59. قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ هَلْ تَنقِمُونَ مِنَّآ إِلَّآ أَنْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَٰسِقُونَ
qul yā ahlal-kitābi hal tangqimụna minnā illā an āmannā billāhi wa mā unzila ilainā wa mā unzila ming qablu wa anna akṡarakum fāsiqụn
59. Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?
Tafsir :
Ayat yang masih tentang ahli kitab ini menjelaskan bahwa tidak ada yang membuat Ahli Kitab tidak suka, iri dan dendam kepada kaum muslimin, kecuali karena kaum muslimin itu beriman kepada Allah ﷻ, Quran dan kitab-kitab umat sebelum mereka.([1])
Dari ayat di atas dipahami bahwa tidak semua Ahli Kitab adalah orang fasik. Di antara mereka ada yang beriman kepada Allah ﷻ. Contohnya Waraqah bin Naufal radhiyallahu ‘anhu dan ‘Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu. Fasik yang dimaksud di sini adalah kafir.([2])
Ayat ini merupakan pertanyaan orang-orang yang beriman kepada Ahli kitab. Mereka heran dengan kelakuan Ahli Kitab yang benci, dendam dan selalu menyalahkan mereka. Padahal, orang-orang beriman membenarkan kitab-kitab mereka, di antaranya Taurat, Injil, di samping juga membenarkan Quran.
Apakah hanya karena mentauhidkan Allah ﷻ sekaligus membenarkan kitab-kitab umat terdahulu membuat Ahli Kitab lantas benci kepada orang-orang beriman?!
Yang lebih parah dari itu, ternyata kebanyakan mereka adalah orang fasik. Mereka yang salah, tetapi justru mereka menyalahkan orang-orang beriman. Masih mending kalau mereka orang baik, menaati Allah ﷻ, serta menjalankan Taurat dan Injil, tapi nyatanya tidak demikian. Bahkan sampai sekarang pun mereka meninggalkan Taurat, Injil dan Quran.
Umat yang paling berpegang teguh dengan agamanya adalah umat Islam. Lain halnya dengan umat lain, seperti Yahudi dan Nasrani, yang telah meninggalkan agama mereka, kecuali sebagian kecil saja dari mereka. Mayoritas mereka adalah orang fasik.
Sikap mereka kepada orang-orang beriman ini seperti halnya kalangan yang dikisahkan dalam firman Allah ﷻ,
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Buruj: 8)
Demikianlah peristiwa yang umumnya menimpa pemegang kebenaran dari zaman ke zaman. Termasuk pada zaman sekarang ini, kalau kita perhatikan maka betapa banyak yang benci dengan orang Islam di negara-negara luar.
Umumnya orang Islam dibenci bukan karena akhlaknya. Di mana pun tempatnya, selama orang Islam menjalankan agamanya dengan baik, maka akhlaknya pun baik. Umumnya mereka pun lebih berakhlak apabila dibandingkan pemeluk agama lain. Mereka juga bukan teroris sebagaimana yang kerap dituduhkan. Mereka bisa bertetangga dan hidup berdampingan di dalam masyarakat secara baik, termasuk dengan orang-orang kafir, bahkan sekaligus menunaikan apa yang menjadi hak orang lain. Faktanya, di negara-negara kaum muslim, meskipun mereka mayoritas tapi tidak menindas pemeluk agama lain sebagai minoritas.
Adapun orang-orang kafir secara umum, dengan berbagai latar belakang agamanya, maka tidak suka, bahkan cenderung memusuhi orang Islam, yang kemudian sampai menimbulkan aksi fisik. Yang demikian itu hanya karena orang Islam beriman kepada Allah ﷻ dan mentauhidkan-Nya. Itulah alasan sebenarnya yang menyebabkan orang kafir benci kepada orang beriman.
_______________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi, vol. VI, hlm. 234.
([2]) Kefasikan ada dua, yaitu:
Pertama: Kefasikan kecil (فِسْقٌ أَصْغَر). Yaitu sebagaimana firman Allah ﷻ,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya.” (QS Al-Hujurat: 6)
Kefasikan dalam ayat ini adalah yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
Kedua: Kefasikan besar (فِسْقٌ أَكْبَر). Yaitu yang mengeluarkan pelakuanya dari agama, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas. (Lihat: Tafsir Ibn ‘Utsaimin, vol. V, hlm. 80)