38. وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا طَٰٓئِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَٰبِ مِن شَىْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
wa mā min dābbatin fil-arḍi wa lā ṭā`iriy yaṭīru bijanāḥaihi illā umamun amṡālukum, mā farraṭnā fil-kitābi min syai`in ṡumma ilā rabbihim yuḥsyarụn
38. Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Tafsir :
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa di alam wujud ini terdapat berbagai macam binatang, baik yang hidup di atas muka bumi atau pun terbang di udara, dan semuanya adalah umat sebagaimana para manusia.
Para ulama berbeda pendapat terkait titik kesamaan antara alam hewan dan alam manusia yang Allah ﷻ maksudkan dalam ayat ini. Berikut beberapa pendapat mereka dalam menafsirkan ayat ini:
Pertama : Bahwa sebagaimana kalian diberi rezeki, maka hewan juga diberikan rezeki oleh Allah ﷻ. Dan sebagaimana manusia diberikan petunjuk dan hidayah untuk menjalani kehidupan duniawi mereka, Allah ﷻ juga mengilhamkan dan menanamkan insting kepada para hewan tentang hal tersebut.
Kedua : Bahwa sebagaimana manusia memiliki tabiat yang bermacam-macam, maka hewan pun juga demikian. Ada hewan yang ganas, jinak, lembut, licik nan suka berkhianat, setia, pendendam, dan seterusnya dari tabiat-tabiat yang ada pada manusia.
Ketiga : Bahwasanya sebagaimana manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, maka hewan juga demikian, dan bahkan qishas (kisas) pun akan ditegakkan di antara mereka([1]). Ini sejalan dengan firman Allah ﷻ pada akhir ayat,
﴿ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ﴾
“Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”
Pendapat ini juga dikuatkan dengan firman Allah ﷻ lainnya,
﴿وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ﴾
“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan” (QS. At-Takwir: 5)
Tidak hanya binatang liar, melainkan seluruh binatang secara umum. Bahkan -menurut sebagian ulama- hewan-hewan purba yang sudah punah sekali pun akan dikumpulkan. Subhaanallah! Allah ﷻ berfirman:
﴿إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِۚ ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَّجْمُوعٌ لَّهُ النَّاسُ وَذَٰلِكَ يَوْمٌ مَّشْهُودٌ﴾
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). (QS. Hud:103)
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿قُلْ إِنَّ الْأَوَّلِينَ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ لَمَجْمُوعُونَ إِلَىٰ مِيقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُومٍ﴾
Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (Al-Waqi’ah: 50)
Ketika melihat dua kambing yang saling tanduk-menanduk, Rasulullah ﷺ pun berkata kepada Abu Dzarr (RA), “Apakah engkau tahu mengapa keduanya saling tanduk-menanduk?” Abu Dzarr (RA) pun menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” Rasulullah ﷺ pun bersabda,
لكنَّ اللهَ يَدْري، وسيَقْضي بينَهما
“Adapun Allah, sungguh Ia mengetahuinya, dan Ia akan mengadili keduanya.”
Dalam hadis yang lain Rasulullah ﷺ juga bersabda,
لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ
“Sungguh pada Hari Kiamat kelak, kalian akan benar-benar mengembalikan hak-hak kepada para pemiliknya, sampai-sampai kambing yang tidak bertanduk akan menuntut haknya kepada kambing yang bertanduk.”([2])
Demikianlah keadilan dan pengetahuan Allah ﷻ yang sempurna. Hewan-hewan sejatinya adalah umat seperti manusia, yang kelak juga akan diadili terkait kezaliman yang terjadi di antara mereka. Hanya saja setelah usai proses pengembalian hak, mereka akan berubah menjadi tanah, tidak ada Surga atau pun Neraka setelah itu bagi mereka. Karenanya, ketika melihat hewan-hewan berubah menjadi tanah seusai persidangan hak di antara mereka, kaum kafir pun berangan-angan andai demikian pula yang terjadi pada mereka. Allah ﷻ berfirman,
﴿إِنَّا أَنذَرْنَاكُمْ عَذَابًا قَرِيبًا يَوْمَ يَنظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُولُ الْكَافِرُ يَالَيْتَنِي كُنتُ تُرَابًا﴾
“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”. (An-Naba’: 40)
Alangkah hinanya suatu kaum yang nasibnya selalu lebih hina dari hewan, baik di Akhirat, sebagaimana ayat di atas, atau pun di dunia, sebagaimana firman Allah ﷻ:
﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَاۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ﴾
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf: 179)
Faedah lainnya dari ayat ini, adalah bahwa ketika kita mengetahui bahwa hewan-hewan adalah umat yang sama seperti kita, maka hendaklah kita berhati-hati jangan sampai kita bertindak semena-mena dan menzalimi mereka. Jika seseorang berbuat baik kepada hewan, maka ia telah berbuat baik kepada suatu umat, dan ketika ia menzalimi hewan, maka ia telah melakukan kezaliman kepada suatu umat. Bukankah sudah tersebar kisah tentang seorang wanita pezina yang diganjar dengan Surga karena ia memberi minum seekor anjing yang kehausan dengan penuh ketulusan?! Dan bukankah sudah kita ketahui bersama kisah seorang wanita yang diazab oleh Allah ﷻ akibat mengurung kucingnya tanpa memberinya makan dan menghalanginya untuk mencari makan sendiri?!([3])
Adapun firman Allah ﷻ,
﴿مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍۚ﴾
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab.”
Apa yang dimaksud dengan al-kitab pada ayat ini? Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Lauhul Mahfuzh. Sehingga makna ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu sudah tercatat dalam Lauhul Mahfuzh tanpa ada satu pun yang terlewatkan.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur’an([4]), karena Al-Qur’an telah mencakup segala hukum syariat, baik secara independen, maupun dengan bantuan penafsiran dari hadits-hadits Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ berfirman,
﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًاۚ﴾
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Ma’idah:3)
_______________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir (4/51)