59. ۞ فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَٰتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
fa khalafa mim ba’dihim khalfun aḍā’uṣ-ṣalāta wattaba’usy-syahawāti fa saufa yalqauna gayyā
59. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,
Tafsir:
Pada ayat sebelumnya, Allah ﷻ menunjuk kepada kesepuluh nabi tadi dengan kata ulaa’ika (أُولَئِكَ), yang dalam bahasa Arab bermakna isyarat kepada sesuatu yang jauh. Ini menunjukkan kedudukan dan derajat mereka yang amat tinggi di sisi Allah ﷻ([1]).
Meskipun demikian, ternyata Allah ﷻ menakdirkan datangnya orang-orang yang tercela setelah mereka. Siapakah yang dimaksud dengan sifat-sifat tercela ini? Sebagian ulama mengatakan bahwa mereka adalah Yahudi dan Nasrani, sebagian lain mengatakan bahwa mereka adalah umat Nabi Muhammad ﷺ yang lalai dari mengikuti ajaran beliau ﷺ, dan sebagian lagi mengatakan bahwa mereka adalah siapa pun yang bersifat demikian sepeninggal mereka([2]).
Sifat tercela mereka yang pertama adalah menyia-nyiakan shalat. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah meninggalkan shalat sama sekali, sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mereka yang shalat tanpa memenuhi rukun, syarat dan kewajibannya([3]). Kewajiban shalat telah ada semenjak zaman Yahudi dan Nasrani, namun mereka meninggalkannya sepeninggal para nabi mereka. Sedangkan dari umat Nabi Muhammad ﷺ, ada di antara mereka orang-orang yang masih shalat, namun melalaikan rukun, syarat dan kewajibannya.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah memilih bahwa ayat ini mencakup kedua pendapat di atas, karenanya ketika menafsirkan ayat ini beliau menyebutkan atsar-atsar yang menjelaskan tercelanya orang yang melakukan shalat tanpa menyempurnakan syarat, rukun dan kewajibannya.([4])
Di antara atsar-atsar tersebut adalah kisah tentang seseorang yang berkali-kali diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ untuk mengulangi shalatnya, karena ia tidak melaksanakannya dengan thuma’ninah, dan ada rukun shalat yang ia tinggalkan.([5])
Demikian pula kisah Hudzaifah radhiallahu ‘anhu yan suatu ketika melihat seseorang yang shalat dengan begitu cepat. Hudzaifah radhiallahu ‘anhu pun bertanya kepadanya, “Sudah berapa lama kamu melakukan shalat seperti ini?” Maka ia pun menjawab; “Sudah empat puluh tahun.” Kemudian Hudzaifah radhiallahu ‘anhu pun berkata kepadanya;
مَا صَلَّيْتَ مُنْذُ أرْبَعِيْنَ سَنَةً وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فَطْرَةِ مُحَمَّدٍ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ
“Selama 40 tahun itu shalatmu tidaklah sah! Jika shalatmu terus seperti ini hingga engkau wafat, maka sungguh engkau telah wafat dalam keadaan melenceng dari fitrahnya (ajaran) Nabi Muhammad ﷺ.”([6])
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
لَا تُجْزِئُ صَلاَةٌ لاَ يُقِيمُ فِيهَا الرَّجُلُ يَعْنِى صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ
“Seorang yang shalat tanpa membenarkan gerakan rukuk dan sujudnya, maka shalatnya tidak sah.”([7])
Demikian juga Rasulullah ﷺ mencela orang yang shalat dengan cepat dengan bersabda:
تِلْكَ الصَّلَاةُ صَلَاةُ المُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقْرَهَا أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللهَ فِيْهَا إلَّا قَلٍيْلًا
