94. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَيَبْلُوَنَّكُمُ ٱللَّهُ بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلصَّيْدِ تَنَالُهُۥٓ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ ٱللَّهُ مَن يَخَافُهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ
yā ayyuhallażīna āmanụ layabluwannakumullāhu bisyai`im minaṣ-ṣaidi tanāluhū aidīkum wa rimāḥukum liya’lamallāhu may yakhāfuhụ bil-gaīb, fa mani’tadā ba’da żālika fa lahụ ‘ażābun alīm
94. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.
Tafsir :
الصَّيْدِ “hewan buruan”, hewan yang tidak jinak, seperti kelinci, kijang, rusa atau burung yang mengharuskan untuk diburu atau ditangkap. Berbeda dengan unta, sapi, kambing atau ayam, yang bukan termasuk hewan buruan.
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah ﷺ dan para Sahabat melaksanakan umrah Hudaibiyyah pada tahun ke-6 H. Saat itu Rasulullah ﷺ dan para Sahabat ditahan oleh orang-orang kafir, sehingga mereka membatalkan umrah dengan menyembelih hewan-hewan mereka. Setelah itu, mereka kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan menuju Madinah, mereka mengalami kelaparan.([1]). Di situlah Allah ﷻ menguji dengan firman-Nya sebagaimana di atas.
Kita tahu bahwa orang yang berihram tidak diperbolehkan untuk berburu. Allah ﷻ berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh hewan buruan, ketika kamu sedang ihram (haji atau umrah).” (QS Al-Maidah: 95)
Allah ﷻ berfirman,
وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا
“Apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu.” (QS Al-Maidah: 1)
Di antara kebiasaan orang-orang Arab dahulu adalah suka berburu. Ketika mereka dalam kondisi safar, maka mereka berburu. Demikian juga yang dialami oleh para Sahabat ketika bersama Nabi Muhammad ﷺ. Ternyata, Allah ﷻ melarang mereka untuk berburu, sementara mereka dalam keadaan lapar. Selanjutnya ada beberapa hewan buruan yang mudah ditangkap oleh mereka. Allah ﷻ berfirman,
بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ
“Hewan buruan yang dengan mudah kamu peroleh dengan tangan dan tombakmu.”
Tujuannya adalah agar Allah ﷻ mengetahui manakah di antara mereka yang takut kepada Allah ﷻ, meskipun tidak ada yang melihat atau meskipun mereka tidak melihat Allah ﷻ, namun mereka yakin bahwa Allah ﷻ selalu melihat mereka.([2]) Allah ﷻ berfirman,
لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ
“Agar Allah mengetahui siapa yang takut kepada-Nya, meskipun dia tidak melihat-Nya.”
Pada akhirnya para Sahabat memang bersabar dan tidak menangkap hewan buruan tersebut sama sekali. Padahal saat itu hewan-hewan buruan tersebut tiba-tiba jinak di hadapan mereka, tetapi mereka tidak menangkapnya. Ini menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh takut kepada Allah ﷻ.([3])
Sebagian ulama mejelaskan bahwa di antara tanda seorang hamba diuji oleh Allah ﷻ adalah jika terkumpulkan di antara dua perkara, yaitu:
- Sarana untuk bermaksiat sangat mudah.
- Tidak ada orang yang melihat perbuatan maksiat tersebut.
Jika sudah terkumpul pada dirinya dua perkara ini, sejatinya dia telah diuji oleh Allah ﷻ. Banyak orang yang mengalami keadaan seperti ini di zaman sekarang. Seseorang bisa saja bersendirian di dalam kamar dengan fasilitas sarana yang memadai. Dia bisa melihat dan menonton apa saja yang dia mau. Begitu pula bagi seseorang yang mampu pergi ke luar negeri tanpa keluarga yang mendampingi dan mengetahui. Dia bisa saja bebas bermaksiat tanpa ada orang yang melihat atau mengetahui.
Siapa yang telah mengumpulkan dua perkara tersebut, lalu dia mampu melewatinya tanpa bermaksiat kepada Allah ﷻ, maka saat itu dia telah berhasil melewati ujian Allah ﷻ.
Itulah gambaran bagaimana para Sahabat taat terhadap aturan Allah ﷻ. Lain halnya dengan orang Yahudi, yang mereka justru berusaha melakukan trik dan rekayasa untuk menghalalkan apa yang Allah ﷻ haramkan kepada mereka.([4])
Firman Allah ﷻ,
فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Siapa melampaui batas setelah itu, maka dia akan mendapat azab yang pedih.”
Ini termasuk perkara penting yang seharusnya kita selalu mengingatnya. Kapan saja terkumpul pada diri kita dua perkara ini (sarana maksiat yang mudah dan tidak ada orang yang melihat), ketahuilah bahwa kita sedang diuji oleh Allah ﷻ. Hendaknya kita selalu waspada. Siapa yang bisa melewati ujian ini, maka dia akan meraih pahala yang besar. Karena itu Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al-Mulk: 12)
Jika kita mampu bertahan dan melewati ujian tersebut, maka dosa-dosa kita akan diampuni oleh Allah ﷻ serta mendapatkan pahala yang besar. Bisa saja bentuknya antara lain derajat kita ditinggikan oleh Allah ﷻ. Itulah ganjaran yang sangat luar biasa bagi orang yang takut kepada Allah ﷻ dalam kesendirian.
_______________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wat-Tanwir, vol. VII, hlm. 37.
([2]) Lihat: Tafsir Ibn ‘Utsaimin, vol. V, hlm. 378-379.