52. وَلَا تَطْرُدِ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِم مِّن شَىْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِم مِّن شَىْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
wa lā taṭrudillażīna yad’ụna rabbahum bil-gadāti wal-‘asyiyyi yurīdụna waj-hah, mā ‘alaika min ḥisābihim min syai`iw wa mā min ḥisābika ‘alaihim min syai`in fa taṭrudahum fa takụna minaẓ-ẓālimīn
52. Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim).
Tafsir :
Doa dalam ayat ini memiliki dua makna:
Pertama: Doa mas’alah, yaitu meminta untuk diberikan yang diinginkan.
Kedua: Doa ibadah([1]), yaitu ibadah yang biasa kita lakukan. Dalam Bahasa Arab, ibadah juga biasa disebut sebagai doa. Hal ini sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim ‘Alahissalam,
﴿وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَىٰ أَلَّا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا ٤٨ فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا ٤٩ ﴾
“Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu berdoa kepada selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya’qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.” (QS. Maryam: 48-49)
Ayat ini menunjukkan bahwa doa bermakna ibadah. Begitu juga dalam sabda Rasulullah ﷺ,
مَنْ مَاتَ وَهْوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
“Barang siapa yang meninggal, sedang dia masih saja beribadah kepada selain Allah, maka dia akan masuk Neraka.” ([2])
Doa dalam hadits di atas mencakup doa mas’alah dan doa ibadah. Maknanya adalah, barang siapa yang meninggal sementara ia masih saja meminta-minta atau beribadah kepada selain Allah ﷻ, maka dia akan masuk neraka.
Mengapa Allah ﷻ mengkhususkan penyebutan dua waktu ini, yaitu pagi dan sore?
Pertama: Untuk menunjukkan kesinambungan mereka dalam beribadah.([3])
Kedua: Keutamaan waktu pagi dan sore yang besar, dan bahwa mereka bersungguh-sungguh beribadah pada keduanya([4]). Di waktu pagi, seseorang belum memulai kegiatan hariannya, sehingga ia dapat lebih fokus dan khusyuk dalam beribadah. Begitu juga di waktu sore, biasanya seseorang baru saja menyelesaikan aktivitas hariannya, sehingga ia tidak tersibukkan oleh hal lain ketika bersimpuh di hadapan Rabbnya ﷻ.
Orang-orang yang rajin beribadah yang dimaksud dalam ayat ini adalah kalangan miskin di antara para sahabat. Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa mereka adalah Khabbab bin Al-Aratt, Shuhaib Ar-Rumi, Bilal bin Rabah, dan Ammar bin Yasir, semoga keridaan Allah ﷻ atas mereka semua([5]). Allah ﷻ telah memuji para sahabat dalam banyak ayat. Allah ﷻ berfirman,
﴿لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ﴾
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿۞لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ﴾
“Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (QS. Al-Fath: 18)
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا﴾
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya.” (QS. Al-Fath: 29)
Dalam ayat ini, Allah ﷻ melarang Nabi Muhammad ﷺ dari mengusir para sahabatnya yang miskin, demi memenuhi usulan para kafir Quraisy untuk menyingkirkan kalangan miskin nan rendahan -di mata mereka-, agar kalangan bangsawan nan hartawan dari para pembesar Quraisy dapat beriman dan duduk mendengarkan dakwah beliau ﷺ.([6]) Mereka mengatakan bahwa jika para pembesar Quraisy telah menerima dakwah beliau ﷺ, tentunya seluruh Quraisy pun akan beriman. Usulan mereka ini tampak manis, sampai-sampai sebagian sahabat mengatakan bahwa telah terbetik dalam hati Nabi Muhammad ﷺ untuk melaksanakan usulan mereka, karena Rasulullah ﷺ sangat mengharapkan keislaman kaum Quraisy yang ia cintai. Oleh karenanya dalam ayat lain, Allah ﷻ berfirman,
﴿وَلَوْلَا أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا﴾
“Andai Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir saja sedikit cenderung kepada (usulan dan godaan) mereka.” (QS. Al-Isra’: 74)
Allah ﷻ memperingatkan Nabi Muhammad ﷺ agar jangan sampai beliau ﷺ terjerumus dalam kezaliman dengan mengusir para sahabatnya yang miskin, demi memenuhi usulan para pembesar kafir Quraisy. Allah ﷻ mengingatkan agar jangan sampai Rasulullah ﷺ termakan bujuk rayu mereka yang bersikeras untuk tetap kafir, dan malah mengorbankan mereka yang telah beriman dan setia kepada beliau ﷺ.
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
﴿وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا﴾
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Kita tahu bahwasanya pengikut para nabi sejak dahulu kebanyakan orang miskin. Oleh karenanya, ketika Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu ditanya oleh Heraklius tentang sifat-sifat Rasulullah ﷺ,
أَشْرَافُ النَّاسِ اتَّبَعُوهُ أَمْ ضُعَفَاؤُهُمْ
“Apakah orang-orang mulia/kaya yang mengikutinya ataukah orang-orang yang lemah/miskin?”
Maka Abu Sufyan Radhiallahu ‘anhu menjawab bahwa kebanyakan yang mengikutinya adalah orang-orang miskin. Kemudian Heraklius mengatakan bahwa demikianlah biasanya pengikut para rasul. ([7])
Demikian pula para pengikut Nabi Nuh ‘Alahissalam. Karenanya kaumnya yang kafir mengatakan,
﴿أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ﴾
“Pantaskah kami beriman kepadamu, sementara yang mengikuti kamu hanyalah orang-orang yang hina (di antara kami)?” (QS. Asy-Syu’ara’: 111)
Lihatlah kesamaan syubhat kaum kafir dari zaman ke zaman. Mereka selalu berdalih dengan status sosial para pengikut kebenaran untuk mengingkari kebenaran tersebut. Meskipun terkadang mereka berjanji akan beriman jika kaum rendahan -di mata mereka- disingkirkan, seperti yang diucapkan kaum kafir Quraisy kepada Rasulullah ﷺ, namun sejatinya itu hanyalah dusta belaka. Status sosial para pengikut kebenaran hanyalah kedok yang mereka kenakan untuk menutupi kebutaan mata hati mereka.
Ayat ini juga merupakan dalil bahwa cakupan makna kezaliman sangatlah luas. Ia tidak hanya mencakup gangguan fisik atau lahir, melainkan ia juga mencakup gangguan batin, seperti menjatuhkan harga diri orang lain. Menahan hak orang lain juga merupakan salah satu bentuk kezaliman. Kalangan miskin juga memiliki hak untuk dekat dengan Nabi Muhammad ﷺ dan mempelajari agama Allah ﷻ. Menghalangi mereka dari hal itu tanpa alasan yang benar merupakan bentuk kezaliman.
Ini juga peringatan keras bagi para dai yang hanya perhatian dengan dakwah kalangan kaya nan terhormat, sementara ia mengabaikan kalangan miskin.
________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Utsaimin surah Al-An’am hlm. 264.
([3]) Lihat: Tafsir Ibnu Athiyah (2/295).
([4]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (6/432).
([5]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (6/432).