“Demikian itulah shalat orang munafik. Ia terus menunda-nunda shalat sambil mengamati matahari (waktu). Sampai pada saat matahari berada di antara dua tanduk setan (hampir terbanam), barulah ia bangkit melakukan shalat ‘Ashar dengan tergesa-gesa seakan burung yang sedang mematuk-matuk makanannya. Ia tidaklah mengingat Allah dalam (shalat)nya kecuali sedikit.”([8])
Imam Al-QurtHubi juga menukilkan perkataan Imam Syafi’i RH:
مَنْ لَمْ يَقُمْ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ فَصَلَاتُهُ فَاسِدَةٌ
“Barang siapa yang tidak membenarkan gerakan rukuk dan sujudnya, maka shalatnya rusak.”([9])
Sifat tercela mereka selanjutnya, dan inilah yang membuat mereka menyia-nyiakan shalat, adalah hobi mengikuti hawa nafsu. Syahwat disebutkan dalam ayat ini dalam bentuk plural (الشَّهَوَاتِ), agar mencakup segala jenis syahwat yang ada. Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menjelaskan ayat ini berkata,
يَتَنَاوَلُ كُلَّ مَنْ اسْتَعْمَلَ مَا يَشْتَهِيْهِ عَنْ المُحَافَظَةِ عَلَيْهَا فِي وَقْتِهَا سَوَاءٌ كَانَ المُشْتَهَى مِنْ جِنْسِ المُحَرَّمَاتِ : كَالمَأْكُوْلِ المُحَرَّمِ وَالمَشْرُوْبِ المُحَرَّمِ وَالمَنْكُوْحِ المُحَرَّمِ وَالمَسْمُوْعِ المُحَرَّمِ أَوْ كَانَ مِنْ جِنْسِ المُبَاحَاتِ لَكِنْ الإِسْرَافَ فِيْهِ يُنْهَى عَنْهُ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ فمنْ اشْتَغَلَ عَنْ فِعْلِهَا فِي الوَقْتِ بِلَعْبٍ أَوْ لهَوْ ٍأَوْ حَدِيْثٍ مَعَ أَصْحَابِهِ أَوْ تَنِزُّهٍ فِيْ بُسْتَانِهِ أَوْ عِمَارِةِ عَقَارِهِ أو سَعْيٍ فِيْ تِجَارَتِهِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ أَضَاعَ تِلْكَ الصَّلَاةَ وَاتَّبَعَ مَا يَشْتَهِيْهِ
“Ini mencakup semua orang yang mengikuti syahwatnya sehingga terlalaikan dari menjaga shalat pada waktunya, baik syahwat berupa perkara-perkara haram, seperti; memakan makanan yang haram, meminum minuman yang haram, melakukan pernikahan yang haram, mendengar sesuatu yang haram, atau pun syahwat yang berupa perkara-perkara mubah yang dilakukan secara berlebihan, atau pun syahwat berupa hal lainnya. Barang siapa yang menunda shalat pada waktunya karena sibuk dengan permainan, atau perkara yang sia-sia, atau perbincangan bersama teman, atau bertamasya, atau mengurusi propertinya, atau mengurus dagangannya, atau yang lainnya, maka ia telah menyia-nyiakan shalat, dan telah mengikuti hawa nafsunya.”([10])
Kemudian Allah ﷻ berfirman tentang kesudahan mereka:
﴿فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا﴾
“Maka mereka kelak akan menemui kesesatan”
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan (غَيًّا) adalah kesesatan. Sebagian lainnya mengatakan bahwa (غَيًّا) adalah akibat dari kesesatan, yaitu azab yang pedih. Sebagian lagi mengatakan bahwa (غَيًّا) adalah nama lembah yang sangat dalam di Neraka Jahannam, yang akan dilemparkan padanya orang-orang yang menyia-nyiakan shalat akibat terlalaikan oleh syahwat duniawi([11]).
Walaupun ulama berselisih pendapat tentang makna (غَيًّا) pada ayat ini, akan tetapi mereka sepakat bahwa orang-orang yang meninggalkan shalat karena mengikuti syahwat akan diazab dengan azab yang pedih.
________
Footnote:
([1]) At-Tahrir Wa At-Tanwir: 16/132
([2])Tafsir Al-Baghowi: 3/293, Tafsir Al-Qurthubi: 11/121
([3]) Tafsir Al-Qurthubi: 11/121, Tafsir Ibnu katsir: 5/215
([4]) Tafsir Al-Qurthubi: 11/122
([5]) HR. Bukhori no.757 dan Muslim no.397
([6]) HR. An-Nasa’i no.1312, dishahihkan oleh Al-Albani.
([7] HR. Tirmidzi no.265, Hadist shahih
([9]). Tafsir Al-Qurthubi: 11/122
([11]) Tafsir Al-Qurthubi: 121/11, Tafsir Ibnu Athiyyah: 4/22