117. مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَآ أَمَرْتَنِى بِهِۦٓ أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۚ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَّا دُمْتُ فِيهِمْ ۖ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى كُنتَ أَنتَ ٱلرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنتَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
mā qultu lahum illā mā amartanī bihī ani’budullāha rabbī wa rabbakum, wa kuntu ‘alaihim syahīdam mā dumtu fīhim, fa lammā tawaffaitanī kunta antar-raqība ‘alaihim, wa anta ‘alā kulli syai`in syahīd
117. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.
Tafsir :
Para ulama berbeda pendapat mengenai tafsiran klausa تَوَفَّيْتَنِي. Ada yang mengatakan artinya Allahﷻ menidurkan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam. Karena wafat dalam bahasa Arab bisa bermakna tidur. Pendapat lain mengatakan bahwa maksudnya adalah diangkat ke langit.([1]) Intinya, Nabi ‘Isa hanya mengetahui kondisi umatnya ketika ia bersama umatnya. Adapun sepeninggalnya, maka ia tidak tahu dan berlepas diri dari apa yang diperbuat umatnya.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika Rasulullah ﷺ berkhotbah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ إِلَى اللهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا، {كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ} أَلَا وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلَائِقِ يُكْسَى، يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَلَا وَإِنَّهُ سَيُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِي، فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ، فَأَقُولُ: يَا رَبِّ أَصْحَابِي، فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ، كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ: {وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ، فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ، وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ، إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ، وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ، فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} قَالَ: فَيُقَالُ لِي: إِنَّهُمْ لَمْ يَزَالُوا مُرْتَدِّينَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ مُنْذُ فَارَقْتَهُمْ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan berkulup (tidak dikhitan). Kemudian beliau membaca firman Allah ﷻ, ‘Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati; Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya (QS Al-Anbiya`: 104).’ Ketahuilah, sesungguhnya makhluk pertama yang diberi pakaian pada hari kiamat adalah Ibrahim ‘alaihissalam. Ketahuilah, sesungguhnya beberapa orang dari umatku akan didatangkan lalu mereka di arahkan ke arah kiri (neraka), maka aku berkata: ‘Wahai Rabb, itu para sahabatku.’ Maka dijawab: ‘Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.’ Lalu aku mengucapkan seperti perkataan seorang hamba saleh (Nabi ‘Isa ‘alaihissalam), ‘Aku menjadi saksi atas mereka selagi aku bersama mereka namun tatkala Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka dan Engkau Maha menyaksikan segala sesuatu (QS Al-Maidah: 117).’ Lalu dijawab: ‘Sesungguhnya mereka senantiasa kembali ke belakang (murtad), sejak kau tinggalkan mereka.’” ([2])
Nabi Muhammadﷺ tidak mengetahui apa yang terjadi sepeninggalnya. Berbeda dengan keyakinan sebagian orang Sufi bahwa Rasulullahﷺ bahkan sampai menghadiri sebagian kegiatan mereka. Ini sangat bertentangan dengan hadis tersebut. Sekiranya Nabi Muhammadﷺ hadir di acara mereka maka tentu beliau tahu kondisi umatnya sepeninggalnya.
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ
“sesungguhnya mereka telah mengubah ajaranmu setelahmu.” ([3])
Yang benar Nabi Muhammadﷺ saat ini berada di alam Barzakh dengan penuh kenikmatan. Memang benar bahwa Nabi Muhammadﷺ dikembalikan ruhnya ke dalam jasadnya untuk menjawab salam, sebagaimana disebutkan dalam sebagian hadis tentang itu.([4]) Namun bukan berarti beliau pergi ke berbagai macam tempat. Pandangan sebagian Sufi di atas telah dibantah oleh Al-Syaukani dalam kitabnya “Risalah Fi Hukmil-Maulid”. Beliau menyebutkan di antara bentuk penyimpangan acara Maulid adalah meyakini Nabi Muhammadﷺ menghadirinya. Karenanya sebagian mereka berdiri dalam acara tersebut dengan meyakini bahwa Nabi Muhammad g sedang datang untuk menghadiri acara mereka.
Bagaimana mungkin Nabi Muhammad ﷺ keluar dari kuburnya untuk menghadiri acara tersebut atau untuk bertemu dengan sebagian habib, akan tetapi sebelumnya beliau tidak pernah menemui sahabat dan keluarganya? Bagaimana mungkin Nabi Muhammadﷺ tidak mengunjungi istri yang paling dicintainya (‘Aisyah) lalu menghadiri acara tersebut?
Faktanya Nabi Muhammadﷺ telah benar-benar wafat, dan perkaranya adalah sebagaimana yang ditegaskan oleh Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ، فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ،
“Siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad ﷺ, maka ketahuilah Muhammad ﷺ telah wafat. Namun siapa yang menyembah Allah ﷻ, maka Allah Mahahidup dan tidak akan wafat.” ([5])
________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, vol. VI, hlm. 377.
([2]) HR Al-Bukhari no. 3349 dan Muslim no. 2860.
([4]) HR Abu Dawud no. 2041 dan dinilai hasan oleh Al-Albani.