96. إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحْمَٰنُ وُدًّا
innallażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti sayaj’alu lahumur-raḥmānu wuddā
96. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.
Tafsir:
Ayat ini adalah isyarat bahwa diterimanya sebuah amal bergantung pada keimanan seseorang. Iman adalah syarat sahnya amal, demikian pula amal adalah bukti kejujuran iman. Iman bukanlah sekedar bualan dan klaim kosong belaka. Allah ﷻ berfirman,
﴿اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ﴾
“Beramallah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’: 13)
Ketika Nabi Muhammad ﷺ ditanya, mengapa beliau ﷺ masih beribadah dengan sungguh-sungguh padahal beliau ﷺ sudah dijamin dengan Surga tertinggi, beliau ﷺ menjawab,
أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
“Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur?!” ([1])
Karena amal saleh adalah bukti terkuat dari keimanan, maka amal saleh disebutkan terpisah dari keimanan, walaupun sejatinya amal saleh adalah bagian dari keimanan.
Kemudian Allah ﷻ menyatakan bahwa Ia ﷻ akan menanamkan rasa cinta pada hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Kecintaan ini diberikan ketika mereka masih di dunia, dan juga tentunya di Akhirat. Allah ﷻ mencintai mereka, dan mereka juga mencintai Allah di dunia dan demikian pula di Akhirat. Ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ,
إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ، قَالَ: فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ
“Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil malaikat Jibril lalu berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka itu cintailah ia!’ Jibril pun mencintainya.
Lalu malaikat Jibril menyeru di langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka hendaklah kalian mencintainya.’ Maka penduduk langit pun mencintai dia...”([2])
Rasa cinta di sini juga bisa ditafsirkan dengan rasa cinta antara orang-orang yang beriman. Sebuah cinta yang tidak dibuat-buat, yang bukan berasaskan keuntungan duniawi, melainkan murni berlandaskan kebersamaan iman dan kecintaan kepada Allah ﷻ.
________
Footnote: