruh waktu dan termasuk di dalamnya waktu-waktu terlarang, karena ia termasuk shalat-shalat yang memiliki sebab yang disyariatkan ketika ada sebabnya.” (Shalat At-Taubah Wal Ahkaam Al-Muta’alliqoh Bihaa Fil Fiqhy Al-Islaamy 1/167)
([7]) Berkata Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hamadah al-Jibrin: “Shalat taubat adalah shalat sunnah yang harus terpenuhi seluruh syarat-syarat wajib dalam shalat sunnah, dan wajib di dalamnya menegakkan rukun-rukun serta kewajiban-kewajiban yang diwajibkan pada shalat sunnah. Dikerjakan dua raka’at sebagaimana dalam hadits Abu Bakar As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Dan disyariatkan bagi orang yang bertaubat untuk mengerjakannya secara sendiri, karena ia termasuk shalat sunnah yang tidak disyariatkan untuk dikerjakan secara berjama’ah, dan disunnahkan setelahnya untuk beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang ada dalam hadits Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” (Shalat At-Taubah Wal Ahkaam Al-Muta’alliqoh Bihaa Fil Fiqhy Al-Islaamy 1/172)